Rabu, 02 April 2008

Monterado “Tempoe Doeloe” (2)

*Menuju Sinkawan dan Bertemu Dengan Kung Se

Mula-mula Earl mengaku merasa was-was dengan kedatangan dua kapal tersebut. Namun perasaan itu hilang karena pada saat itu perahu nampak mengibarkan bendera Belanda dan panji-panji yang menerangkan bahwa mereka adalah perahu-perahu penjelajah Belanda


Borneo Tribune, Singkawang

Setelah mendapatkan penjelasan dua orang Cina pembuat garam di Sungy Ryah, G. W Earl kembali melanjutkan perjalanan. Saat kembali menghilir menuju pantai, monyet-monyet yang menyambut kedatangan mereka masih saja mengikuti sambil menjerit-menjerit. Karena tak dapat menahan kegeraman, Earl kemudian melepaskan tembakan dan mengenai salah satu dari gerombolan. Monyet itu jatuh terjerembab di atas tanah.

Pengikut kera yang lainnya kemudian berhamburan meluncur dari atas dahan dan penuh tanda tanya akan peristiwa yang menimpa kawannya. Pekikan monyet itu akhirnya berhenti, sebagian kecil masih tetap mengikuti rombongan, meskipun dari jarak yang agak jauh dan lebih tinggi di atas pohon dengan lompatan dari dahan ke dahan dengan cekatan.

Setibanya di atas kapal, Earl kembali mengangkat jangkar untuk berangkat menyusuri pantai ke utara. Rupanya, selama Earl melakukan penyelidikan pantai, para anak buahnya yang tinggal menghabiskan waktu untuk menangkap ikan. Walau hanya dengan menggunakan pancing, hasil tangkapan yang diperoleh begitu banyak. Ikan ikan tersebut bernama ikan Dori. Konon, jenis ikan tersebut berasal dari sebuah sungai yang disebut Sungy Dori yang terletak tidak jauh dari tempat itu.

Hampir petang, Earl beserta rombongan memasuki sebuah selat yang sempit antara Tanjung Batublatt dan sebuah pulau yang terdekat dengan pulau Lamakutan. Sebuah deretan batu-batuan berbentuk spiral yang tingginya antara sepuluh hingga dua puluh kaki berangkai sambung menyambung sepanjang pantai di kaki bukit. Earl mengatakan, sangatlah mustahil dan kurang tepat bila dilihat dari bentuknya yang sistematis dan indahnya batu itu disebabkan oleh benturan gelombang laut.

Setelah melalui pantai, nampak menurun landai ke arah belantara yang seakan-akan menyelimutinya. Di sisi sebuah bukit yang kelihatan dari kejauhan seperti diurus dan diolah secara rapi dan bertingkat tinggi.

Menjelang senja hari, Earl beserta rombongan mendekati sebuah muara sungai yang diperkirakan itulah sengai Sinkawan, seperti yang diceritakan dua Cina yang berada di Sungy Ryah. Earl kemudian memerintahkan anak buahnya membuang jangkar di pantai yang berjarak kira-kira empat mil dari muara. Pembuangan jangkar tersebut dilakukan karena kedangkalan air yang tidak memungkinkan kapal untuk merapat lagi.

Keesokan harinya, Earl beserta rombongan baru memutuskan turun dengan sekoci. Saat itu fajar telah menampakkan diri dari ufuk timur. Perjalanan Earl bersama rombongan menuju sungai dihalangi kabut. Sementara semakin mendekat ke sungai, air pun semakin dangkal. Earl terpaksa berhenti mendayung sambil menunggu kabut yang sudah mulai menipis, sehingga memungkinkan muara sungai dapat dilihat dengan jelas.

Berselang beberapa menit, dari kejauhan terdengar suara dari kelompok orang pada jarak kira-kira seratus yard. Salah seorang diantaranya melantunkan sebauh lagu Melayu berlirik pantun. Karenanya Earl menduga orang-orang tersebut merupakan orang Melayu yang menggemari pantu-pantun. Dan duagaan Earl tersebut terbukti dan benar. Begitu kabut menipis, jelas nampak dari kejauhan di muara sungai dua buh perahu perang besar. Dengan melihat perahu-perahu tersebut, rombongan Earl segera memukul gong secara bertalu-talu.

Mula-mula Earl mengaku merasa was-was dengan kedatangan dua kapal tersebut. Namun perasaan itu hilang karena pada saat itu perahu nampak mengibarkan bendera Belanda dan panji-panji yang menerangkan bahwa mereka adalah perahu-perahu penjelajah Belanda.

Setelah berhadapan, Earl mengaku baru mengetahui bahwa dalam kapal sebesar itu tidak ada seorangpun yang berkebangsaan Eropa, namun sebagai komandannya adalah seorang keturunan Melayu. Menurut komandan perahu besar terebut, mereka diutus Residen Sambas untuk memberitahukan kepada romobongan Earl agar mau membatalkan kunjungannya. Dengan alasan, orang-orang Cina yang ada di Sinkawan sangat antipati terhadap orang asing.

Namun penjelasan utusan Residen Sambas tidak membuat niat Earl berubah. Earl tetap berkeras hati untuk tetap menjalin hubungan dagang. Dengan sikap Earl tersebut membuat utusan Residen melunak. Dan mereka menawarkan diri untuk ikut bersama Earl. Earl kemudian mempersilahkan para utusan tersebut duduk dalam sekoci. Sebuah perahu milik utusan mengikuti dari belangkang sekoci tersebut.

Earl memperkirakan lebar sungai yang dilaluinya sekitar lima belas yard dengan kedua tepinya tertutup oleh hutan-hutan yang tebal serupa dengan Sungy Ryah. Pepohonan penuh dengan kera. Setelah mengarungi sungai kira-kira tiga mil, sampailah Earl di Sinkawan untuk segera menuju ke rumah pemimpin-pemimpin mereka yang disebut Kung Se. saat itu rumah Kung Se hanya ditunggui oleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Laki-laki itu kemudian segera pergi berangkat ke pusat kota untuk memberitahukan kepada Kung Se tentang kedatangan Earl dan rombongan. Tidak lama kemudian, datanglah tiga orang Kung Se diikuti oleh sebagian besar penduduk.

Earl beserta rombongan kemudian dipersilahkan masuk untuk mengambil tempat di sebuah kursi besar. Sedangkan Kung Se dan kedua penterjemah duduk dikursi berhadapan dengan Earl. Perbincangan itu disaksikan sebuah patung dewa yang menduduki tempat di ujung bagian atas dari ruangan. Earl kemudian langsung mengutarakan maksud kunjungan serta ingin mengetahui apakah ada keinginan di pihak mereka untuk membuka hubungan dagang.

Selain Earl dan para Kung Se, pada ruangan besar tesebut juga dipenuhi orang-orang Cina yang masing-masing merasa berhak untuk berbicara dan mengutarakan pendapatnya dalam diskusi, serta berusaha untuk saling melebihi dalam memperdengarkan suara. Akhirnya Earl merasa pertanyaan yang diutarakannya tentang hubungan dagang menjadi semakin hiruk pikuk.

Akhirnya, untuk menunggu jawaban dari para Kung Se, Earl memutuskan untuk bergembira melepaskan diri dengan alasan untuk melihat-lihat kota. Ketika keluar dari rumah Kung Se, Earl memperhatikan komandan dari perahu penjelajah beserta pengikutnya yang semula juga ikut hadir sudah mulai meninggalkan pertemuan tersebut. (bersambung).

Tidak ada komentar: