Senin, 11 Februari 2008

Mental Pembangunan

Banyak pekerjaan rumah berkaitan dengan pembangunan harus diselesaikan pemerintah Kota Pontianak. Sebaris kalimat itulah yang dapat saya rangkum, saat wawancara dengan sosok berpenampilan agamis ini. Saya wawancara dengannya di ruang Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F. PKS) DPRD Kota Pontianak, 2007 yang lalu.
Namanya singkat, Arif. Namun, pandangannya terhadap pembangunan Kota Pontianak jauh ke depan. Legislator yang memandang politik sebagai media dakwah ini, mengungkapkan masih banyaknya pembangunan yang belum diselesaikan. Ini menjadi perkajaan rumah dan harus diselesaikan. Pekerjaan rumah itu antara lain, pembangunan mental, fisik hingga pembangunan yang berpihak pada kehidupan sosial.


Menurut kader Partai Keadilan Sejahtera ini, pembangunan paling utama untuk membangun kredibilitas bangsa, pembangunan mental rakyatnya. Begitu juga dengan pemerintah Kota Pontianak. Sejauh ini, pembangunan mental belum maksimal dilakukan. Hingga banyak tindakan keluar dari norma kehidupan, baik ditinjau dari koridor hukum, agama, maupun sosial. Pembangunan masyarakat sangat mempengaruhi pembangunan ekonomi dan fisik.

Dalam pembangunan ekonomi, Arif menilai, masih banyak masyarakat Pontianak berada pada dataran kemiskinan. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat, masih lemah dan belum maksimal. Ia mengatakan, agar pengembangan ekonomi dapat dilakukan secara maksimal. Sebaiknya, masyarakat tidak hanya diberikan modal. Namun juga dibekali pelatihan yang bersifat membangkitkan potensi keahlian. Dengan pelatihan tersebut, masyarakat dapat berbuat maksimal, dan pada akhirnya menciptakan lapangan pekerjaan.

Berkaitan dengan pembangunan fisik, Arif menilai pembangunan yang digalakkan pemerintah Kota Pontianak, tidak sesuai dengan kondisi Kota Pontianak. Salah satunya, kondisi parit masih banyak tersumbat, hingga terkesan pembangunan bernuansa parit tidak dilakukan. Menurutnya, parit merupakan sarana yang efektif mengatasi banjir. Yang sering terjadi di Kota Pontianak, saat musim hujan.

Seingat pria yang lama berkecimpung di dunia pendidikan ini, pada 1970-an, Kota Pontianak memiliki banyak parit berukuran besar, sehingga dapat dilalui sampan. Seperti parit yang ada di sisi Jalan Tanjung Pura dan Parit Tokaya. Mengingat besarnya manfaat parit tersebut, Arif mengharapkan pemerintah mengadakan penataan parit.

“Kalau bisa, penataan dilakukan secara bertahap, dan dimulai pada tahun 2008,” kata Arif.

Untuk penataan bangunan, Arif menilai bangunan di Kota Pontianak, kebanyakan berdiri di atas daerah terlarang dan melanggar peraturan daerah. Salah satu contoh, pendirian bangunan melewati sepadan jalan yang telah ditentukan. Sehingga, ketika akan dilakukan pelebaran jalan, tidak bisa dilakukan. Berkenaan dengan banyaknya bangunan yang melanggar aturan tersebut, Arif sebagai anggota DPRD, berkali-kali menyarankan pemerintah kota, menindaklanjuti. “Kalau perlu, bangunan-bangunan tersebut dibongkar,” kata Arif.

Banyaknya pelanggaran terhadap pendirian bangunan, menurut Arif, dikarenakan lemahnya pengawasan pemerintah kota. Seharusnya pemerintah memberikan peringatan kepada pendiri bangunan, sebelum bangunan didirikan. Yang terjadi sekarang adalah, protes dilakukan pemerintah, setelah pembangunan dilakukan.

Kondisi ini menimbulkan kesan, pemerintah tidak berdaya saat melakukan penertiban. Seharusnya, pemerintah harus kuat dan diharapkan, tidak melakukan posisi tawar dengan pihak pembangun.

“Sekarang kita lemah dengan para pengusaha. Kita bukan tidak mengakomodir pengusaha. Tapi, pengusaha yang mana? Pengusaha yang melanggar peraturan harus tetap ditindak, bukan dipertahankan,” kata Arif, mantan pegawai negeri sipil (PNS) ini.

Kelemahan yang dimiliki pemerintah juga pada penataan pasar tradisonal. Dengan kelemahan dan tidak terakomodirnya penataan pasar, menyebabkan banyak pedagang kaki lima (PKL) bermunculan. Selaku penggerak ekonomi kerakyatan, PKL seharusnya mendapatkan perhatian. Dengan kata lain, PKL tidak hanya digusur. Namun, mesti diberikan jalan keluar dan difasilitasi, untuk menyambung usaha.

Di bidang sosial, Arif menilai penanganan gelandangan dan pengemis (gepeng), kejahatan di masyarakat, kurang diperhatikan pemerintah. Selama ini, terkesan tindakan yang dilakukan tidak dengan keseriusan.

Arif menyadari, penanganan gepeng terkendala dengan masalah dana. Menurutnya, dana penanggulangan bidang sosial sangat minim, dan tidak imbang dengan pengeluaran pihak dinas.

Selanjutnya, dari saran dan kritik yang disampaikannya, Arif tidak melupakan kemajuan yang diperoleh Pemkot Pontianak. Salah satunya, meningkatnya pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah, walaupun pencapaian belum maksimal.

Sarana dan prasarana jalan, sudah semakin baik. Sekolah semakin bagus. Begitu juga dengan kerja berbagai dinas, sudah mengarah pada perbaikan. Kerja pemerintah kota, juga terlihat pada pemberdayaan lahan perkebunan. Contohnya, pengembangan lidah buaya.

Arif mengharapkan, perjuangan terus mendulang manfaat. Ketika bergelut di dunia legislatif, ia memandang kesempatan berjuang lebih besar. Sebagai anggota legislatif, ia tidak saja menerima. Tapi, juga ikut merumuskan kebijakan.“Sebagai legislatif, kita ingin melakukan perjuangan lebih besar,” kata Arif.□

Tidak ada komentar: