Senin, 11 Februari 2008

Baru Bisa Mimpi

Pria yang menggeluti dunia politik dan duduk sebagai anggota legislatif di Kota Pontianak menyetujui konsep pembangunan kota yang direncanakan walikota Pontianak, Buchary A Rahman. Namun, ia menilai, masyarakat seolah dibuai mimpi dengan konsep itu. Dan ia berkeyakinan, mimpi itu jadi kenyataan. Yang diperlukan sekarang, bagaimana mewujudkan mimpi itu.

Namanya, Mongonsidi. Ia suka bicara apa adanya. Benar dikatakan benar. Salah dikatakan salah. Menurutnya, kebenaran harus dipertahankan, walaupun nyawa jadi taruhannya.

Dengan sikap terbuka itu, ia mengacungkan jempol untuk konsep pembangunan kota yang dilakukan walikota Pontianak, Buchary Abdurahman. Konsep walikota itu diantaranya, daerah Kapuas Besar, bakal dijadikan semacam pusat perdagangan, balai kota, water front city dan konsep lainnya.

“Siapa yang tidak tahu dengan konsep Pak Wali,” kata Mongonsidi, anggota DPRD Kota Pontianak, dari Partai Amanat Nasional.

Ia menjadi ketua komisi D DPRD Kota Pontianak, yang menangani masalah pendidikan, dan Kesra. Namun, ia menyayangkan. Konsep itu masih sekedar mimpi. Menurutnya, banyak hal harus dilakukan, untuk mewujudkan mimpi itu. Padahal seiring bertambahnya waktu, Kota Pontianak terus melangkah menuju kemajuan.

Banyak indikator untuk melihat kemajuan itu. Diantaranya menjamurnya bangunan gedung bertingkat dengan arsitek maju. Pembangunan aluan-alun kapuas sebagai tempat bertamasya juga bentuk kemajuan kota. Di alun-alun tersebut sanagt mudah menyaksikan hilir-mudiknya kenadraan air, baik kapal bandung, perahu sampan atau kendaraan air lainnya. Alun-alun itu akan lebih indah apabila konsep water front city wali kota dapat diwujudkan.

“Saya terbayang dengan negara belanda, yang kotanya terdapat banyak kanal,” kata Mongonsidi Wakil rakyat dari perahu Partai Amant Nasional (PAN), membayangkan indahnya kota Pontianak apabila pusat kotanya berada ditepi Sungai Kapuas. Pusat perkantoran dan bangunan megah didirikan tepi sungai.

Mongonsidi juga memimpikan taman khusus untuk Kota Pontianak. Taman tersebut berisikan bunga khas kota Pontianak. Kalau di Jepang ada bunga Sakura. Belanda ada bunga Tulip. Menurut Mongonsidi, untuk kota Pontianak, bunga bungur sanat cocok untuk Kota Pontianak.

Apabila sedang berbunga, daun bunga itu akan hilang dan berubah menjadi lautan kuning. Karena bunganya sangat lebar dan berwarna kuning. Bungur merupakan tanaman jenis perdu. Bila masih kecil, tingginya sekitar 2-7 meter. Bungur kecil biasa ditanam sebagai tanaman hias di taman dan halaman rumah. Bungur bisa liar biasa ditemukan di tebing dan tepi hutan.

Daunnya tunggal, bertangkai pendek, dan letaknya berseling. Helaian daun berbentuk elips atau memanjang, ujung tumpul, pangkal membaji, dan tepi rata. Bunga majemuk dengan bentuk malai, panjang 10-50 cm. Tepi mahkota bunga bergelombang, berwarna merah, putih, atau ungu, keluar dari ujung tangkai atau ketiak daun. Buahnya agak bulat.

Bungur kecil dapat diperbanyak dengan biji.Dari segi pendidikan, angka buta aksara terus mengalami pengurangan. Sebagai acuan, data dari dinas pendidikan Kota Pontianak, tahun 2006 jumlah buta aksama mencapai 5000 orang, ditahun 2007 hanya sekitar 3000 orang.

Mulai tumbuhnya pendidikan berkualitas seperti Tunas Bangsa. Juga menjadi indikator kota Pontianak terus menuju kearah yang lebih maju. Program regrouping (Pengagabungan sekolah baik mana jemen maupun bangunan), juga menjadi salah satu indikator kemajuan kota Pontianak disegi dunia pendidikan.

Menurut Mongonsidi program regrouping merupakan upaya efesiensi bangunan, tenaga serta biaya. Dibalik kemajuan itu, menurut Mongonsidi ada beberapa hal yang masih stagnan. Seperti penataan pedagang kaki lima (PKL) serta pengemias jalanan. Menurutnya penertiban PKL masih perlu dioptimalkan oleh pemerintah kota.“Ini tuga pemerintah untuk menata kembali,” tegas Mongonsidi.

Penataan PKL yang masih stagnan tersebut diantara di Pontianak Utara. Pasar tersebut terlihat kumuh dan tidak teretata dengan rapi. Kerena semerautan pasar tersebut membuat mongonsidi tidak menyukai tempat tersebut.Namun Mongonsidi tidak menutup mata dengan keberhasilan pemerintah menata PKL. Ia mencontohkan pedagang yang di pasar Dahlia, Sungai Jawi. Sekarang PKL itu sangat teratur dan sangat jauh berbeda dua atau tiga tahun sbelumnya. Selain PKL, bangunan-bangunan sarang burung walet di tengah kota juga mengganggu pemnadangan kota. Akibat walet tersebut, beberapa bangunan di tengah kota berbentuk roket.

Agar tidak merusak pemandangan kota, sebaiknya bangunan walet itu disamarkan “Kita tidak mau, kota ini menjadi sarang raksasa burung walet,”kata Mongonsidi. Dibalik kemajuan dan kekurangan Kota Pontianak, Mongonsidi tetap memiliki kenangan indah di Kota ini. Semasa kecilnya, permainan layang-layang dan karbit hal yang terindah. Karena senangnya, perut yang lapar tidak dirasakan.

Semenjak walikota menerbitkan perda permainan layangan, Mongonsidi mengaku sedih. Hasrat bermain layang-layang harus ditahan. Karena penertiban itu, Mongonsidi membayangkan tidak ada lagi kebahagian.
Bagi Mongonsidi penertiban boleh saja dilakukan, namun sebaiknya ada lokasi khusus untuk bermain. Lokasi itu jauh dari jalan umum dan aliran listrik. Dalam menetapkan peraturan, sebaiknya pemerintah berpandangan adil. Pemerintah haru memperhatikan keberadaan rakyat.

Pemerintah sebenarnya pelayan rakyat. Karena kepentingan rakyat, Mongonsidi memilih untuk menjadi anggota legislatif. Mongonsidi menilai menjadi anggota legislatif bukan untuk bersenag-seng, tapi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Dengan menjadi anggota menjadi anggota legislatif, keinginan rakyat bisa diperjuangkan.“Salah satu caranya dengan membuat membuat Undang-undang,” kata Mongonsidi.

Mengenai kontribusinya untuk rakyat, pria berpandangan belum maksimal, namun segala upaya akan terus dilakaukan. Dengan semangat memperjuangkan kepentingan rakyat itu, mongonsidi meminjamkan istilah 3 M. memulai dari yang kecil, memulai dari diri sendiri dan mulai dari sekarang. Namun untuk memperjuangkan kepentingan rakyat tersebut, Mongonsidi sadar, dorongan dari keluarga sangat dibutuhkan. Selama ini, untuk menjadi legislator, Mongonsidi banyak disemangati keluarga.
“Motifasi tertinggi itu datang dari dirinya sendiri,” kata Mongonsidi.

Tidak ada komentar: