tag:blogger.com,1999:blog-69916251683904647742024-03-14T00:48:37.704-07:00Stasiun BeritaMujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.comBlogger41125tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-72268278504237433962010-01-27T17:54:00.000-08:002010-01-27T18:03:25.911-08:00Harga Kami Cuma Satu Juta Rupiah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/S2DwRJDMqjI/AAAAAAAAATc/eGjrkjL5jD8/s1600-h/foto+trafficking.png"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 158px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/S2DwRJDMqjI/AAAAAAAAATc/eGjrkjL5jD8/s400/foto+trafficking.png" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5431605327886592562" /></a><br /><span style="font-weight:bold;"><span style="font-weight:bold;"><blockquote>Lidia dan Meisin menjadi korban pertama trafficking tahun 2010 yang masuk di Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat. Kasus Lidia dan Meisin ini didalangi oleh bibiknya sendiri. Bibiknya dijanjikan akan mendapatkan imbalan sebesar satu juta rupiah.</span></blockquote> </span><span class="fullpost"><br /><br />Oleh: Mujidi*<br /><br />Malaysia. Nama Negara yang bertetangga langsung dengan Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia ini membuat galau dua remaja putri yang tinggal di rumah Sri. Rumah itu terletak di Jalan Gajah Mada, Kampung Baru, Kelurahan Sijangkung. Kampung yang terletak di Kecamatan Singkawang Selatan, Kota Singkawang, Kalimantan Barat. <br /><br />Rasa itu memuncak pada suatu malam. Suasana yang semakin larut tidak dapat menenangkan kegalauan yang mereka rasakan. Mereka menguatkan diri. Sekitar pukul 20.00, mereka kabur melalui pintu belakang. <br /><br />Di perjalanan kabur, keduanya bertemu dengan masyarakat yang kemudian mengantarkan mereka ke Polsek Singkawang Selatan. Setelah mengalami pemerikasaan, pada sore hari keesokan harinya, keduanya diantar dan ditampung di Shelter LKBH PeKa Kalimantan Barat di Singkawang. <br /><br />Dua remaja putri itu bersepupu. Masing masing bernama Lidia Ayang (17) dan Meisin (14). Mereka kabur karena Sri berencana akan membawa mereka ke Malaysia sebagai tenaga kerja. Belakangan diketahui, Sri merupakan rekanan bibik mereka sendiri, Vina.<br /><br />Aksi dua putri ini dilakukan pada Senin malam, tanggal 11 Januari 2010. Aksi itu dilakukan sebelum keduanya diberangkatkan ke Malaysia pada Selasa dini hari. Keduanya akan berangkat menggunakan bis dari Kota Singkawang menuju Malaysia, melalui Entikong. <br /><br />Kaburnya Lidia dan Meisin menjadi awal cerita terungkapnya kasus trafficking serta kekerasan pada anak diawal tahun 2010. <br /><br />*** <br />Selasa (12/1). Paginya sekitar jam sembilan. Tidak begitu cerah. Matahari terbungkus awan tak begitu hitam. Sesekali hujan gerimis turun. Lidia Ayang, Rosita Ningsih, Meisin, duduk berbaris pada kursi-kursi di sebuah pondok kecil. Pondok beratap daun dan tanpa dinding. <br /><br />Pondok itu terletak di Belakang Shelter Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Perempuan dan Keluarga (Peka) Kalimantan Barat. Shelter itu milik Rosita Ningsih. <br /><br />Tiga orang perempuan ini di kelilingi tujuh wartawan daerah dan nasional. Mereka adalah Ari (RRI), Jack (Trans TV), Ody (Pontiaak Post, Ova (Equator), Hermanto (TVR), Hendra dan Jamadin (Tribun Pontianak), dan saya Mujidi dari Borneo Tribune. <br /><br />“Mujidi bu dari Borneo Tribune,” saya bersalaman dan memperkenalkan diri pada Rosita Ningsih. Perkenalan juga dilakukan teman lainnya.<br /><br />Pagi itu, wajah Lidia tidak begitu ceria. Tidak seceria baju kaos putih yang ia gunakan. Wajahnya terus saja tertunduk. Dia seakan hanya ingin menatap lantai papan. Matanya berkaca-kaca, Lidia menangis. Kontras dengn Meisin. Dia sesekali melemparkan senyum ke arah orang orang yang mengelilinginya. Sebagai orang yang mendampingi, Rosita Ningsih tampil begitu rapi. Pakaian serba ungu digunkannya pada pagi itu. <br /><br />“Silahkan diwawancara. Saya memperbolehkan karena saat ini mereka menjadi tanggung jawab saya,” kata Rosita membuka pembicaraan.<br /><br />Pertanyaan pertanyaan pendek dilontarkan wartawan. Pertanyaan itu terlebih dahulu diarahkan pada Lidia. Bila dirangkung, semua pertanyaan itu terkait denga kronologis kasus yang ia alami sebagai korban trafficking. <br /><br />Lidia mulai bercerita. Lidia menjawab seadanya. Seakan menirukan pertanyaan yang didapat, Lidia juga menjawab dengan kata yang pendek-pendek. Lidia tercatat sebagai warga Kabupaten Kapuas Hulu. Di sana ia tinggal bersama kedua orang tua dan lima saudaranya di Dusun Jongkong RT 01 Kelurahan Jongkong Kecamatan Bika. <br /><br />Lidia meninggalkan rumah orang tuanya pada tanggal 4 Januari. Ia meniggalkan rumah Bersama Deris. Deris paman Lidia. Abang kadung sang ayah. Oleh Deris, Lidia dijanjikan untuk bekerja di Singapura. <br /><br />”Saya ikut paman karena orang tua ngizinkan,” kata Lidia. <br /><br />Gadis yang hanya tamat Sekolah Dasar ini meninggalkan rumah bersama Deris sekitar pukul 08.00 pagi. Mereka beranggkat menggunakan bis. Pada malam harinya, Lidia bersama Deris sampai di Mandor.<br /><br />Mandor merupakan Kota kecamatan di Kabupaten Landak. Rumah yang dituju Deris dan Lidia di Mandor adalah Rumah Deris sendiri. Di rumah pamannya itu, Lidia tinggal selama dua hari.<br /><br />Pada hari ke tiga, Lidia berangkat ke Kota Singkawang. Kali ini, dia bersama Sri warga Singkawang dan memilki sebuah rumah di sana. Dan di rumah Sri ini Lidia akan menginap. Sri juga yang bakal membawa Lidia ke Malasysia. <br /><br />Dari Sri, Lidia baru mengetahui bahwa dia akan diberangkatkan ke Malaysia. Awalnya, Sri meminta pada Lidia untuk menyiapkan semua persyaratan membuat paspor. Kemauan Sri ditolak Lidia. Sri memaksa. <br /><br />“Saya disuruh bikin paspor. Saya tidak mau, tapi dipaksa,” kata Lidia.<br /><br />Lidia sempat bertanya kepada Sri manfaat tentang penggunaan paspor itu. Sri tidak mau menjawab, Lidia menangis. <br /><br />“Karena saya nangis, mereka baru bilang paspor itu untuk bekerja di Malaysia,” terang Lidia.<br /><br />Lidia menangis lagi. Lidia minta pulang ke kampung halamannya. Keinginan Lidia di tolak Sri. Lidia kemudian menelpon Deris di Putusibau. Katanya, Deris akan melaporkan tindakan Sri itu ke Polisi.<br /><br />“Saya takut pergi sama orang tak dikenal. Mau bilang sama om Deris, tapi tidak berani,” kata Lidia.<br /><br />Senin malam (11/1), rasa takut Lidia semakin menjadi. Terlebih pada Selasa dini hari, dia akan diberangkatkan ke Malaysia. Dengan tekad yang kuat, Lidia memilih jalan untuk melarikan diri dari rumah.<br /><br />”Lalu saya kabur lewat pintu belakang rumah ibu Sri. Itu sekitar jam delapan malam,” cerita Lidia. <br /><br />Kalau awal cerita Lidia ke Malaysia atas ajakan pamannya Deris untuk ke Singapura. Cerita akan perginya Meisin berawal dari pertengkarannya dengan ibu yang melahirkannya.<br /><br />Meisin tidak mengetahui persis hari pertengkarannya dengan sang ibu. Pertengkaran itu karena ibunya tidak memperbolehkan dia untuk berpacaran. Peristiwa itu terjadi di rumah yang mereka tinggali bersama di RT 04 RW 06, Setebar, Kecamatan Mandor Kabupaten Landak.<br /><br />”Mamak marah saya pacaran. Katanya karena saya masih sekolah,” kata Meisin yang baru duduk di kelas satu pada sebuah SMA di Mandor. <br /><br />Meisin kemudian minggat ke rumah kakek. Di rumah kakek, dia bertemu dengan Vina. Pada Vina, Meisin menceritakan masalahnya. Oleh Vina, Meisin di ajak ke Malaysia. Di sana Meisin akan dipekerjakan di sebuah Salon. <br /><br />”Asal bisa minggat, saya mau saja,” kata Meisin. <br /> <br />Vina adalah bibik Meisin dari garis ibu, Vina juga istri dari Deris. <br /><br />”Mamak tidak tahu kalau bibik mau bawa saya ke Malaysia,” terang Meisin. <br /><br />Kemudian, Meisin bersama Vina berangkat ke Singkawang. Tujuan mereka adalah rumah Sri yang terletak di Sijangkung. Untuk berangkat ke Malaysia, Meisin sudah mempersiapkan segalanya, termasuk paspor.<br /><br />“Saya sudah ada paspor. Karena saya pernah pergi ke Malaysia (Kuching).” <br /><br />Namun keinginan Meisin untuk berangkat ke Malaysia itu diurungkan. Niat yang sebelumnya kuat, menghilang. Perasaan untuk minggat itu berubah ingin pulang ke kampung halaman.<br /><br />”Saya ndak jadi pergi karena liat kak Ayang menangis dan minta pulang.” kata Meisin. <br /><br />”Sayapun ikut kak Ayang lari,” aku Meisin.<br />“Kami lari lewat pintu belakang,’ ujar Meisin menjelaskan. <br /><br />***<br /><br />Lidia dan Meisin untuk sementara waktu tinggal di Shelter LKBH PeKa. Mereka akan meninggalkan Shelter itu bila kedua orang tua msing masing atau pihak keluarga lainnya Menjemput. <br /><br />Lidia dan Meisin tidak sabar lagi menunggu jemputan. Keduanya merasakan sangat rindu untuk bertemu kedua orang tua, dan juga kakak dan adik yang ditinggalkan. Terlebih, jauh dari orang tua itu bari kali pertama dirasakan.<br /><br />”Rindu bang dengan mamak dan bapak.” <br /><br />”Baru ini saya jauh dari mamak, Saya ndak mau lagi, saya mau kerja di kampung jak,” kata Lidia berulang-ulang.<br /><br />Karena rindunya sama orang tua, wajah sang ibu selalu terbayang. Bayangan itu semakin dekat saat akan tidur malam.<br /><br />”Saya seperti lihat mamak. Saya sangat rindu,” katanya lagi.<br /><br />Bukan hanya dengan ibu dan ayah, rindu kepada adik dan kakak juga dirasakan. Terlebih adiknya itu baru berusia empat tahun dan sedang lucu-lucunya.<br /><br />”Adik saya paling kecil baru empat tahun, saya rindu dengan dia,” ujar Lidia. <br /><br />Rasa ingin pulang dan rindu sama orang tua juga dirasakan Meisin. Meisin berkali-kali menjawab dengan kata kangen dan diiringi anggukan kecil. <br /> <br />“Saya kangen sama mamak.”<br /><br />Meisin tidak mau berpisah dengan orang tuanya. Karenanya Meisin berjanji tidak akan berpacaran. Itu akan ia lakukan apabila ibunya memberikan izin. <br /><br />”Tunggu kalau mamak bilang boleh,” kata Meisin.<br /><br />Dari kejadian yang menimpanya itu, Meisin dan Lidia sama-sama merasa jera. Keduanya seakan sepakat untuk mengatakan tidak mau bila diajak untuk bekerja di luar negeri.<br /><br />”Kapok bang,” kata Mereka hampir bersamaan.<br /><br />***<br /><br />Polisi bertindak cepat. Berdasarkan keterangan Lidia dan Meisin, pencarian terhadap calon tersangka dilakukan.. Hasilnya, dalam waktu tiga hari, dua tersangka diamankan mereka adalah Sri (40) dan Vina (49). Sri ditangkap pada 11 Januari. Sementara Vina datang menyerahkan diri ke Polisi pada dua hari kemudian.<br /><br />Di Polsek Singkawang Selatan, kami hanya bisa menemui Vina. Untuk Sri sudah dititipkan di Lapas Kelas II B Kota Sngkawang.<br /><br />Saat kami temui di ruangan Kapolsek Singkawang Selatan, Vina begitu tenang. Kepala, punggung, serta pinggangnya tegak mengikuti sandaran kursi pelastik berwarna hijau yang ia duduki pada siang itu, Rabu (13/1).<br /><br />Kedua matanya acap kali dipejamkan. Terkadang ia diam. Dia seakan-akan tidak mendengar apa yang ditanyakan padanya. <br /><br />”Tanyakan jak ke suami saya.”<br /><br />Itulah salah satu jawaban yang Vina sampaikan saat kami bertanya prihal yang terjadi pada Lidia Ayang. Suami yang dimaksud Vina adalah Deris. Deris paman Lidia. Deris yang membawa Lidia dari Putusibau ke Mandor. <br /><br />Pembicaraan soal Lidia mentok. Selanjutnya, pembicaraan kami arahkan ke Meisin. Korban yang langsung ditangani Vina.<br /><br />”Meisin keponakan saya,” kata Vina menjelaskan.<br /><br />Vina membawa Meisin atas persetujuan orang tua Meisin sendiri. <br /><br />“Mamaknya bilang, bawa jak ke Malaysia,” kata Vina menirukan perkataan ibu Meisin.<br /><br />Kata Vina, restu orang tua untuk membawa Meisin berawal dari pertengkaran yang terjadi antara Meisin dengan ibunya. Karena pertengkar itu, Meisin kabur ke rumah tetangganya. Dan tentangganya itu adalah kakeknya Meisin sendiri.<br /><br />”Di rumah kakeknya itu saya bertemu dengan dia,” kata Vina menjelaskan awal pertemuannya dengan Meisin.<br /><br />Perteuannya dengan Meisin membuat Vina teringat dengan bosnya di Malaysia. Bosnya itu minta dicarikan tenaga kerja wanita untuk diperkerjakan di sebuah pabrik roti.<br /><br />”Saya mau Meisin yag menggantikan saya kerja di sana. Saya sudah bekerja sejak tiga tahun yang lalu,” ujar Vina.<br /><br />Vina mengaku, Meisin bersedia dengan pekerjaan yang dia tawarkan. <br /><br />”Kerja di sana, dia akan mendapatkan gaji sebesar 500 sampai 700 ringgit perbulan,” kata Vina menyebutkan besaran gaji yang bakal diteriman Meisin.<br /><br />Karena Meisin bersedia. Vina kemudian membawa Meisin ke rumah Sri di Singkawang. Bersama Sri inilah nantinya Meisin bersama Linda akan berangkat ke Malaysia.<br /><br />”Dia akan berangkat bersama ibu Sri, karena ibu Sri ingin berangkat ke Malaysia,” kata Vina menjelaskan.<br /><br />Bila berhasil merekrut tenaga kerja, Vina akan mendapatkan imbalan. Imbalan itu akan ia peroleh bila Lidia dan Meisin telah sampai ke Bos atau Tauke yang meminta.<br /><br />”Saya mendapatkan imbalan sebesar satu juta rupiah. Imbalan itu akan dititipkan melalui ibu Sri,” terang Vina. <br /><br />Vina menolak bila dituduh menjual keponakan. Dia bahkan mengaku tidak mengetahui bahwa tindakannya telah melanggar aturan.<br /><br />”Saya tidak tahu kalau ini salah,” katanya.<br /><br />Selama ini Vina berpikir hanya ingin membantu perekonomian keluarga. Vina berpikir bagaimana mencarikan kerja untuk orang yang membutuhkan.<br /><br />”Dari pada nganggur di rumah, lebih baik kerja di Malaysia,” kata Vina lagi.<br /><br />Vina juga menolak bila dia dituduh berniat mempekerjakan keponakannya di sebuah Salon di Malaysia. <br /><br />”Itu tidak banar. Saya ingin kerjakan dia di pabrik, bukan di Salon,” Vina menyampaikan bantahannya.<br /><br />***<br />Apa yang dikatakan Vina soal tempat pekerjaan yang akan diberikan pada Lidia dan Meisin bertentangan dengan keterangan Sri. <br /><br />Sri saya temui di ruang pemeriksaan Lapas Kelas II B Kota Singkawang, Senin (18/1). Wajahnya terlihat pucat dengan sorot mata yang begitu lemah. <br /><br />“Saya baru habis sakit. Badan saya baru terasa nyaman dalam satu hari ini,” kata Sri memberikan penjelasan.<br /><br />Sri mengatakan, Lidia dan Meisin merupakan titipan Vina. Vina meminta Lidia dan Meisin untuk dibawa ke Malaysia.<br /><br />“Dua anak itu keponakan Vina. Vina minta bantuan saya untuk membawanya. Karena kebetulan, saya juga rencananya akan Malaysia,” kata Sri memberikan penjelasan. Sri sendiri mengaku telah bekerja di Malaysia kurang lebih tiga tahun sebagai ibu rumah tangga. <br /><br />“Sampainya di Malaysia, Vina meminta saya menyerahkan Lidia dan Meisin kepada bosnya,” kata Sri. <br /><br />Menurut Sri, Vina meminta untuk menyerahkan Lidia dan Meisin ke seorang ‘bos’ dan akan dipekerjakan di sebuah Salon. Dan di Salon itu, kedua anak tersebut akan mendapatkan gaji masing masing 500 ringgit. <br /><br />Sri mengatakan, Vina juga meminta bantuannya untuk mengurusi segala pembiayaan untuk pemberangkatan ke Malaysia. Semua itu dihitung kemudian apabila sang anak sudah sampai ke tanagn bos yang dimaksud Vina.<br /><br />‘Untuk biaya, kemungkinan akan menghabiskan dana sebesar seribu ringgit, mulai dari biaya paspor dan transportasi hingga ke tempat tujuan,” jelas Sri. <br /><br />“Dari seribu ringgit itu, saya rencananya akan memberikan ke Vina sebesar satu juta rupiah,” ujar Sri.<br /><br />Tapi, perhitungan biaya transfortasi dan imbalan untuk Vina gagal dipenuhi karena dua anak yang akan dibawa ke Malaysia keburu melarikan diri.<br /><br />“Saya belum dapat apa apa. Untuk mengurus dua anak itu saya telah menghabiskan biaya sebesar satu juta rupiah,” kata Sri. <br /><br />Khusus untuk Meisin, Sri mengaku telah mendapatkan persetujuan dari kedua orang tua korban. Persetujuan itu Sri dapatkan melalui pembicaraannya di telepon genggam, dan bertemu langsung dengan ayah Meisin yang datang ke Kota Singkawang.<br /><br />“Saya pernah berbicara langsung dengan ibu Meisin. Dan ibunya bersedia agar Meisin di bawa ke Malaysia. Di Singkawang saya ketemu bapak Meisin. Dan bapaknya juga menyetujui bila Meisin dibawa ke sana,” jelas Sri.<br /><br />Kata Sri, persetujuan orang tua untuk membawa Meisin itu bertujuan untuk mendidik Meisin sendiri. Kata Sri, oleh orang tuanya, Meisin dianggap anak yang nakal dan suka membantah orang tuanya sendiri.<br /><br />“Bawa jak ke Malaysia. Biar dia bisa belajar. Sebulan kemudian, kami akan melihat dia ke sana,” kata Sri menirukan perkataan ayah Meisin. <br /><br />***<br />Pria itu duduk tenang di kursinya. Baju kebesaran kepolisian yang melekat di badan membawa pria itu tampil beda di ruangan. Dia adalah Ajun Komisaris Polisi (AKP) Suhar.<br /><br />Saya bersama rekan lain menemuinya di sebuah ruangan berukuran tiga kali empat meter pada Rabu (13/1). Ruangan itu ruang kerjanya sebagai Kapolsek Singkawang Selatan. <br /><br />”Ada apa ini ramai-ramai,” katanya menyambut kedatangan kami<br /><br />”Konfirmasi masalah kemarin, masalah trafickiking, Dan,” kami menjelaskan. Trafficking merupakan satu dari sembilan atensi Polri yang harus ditangani semua jajaran kepolisian.<br /><br />Setelah semua siap. Kami siap dengan peratalan kami masing-masing sebagai wartawan, dan AKP Suhar siap dengan berkas hasil penyelidikan. Perbincangan berupa wawancara ituun dimulai.<br /><br />”Dalam kasus ini, kami telah menahan dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Dia adalah Sri dan Vina,” kata Suhar membuka pembicaraan. <br /><br />Untuk tersangka Sri telah kita titipkan di Lapas Kelas II B Kota Singkawang. Sementara untuk Vina, sementara waktu masih di tahan di Polsek Singkawang Selatan. <br /><br />”Untuk Vina ada di sini, silahkan di wawancara nanti,” kata Suhar memperjelas. <br /><br />Kaplosek mengatakan, penangkapan dua tersangka itu tidak terlepas dari peran masyarakat yang menginformasikan kepihak kepolisian. <br /><br />“Kita akan tetap proses sesuai aturan yang berlaku,” jelas Suhar. <br /><br />Suhar menegaskan, kepolisian akan tetap berkomitmen terhadap kasus yang menjadi atensi Kapolri. Kapolsek juga mengimbau kepada masyarakat, <br /><br />Suhar menerangkan, dua tersangka itu akan dijerat UU nomor 21 tahun 2007 tentang trafficking. Ancaman hukuman 3 sampai 15 tahun penjara dan denda Rp. 120 juta hingga Rp 600 juta. Tersangka juga dikenakan UU RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, karena keduanya masih di bawah umur<br /><br />”Untuk korban, sementara waktu telah kita titipkan di Shelter LKBH PeKa. Keduanya dalam dampingan ibu Rosita Ningsih,” jelas Suhar.<br /><br />Direktur LKBH PeKA Singkawang, Rosita Ningsih, mengatakan siap untuk mendapingi korban, Lidia dan Meisin.<br /> <br />”Kami siap mendampangi korban hingga perkara ini digelar di persidangan,” kata Rosita menjelaskan. <br /><br />Rosita mengaku, banyaknya pengungkapan kasus trafficking di Singkawang merupakan hasil kerja pihak kepolisian. Rosita berharap, kinerja baik polisi itu dapat ditiru pihak pengadilan.<br /><br />”Jangan sampai hukuman untuk tersangka begitu ringan. Kita akan giring dari kepolisian sampai ke pengadilan,” kata Rosita.<br /><br />“Sebagian besar, keputusan kasus trafficking di Singkawang tidak memuaskan,” terang Rosita. <br /><br />Rosita menegaskan, kasus yang dilamami Lidia dan Rosita masuk dalam kategori tindak pidana trafficking. Kasus Lidia dan Meisin ini merupakan kasus pertama untuk tahun 2010.<br /> <br />“Ini yang pertama kalinya pada tahun 2010 di Singkawang,” kata Rosita.<br /><br />Menurut dia, dengan adanya dua korban ini, maka jumlah korban yang ditampung di Shelter menjadi delapan orang. <br /><br />“Tiga diantaranya masih sekolah,” terang Rosita.<br /><br />Rosita mengatakan, untuk tahun 2009 lalu, LKBH PeKa telah menangani sebanyak 65 kasus di wilayah Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang, dan Kabupaten Sambas. Kasus kasus itu semua terjadi pada wanita. Dan sebagian besar adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).<br /><br />***<br />Kasus yang dialami Lidia dan Meisin membuat risih perempaun satu ini. Dia saya temui di ruang kerjanya. Nada bicaranya penuh dengan semangat keibuan. Halus dan terdengar bijaksana. Perempuan itu adalan Bona Ventura. Dia adalah Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Keluarga Berencana di Pemerintahan Kota Singkawang. <br /><br />“Kasihan mereka. Mereka harus kita tolong,” kata Bona menanggapi kasus yang telah tersebar melalui media itu. Bona kami temui di ruang kerjanya, Senin (18/1).<br /><br />‘Ini kasus trafficking pertama pada tahun 2010 yang terjadi di Singkawang. Juga yang pertama di Kalimantan Barat,” ucap Bona.<br /><br />Pencegahan dan penghapusan trafficking telah menjadi tanggungjawab bersama. Dengan kebersamaan, permasalahan itu akan mudah untuk diselesaikan.<br /><br />“Untuk menyelesaikan permasalahan ini, kami dari Pemerintah harus berada di depan,” tegas Bona. <br /><br />Upaya untuk penghapusan trafficking terus dilakukan. Diantaranya dengan gencar melakukan sosialisasi ke seluruh masyarakat. Sosialisasi itu berupa seminar dengan mengundang beberapa elemen.<br /><br />“Dalam sosialisasi itu juga dipaparkan Undang Undang yang mengatur trafficking dan Undang Undang perlindungan anak. Dalam sosialisasi itu kita juga menyampaikan sanksi yang akan diterima oleh pelaku trafficking,” terang Bona. <br /><br />Bukan hanya sosialisasi. Untuk mendukung penghapusan trafficking di Kota Singkawang, Walikota Singkawang mengeluarkan Surat Keputusan Walikota Nomor 72 Tahun 2009, Tentang Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A).<br /><br />Kata Bona, pengurus P2TP2A itu diantaranya bertugas untuk menfasilitasi perempuan dan anak dalam upaya meningkatkan kemampuan, keterampilan perempuan. Melakukan pemantauan dan konseling bagi perempuan dan anak korban tindak kekerasan. Melakukan pelayanan medis, medicologi, pendampingan, perlindungan psicososial dan hokum bagi perempuan dan anak korban dari tindak kekerasan. Serta menyediakan sarana dan prasarana pendukung bagi perempuan dan anak korban tindak kekerasan. <br /><br />“Kami merasa sosialisasi dan pembentukan P2TP2A tidak cukup untuk penghapusan trafficking. Karenanya kami merumuskan beberapa program prioritas untuk tahun 2010,” kata Bona.<br /><br />Langkah prioritas yang akan dilakukan Bona adalah dengan mengajukan draf Raperda Trafficking ke DPRD Kota Singkawang. Diharapkan Draf itu disetujui dan disahkan menjadi Perda pada tahun pengajuan. <br /><br />“Kami berharap, draf Raperda itu ditanggapi serius oleh DPRD untuk disahkan menjadi Perda,” ujar Bona.<br /><br />Perda trafficking dimaksudkan untuk menjadi dasar yang kuat untuk penghapusan trafficking di Kota Singkawang. Dengan Perda itu, para pelaku trafficking menjadi jera. <br /><br />“Selain berdasarkan UU Nomor 21, kita berharap Perda trafficking menjadi salah satu dasar bagi kita untuk menjerat pelaku trafficking dengan hukuman setimpal,” terang Bona.<br /><br />Dengan adanya Perda itu, Bona berpandangan bahwa kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya akan mengalami penurunan. Menurut Bona, berdasarkan data yang ia terima, angka kekerasan terhadap perempuan di Singkawang mengalami penurunan. Kekerasan teradap perempuan itu meliputa, Kekerasan Dalam rumah Tangga (KDRT), Trafficking, Kekerasan terhadap Peempuan, dan Kekerasan Terhadap Anak.<br /><br />Bona perpegang pada data tiga lembaga. Untuk data pertama ia peroleh dari Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kalimantan Barat. FKPSM mencatat, data kekerasan pada perempuan di tahun 2007 sebanyak 99 kasus. Untuk tahun 2008, organisasi yang dipimpin Maya Satrini ini mencatat terjadinya penurunan, yakni 97 kasus. Khusus untuk kekerasan pada anak, FKPSM mencatat pada tahun 2008 terjadi 16 kasus.<br /><br />Data dari LKBH PeKa Kalimantan Barat juga mencatat angka kekerasan terhadap perempuan juga mengalami penurunan setiap tahunnya. Tahun 2007 terjadi 99 kasus, tahun 2008 sebanyak 96 kasus, 2009 sebanyak 35 kasus. Untuk tahun 2010, baru terjadi dua kasus. Dua kasus pada 2010 itu masuk dalam katagori kekerasan terhadap anak. <br /><br />Bila pada dua lembaga itu mencatat terjadi penurunan, data berbeda malah di tujukkan Polres Kota Singkawang. Kata Bona, Dari data kepolisian yang ia peroleh hingga tahun 2008, jumlah kekerasan pada perempuan mengalami peningkatan. Data Polres menunjukkan, kekerasan pada perempuan tahun 2007 sebanyak 14 kasus, dan tahun 2008 sebanyak 88 kasus. Dari kepolisian ini tidak diketahui berapa banyak kasus yang masuk kategori kekerasan pada anak.<br /><br />Dari data tersebut, Bona menilai Kota Singkawang merupakan kota yang setrategis. Kota yang menghubungkan dengan beberapa daerah lain, seperti Landak, Bengkayang, dan Sambas. Dari Kota Pontianak, jarak ke Kota Singkawang hanya berkisar 180 Km. Kota Singkawang juga sebagai kota yang cukup dekat dengan daerah perbatasan, seperti PLB Aruk di Sambas dan PLB jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang. <br /><br />‘Karena setrategis itu, Kota Singkawang dijadikan transit bagi para pelaku trafficking untuk mengamankan korbannya. Dari Singkawang, para korban baru di bawa ke Negara tujuan,” ujar Bona. <br /><br />Selain jarak yang dekat dengan perbatasan, dari segi fasilitas, Bona menilai Kota Singkawang sangat lengkap. Fasilitas itu berupa hotel dan wisma penginapan. <br /><br />“Fasilitas ini membuat aman pelaku membawa calon korban,” ujar Bona.<br /><br />Rini Asmara Dewi, anggota Komisi A DPRD Kota Singkawang ini memandang positif terhadap sosialisasi trafficking yang dilakukan Badan Pemberdayaan Perempuan Kota Singkawang. <br /><br />“Kita menilai itu baik, tapi kurang maksimal,” komentar Rini dengan pengecualian. <br />Menurut Rini, sosialisasi yang dilakukan Badan Pemberdayaan perempuan selama ini hanya menyentuh masyarakat kalangan atas. Sosialisasi itu tidak menyentuh masyarakat kalangan bawah.<br /><br />“Sebaiknya sosialisasikan pada masyarakat kalangan bawah, karena kasus trafficking banyak menimpa masyarakat bawah itu,” terang Rini. Masyarakat kalangan bawah yang dimaksud Rini itu adalah masyarakat miskin harta dan masyarakat miskin ilmu pengetahuan.<br /><br />Di luar maksimal atau tidaknya sosialisasi yang dilakukan, Rini mendukung sepenuhnya rencana pengajuan Raperda Trafficking yang akan diusulkan Badan Pemberdayaan Perempuan.<br /><br />“Kita dukung rencana Raperda itu. Raperda itu menjadi dasar yang kuat untuk menjerat pelaku trafficking,” kata Rini mempertegas.<br /><br />Penghapusan trafficking juga diserukan Sumian. Anggota DPRD yang duduk di Komsisi A ini menilai trafficking menjadi modal hidup untuk para pelakunya. Katanya, para pelaku berkedok mencari pekerjaan untuk korban yang diincarnya. <br /><br />“Korban yang mereka incar adalah mereka yang kurang mampu dan berpendidikan rendah,” kata Sumian.<br /><br />Untuk memperkecil, bahkan menghapus trafficking itu, Sumian berpandangan pemerinah harus gencar melakukan sosialisasi. Senada dengan Rini, Sumian berharap sosialisasi diutamakan untuk warga yang berada di pelosok atau pedalaman.<br /><br />“Yang penting mereka yang dipedalaman. Informasi tentang trafficking itu harus sampai kepada mereka,” terang Sumian.<br /><br />Sumian mengingatkan, untuk menghapus trafficking itu, semua kalangan harus bekerja sama. Kalangan itu mulai dari masyarakat biasa, organisasi masyarakat, kepolisian, serta komitmen Pemerintah.<br /><br />“Bila semua memegang komitmen bersama, menurut saya, trafficking itu dapat dihapus,” kata Sumian menutup pembicaraan. *Tulisan ini telah dimuat di Borneo Tribune, 24 Januari 2010.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-68326069712921037932009-05-31T07:37:00.000-07:002009-05-31T07:48:55.840-07:00Tarian Narokng dan Tembakan Rantako<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SiKWijaq_qI/AAAAAAAAATU/z45XQZ4poKk/s1600-h/Tarian+Narokng.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 400px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SiKWijaq_qI/AAAAAAAAATU/z45XQZ4poKk/s400/Tarian+Narokng.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5341997628381658786" /></a><br />Matahari telah naik begitu tinggi. Rumput telah kering dari siraman embun tadi pagi.<br />Masyarakat keluar rumah, dan bersibuk dengan aktivitasnya masing masing. Mereka begitu ceriah dengan dinaungi langit biru berhiaskan sedikit awan putih.<br /><span class="fullpost"><br /><br />Suasana ceria itulah yang tergambar di lapangan terbuka di Keluarahan Bagak Sahwah. Sejak pagi, masyarakat berkerumun bersama di sana, di sebuah rumah panjang. Rumah kayu dengan beragam lukisan dan ukiran.<br /><br />Rumah itu bernama Rumah Parauman Adat (RPA). Rumah ini milik masyarakat adat Dayak Binuo Garatung Singkawang. Masyarakat dari sub adat Dayak Salako. Di rumah itu akan digelar sebuah ritual adat. <br /><br />“Hari ini kita akan menggelar ritual Ngamau Benih Padi,” kata Ketua Data Binuo Garatungk Singkawang, Simon Takdir. <br /><br />Dalam adat Dayak Salako, Ritual Ngamau Benih Padi biasa dilakukan pada akhir bulan Mei. Atau satu hari sebelum ritual Ngabayotn, yang dilaksanakan pada tanggal satu bulan Juni. <br /><br />Nagmau Benih padi bearti menyambut kedatangan benih padi. Benih padi itu akan didoakan olah para pelaku adapt adapt bersama masyarakat agar mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa (Jubata). Untuk didoakan, benih padi itu di bawah ke halaman RPA.<br /><br />Sebelum penyambutan benih padi (Ngamau Banih Padi), sehari sebelumnya, masyarakat Bino Garatung telah melakukan ritual Ngaap Banih Binuo. Riatual penjembutan benih dari daerah daerah tempat masyarakat dayak bermukim. Rute daerahnya, Mayasopa, Pasar Pakucing, Sendoreng, Rantau, Sibaju, Sagatani, Habang, Sanggau Kulor, Pajintan, Poteng, Taenam, Nyarungkop.<br /><br />Kemudian semua banih yang telah dijemput itu kemudian dimasukkan dalam Angko. Angko adalah rumah kecil yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan benih padi yang telah diperoleh melalui ritual Ngaap Banih Bino. Rumah itu terbuat dari kayu, beratapkan daun. <br /><br />***<br />Dari jauh, terlihat belasan orang penari menyelusuri jalan memasuki lapangan tempat RPA didirikan. Langkah kaki berirama bersama liukan tangan yang gemulai. Wajah berhiasan senyuman. Tidak bosan bila dipandang. <br /><br />Dengan jarak tempuh lebih dari seratus meter. Para penari itu tidak terlihat letih. Padahal para penari itu tidak lagi muda. Bila diterka, umar mereka di atas tiga puluh atau empat puluh tahun. Para pernari itub terdairi dari kaum wanita dan pria.<br /><br />“Tarian ini oleh kami diberi nama tarian Narokng,” kata Hendri, salah seorang masyarakat dayak yang tegabung dalam Binuo Garatungk.<br /><br />Tarian Narokng bertujuan untuk mengiringi Angko yang dibawa oleh penari pria. Angko itu kemudian diletakkan di halaman RPA. Di atas RPA, telah bersiap para pemuka adat yang bertugas untuk memanjatkan doa. Di natara orang itu terdapat beberapa barang untuk pemujaan, seperti ayam, arak, tuak, cucur, lemang, dan beberapa barang laiinya. <br /><br />Belum selesai pemanjatan doa dilakukan, beberapa meter dari lokasi terdengar ledakan. Walau tidak begitu besar, suaranya cukup mengganggu pendengar walau sesaat. Suara itu bersal dari mulut meriam berbentuk kecil yang sengaja dinyalakan.<br /><br />‘Ledakan itu sebagai petanda bahwa pemanjatan doa telah dilakukan. Itu namanya tembakan Rantako,” kata Hendri lagi.<br /><br />Dengan suara tembakan Rantako, ritual adapt telah selesai. Dengan acara itu, masyarakat adat optimis dengan musim tangan yang akan datang. Doa terpanjat, dengan harapan, Jubata memberkahi penanaman. </span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-22612321533177086702009-05-31T07:28:00.000-07:002009-05-31T07:35:48.643-07:00Buis Bantatn Untuk ‘Jubata’<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SiKVm0kKtJI/AAAAAAAAATM/UmNuLA4JSck/s1600-h/DSC03225.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 300px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SiKVm0kKtJI/AAAAAAAAATM/UmNuLA4JSck/s400/DSC03225.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5341996602192737426" /></a><br />Gawe naik dango merupakan bentuk rasa syukur masyarakat dayak kepada Jubata atau Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya pada para petani dalam mengelolah lahan pertanian, khususnya hasil berladang. Dalam naik dango, kerap kali diramaikan dengan kegiatan presembahan. <span class="fullpost"><br /><br />Ketua Dewan Adat Dayak Kota Singkawang, Aloysius Kilim mengatakan, dalam Dayak Kanayant, acara persembahan dikenal dengan buis bantatn. Buis bantatn ini berupa seperangkat bahan persembahan yang disajikan yang diperuntukkan kepada tuhan. <br /><br />Untuk memperkenalkan kepada warga, ritual buis bantatn ini dipergakan dalam acara penutupan naik Dango Kota Singkawang, Rabu (27/5).<br /><br />Buis bantatn itu diikuti semua paguyuban. Masing masing paguyuban membawa barang sesembahannya. Kemudian, semua berkumpul menjadi satu untuk mengikuti ritual ayng dipimpin oleh seseorang yang telah dipercayai. <br /><br />Buis bantatn merupakan satu dari puluhan bahkan ratusan istilah. Dikatakan, masing masing suku dayak memiliki istila tersendiri. Akan tetapi, perbedaan istilah tidak mengubah substansi dan tujuannya sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada hambahNya. <br /><br />Sesuai kepercayaan masyarakat dayak, barang barang yang kerap kali disajikan untuk dipersembahkan itu terbagi dua. Pertama, dikenal dengan kepala buis, ke dua lebih dikenal dengan bobotn manuk.<br /><br />Kepala buis berisikan, panekng unyit mata beras atau beras yang dicampur dengan kunyit. ai’ ka solekng atau air dalam bamboo, ai’ basasah nyangkama’ buis supaya ame babadi ba mangka’ baik kapayangahatn mau pun ka diri’ semua, yang dalam bahasa Indonesia bearti air untuk membersihkan semua agar upacara adapt tidak berefek negative bagi imam dan warga lainnya. <br /><br />Kepala buis juga berisi baras atau bantatn, adalah sebagai pangalap, mataki jubata nang mao disaru’. Menjemput dan memberitahu kepada yang Maha Kuasa untuk dapat menghindari pesta yang diselenggarakan. <br /><br />Beras sasah, beras dicampur ai’, yang tujuannya nyasah kata nang cabar atau ina’ sinunuh, membersihkan mungkin ada kata kata warga yang salah dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. <br /><br />Langir minyak juga menjadi bagian kepala buis. Kulit langir yang dicampur minyak makan yang bertujuan meminta palaju’, palayo’ supaya pakarajaatn berhasil. Artinya kulit buah langir dicampur minyak makan yang bertujuan agar yang dikerjakan membawa keberhasilan.<br /><br />Dalam buis bantatn juga terdapat tapukng tawar, tujuannya kade’ diri’ mengalami kecelakaan, misalnya luka terkena benda tajam. Luka itu kemudian ditawari dengan tepung tawar.<br /><br />Untuk babotn manuk berisikan angkak yang terdiri dari tuju rusuk babont. Ada juga sigah, bamapm, kobet, karama panyangahatn, serta yang terakhir adalah rangkakng manok dan ati manok.<br /><br />Semua sesjian yang akan dipersembahkan dimasukkan dalam satu wadah. Kebanyakan, wadah yang dipergunakan adalah nyiru’ atau tampi’. Setelah semua siap, semua yang dipersembahkan itu dibacakan atau dibekali dengan mantara atau doa doa yang dilafalka oleh seseorang yang dipercaya. (Mujidi, Borneo Tribune)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-72125632699365685312009-02-06T20:09:00.000-08:002009-02-06T22:02:56.174-08:00Tulisan Khusus Blogku Tercinta<span style="font-weight:bold;">Tuntutan Pada Hasan Karman "Tugu Naga Atau Letakkan Jabatan"</span><span style="font-style:italic;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0XnvxB6kI/AAAAAAAAATE/Yya2yOYzM-A/s1600-h/DSC01825.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 300px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0XnvxB6kI/AAAAAAAAATE/Yya2yOYzM-A/s400/DSC01825.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299918308089391682" /></a><br />Kabar ini awalnya kutulis untuk surat kabar tempat aku menyajikan pemberitaan. Kuupayakan berita ditulis berimbang. Semua narasumber yang berkaitan aku kutip. Aku pikir, tidak ada diskriminasi atau pengekangan pendapat. Namun kerana apa, kabar yang aku tulis itu ‘belum’ kunjung diterbitkan. Aku berusaha mencari penjelasan. Jawaban aku dapatkan, namun jawaban yang aku terima tidak memuaskan.<span class="fullpost"><br /><br />Karena aku hanya sebagai “kuli tinta” di perusahaan itu, aku jadi sadar mengapa berita itu ‘terhalang’. Saat ini aku hanya bisa berfikiran positif ada yang ‘salah’ dalam tulisan itu. Dan tulisan itu hanya aku peruntukkan dalam blogku. Blog tidak pernah marah, dan blog tidak pernah kuasa untuk menerima beragam macam tulisan, baik hujatan ataupun tulisan yang sarat dengan pujian.<br /></span><br /><br /><span style="font-weight:bold;">Oleh: Mujidi</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0RGIuwasI/AAAAAAAAASM/GViw8z-3-og/s1600-h/Demo+3.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 320px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0RGIuwasI/AAAAAAAAASM/GViw8z-3-og/s320/Demo+3.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299911133605423810" /></a><br /><br />Pagi Jumat, minggu pertama bulan Februari, cuaca cerah menyelimuti bumi Kota Singkawang. Singkawang terletak sebelah utara,kurang lebih 180 KM dari Kota Pontianak Kalimantan Barat. Dari Salah lokasi dipinggiran kota 'Amoy' itu,tepatnya di halaman gedung Juang jalan Alianyang telah berkumpul ratusan massa. Beragam pakaian mereka pakai, beragam tanda mereka gunakan. Dan dirombongan massa itu, tanda yang ketara aku lihat hanya lilitan kain kuning di tangan atau dengan sengaja diikatkan di kepala. <br /><br />Dalam kumpulan massa tidak anak kecil, tidak ada wanita. Mereka semua pria berusia rata-rata belasan hingga puluhan tahun. Di tengah massa terlihat kendaraan roda dua dan roda empat terbuka. Pada kendaraan roda empat itu, terpasang beragam bendera. Mereka adalah perkumpulan-perkumpulan oraganisasi masyarakat yang mengatasanakan Aliansi Masyarakata Peduli Kota Singkawang.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0SJUQlwFI/AAAAAAAAASU/VyDBcK6Rr28/s1600-h/Demo+1.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 320px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0SJUQlwFI/AAAAAAAAASU/VyDBcK6Rr28/s320/Demo+1.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299912287751356498" /></a>Massa bekumpul selama dua jam, dan tepat pukul 09.00 bersama-sama berangkat menuju Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD) Kota Singkawang di Jalan Firdaus. <br />Sepanjang jalan, yel-yel tuntutan diteriakkan. Tak jarang teriakan-teriakan berisikan hujatan yang “tidak layak” untuk dikeluarkan. Terlebih dikeluarkan oleh orang yang percaya dengan agama dan tuhan. Yel-yel itu mayoritas berisikan tuntutan agar Hasan Karman, meletakkan jabatannya sebagai walikota.<br /><br />Hasan Karman walikota kedua di bumi Kota Singkawang. Ia dengan wakilnya H. Edy R. Yacoub, menggantikan kedudukan walikota sebelumnya, Awang Ishak. Hasan Karman naik dengan peroses demokrasi yang telah dibangun di bumi Indonesia sejak orde reformasi digulirkan. Hasan Karman dilantik 17 Desmber 2007 yang lalu. <br /><br />Keberadaan Hasan Karman saat itu mendaptakan sorotan. Ia sebagai walikota pertama di Indonesia dari etnis Thionghoa. Sebagai putra asal, diharapkan pembangunan di Kota Singkawang bisa semakin bertambah. <br /><br />Setahun berjalan dalam memimpin Singkawang, banyak kebijakan yang telah ia cetuskan. Untuk menjalankan kebijakan itu, tidak jarang banyak ditemukan pertentangan. Termasuklah pertentangan dalam membangun tugu naga di Kota Singkawang. <br /><br />Prihal pembangunan tugu naga inilah yang menimbulkan reaksi keras sebagian warga, yang untuk pertama kalinya berisikan Hasan Karman harus meletakkan jabatannya sebagai pimpinan tertinggi di daerah tingkat dua.<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0ULIcSZeI/AAAAAAAAASk/y9D9hSOU9ho/s1600-h/Demo+4.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 300px; height: 400px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0ULIcSZeI/AAAAAAAAASk/y9D9hSOU9ho/s400/Demo+4.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299914517962188258" /></a>Tugu Naga dibangun sejak bulan November 2008 yang lalu di persimpangan Jalan Kepol Mahmud Jalan Niaga. Pembangunan tugu naga itu atas partisipasi salah seorang masyarakat Singkawang yang bersedia memberikan dana pembangunan. Oleh sebagian kalangan pembangunan tugu naga itu mendapatkan tantangan dari berbagai kalangan, termasuk dari Front Pembela Islan (FPI) yang baru terbentuk di Kota Singkawang.<br /><br />Saat itu, FPI memulai penolak dengan memberikan komentar melalui media massa dan kemudian berujung pada aksi unjuk rasa di lokasi tugu naga pada 5 Desember 2008. aksi FPI membuahkan hasil, pembangunan tugu naga dihentikan setelah pihak kepolisian mebangbil alih dan memintah pada pemerintah agar pembangunan tugu naga itu, untuk sementara dihentikan.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0S2Nqgk7I/AAAAAAAAASc/woBvaInL7uE/s1600-h/pertemuan+(1).JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0S2Nqgk7I/AAAAAAAAASc/woBvaInL7uE/s320/pertemuan+(1).JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299913059075134386" /></a>Tanggal 27 Januari, atas rekomendasi walikota Singkawang, pembangunan tugu naga kembali dilanjutkan. Sebelum rekomendasi itu dikeluarkan, pertengahan Januari 2009, dilakukan pertemuan berupa sosialisasi bahwa pembangunan tugu naga itu akan dilanjutkan. Pertemuan itu dilakukan di Aula Bapeda Kota Singkawang dengan dihadiri Hasan Karman, Edy R. Yacoub, Polres Kota Singkawang, Subnedi, Kejari Kota Singkawang, Samsuri, dan para tokoh, dan pemuka agama, dan pemuka masyarakat di Kota Singkawang.<br /><br />***<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0VaedBBZI/AAAAAAAAASs/cwUlvFm2kj8/s1600-h/Demo+5.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0VaedBBZI/AAAAAAAAASs/cwUlvFm2kj8/s320/Demo+5.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299915881080489362" /></a>Sekitar pukul 09.00, massa mulai memasuki Halam Kantor DPRD Kota Singkawang. Pengamanan gedung DPRD di perketat. Ratusan personil kepolisian dikerahkan. Saat memasuki pintu gerbang DPRD Kota Singkawang, satu perastu para pendemo mendapatkan pemeriksaan yang ketat. Tidak ada senjata tajam, tidak ada minuman keras, tidak ada barang-barang yang membahayakan bila terjadi tindakan anarkis oleh massa. <br /><br />Setelah semua kumpul di ruang terbuka di halaman gedung wakil rakyat terhormat, orasi-orasi berisikan tuntutan diteriakkan. <br /><br />A. Rahman, dalam orasinya menegaskan tuntutan massa yang berkeinginan agar Hasan Karman, turun dari jabatannya sebagai walikota Singkawang. Keinginan masyarakat itu didasarkan karena tidak menghendaki Hasan Karman sebagai Walikota Singkawang. Hasan Karman dinilai hanya mewakili satu golongan, dan merendahkan golongan lainnya.<br /><br />“Singkawang bukan milik satu basang, bukan milik satu golongan, dan bukan milik satu agama,” kata Rahman.<br /><br />Penolakan itu dikatakan Rahman karena Hasan Karman membangun tugu naga yang berpotensi memecah persatuan masyarakat di Kota Singkawang. Atas tuntutan itu, massa berharap anggota DPRD melakukan kontrol, dan menyampaikan aspirasi masyarakat.<br /><br />“Dewan jangan tidur, dewan harus jalankan aspirasi rakyat,” kata Rahman dalam orasinya.<br /><br />Setelah orasi digelar dengan durasi waktu sekitar lima belas belas menit, perwakilan perwakilan dari massa dipersilahkan untuk berdialog di dalam ruang sidang. Perwakilan massa diterima langsung ketua DPRD Kota Singkawang, H. Zaini Nur, para wakil ketua, para ketua komisi dan fraksi.<br /><br />“Kita datang kesini satu kata, untuk menurnkan Hasan Karman,” kata salah seorang juru bicara massa, Syafruddin, saat menyampaikan aspirasinya. <br /><br />Namun, sebelum menyampaikan aspirasi itu, Syafruddin, meminta anggota DPRD Kota Singkawang untuk bersumpah demi Allah. <br /><br />“Saya minta demi Allah, apakah DPRD sebagai wakil rakyat masih sanggup atau masih bisa untuk menjalankan amanat rakyat sesuai dengan janji yang diikrarkan pada saat pelantikan. Kami minta itu, karena kami datang untuk menyalurkan aspirasi rakyat,” kata Syafruddin dengan lantang.<br /><br />Setelah mendengarkan kesanggupan DPRD, Syafruddin membacakan bermacam pernyataan. Dalam pernyataan itu, massa yang tergabung dalam aliansi masyarakat peduli Singkawang menila walikota Singkawang, Hasan Karman, telah melanggar sumpah dan janji sebagaimana yang termuat dalam visi misi spektakuler. <br /><br />Walikota dianggap lambat menyelesaikan permasalahan krosial, seperti tapal batas, dan permasalahan transmigrasi kelurahan pangmilang. Walikota kurang peka terhadap menyerap aspirasi masyarakat. Pembangunan yang dilakukan tidak memperhatikan faktor ekologi dan ekosistem, sperti perkebunan dan penambangan liar yang merusak lingkungan. <a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0V6-0OC1I/AAAAAAAAAS0/MeI91arhMQM/s1600-h/Demo+6.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0V6-0OC1I/AAAAAAAAAS0/MeI91arhMQM/s320/Demo+6.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299916439523560274" /></a>Selain itu, aliansi masyarakat peduli Singkawang juga mengatakan kebijakan walikota Singkawang sarat dengan isu sara, sperti kebijakan walikota Singkawang dalam mendata warga asing melalui surat keputusan yang telah dikeluarkan, pendataan itu tidak melibatkan pengurus RT yang ada. Kebijakan walikota dalam mempertahan pembangunan tugu naga yang dapat menimbalkan konflik antara etnis di Kota Singkawang. Pembangunan itu tidak melalui sosialisais dengan elemen lainnya. Walikota Singkwang juga dianggap otoriter karena tidak membina hubungan harmonis dengan anggota DPRD. <br /><br />Perwakilan Massa lainnya, Noviar Ardiansyah menilai pembangunan tugu naga mengarah pada perpecahan, perpecahan antara etnis. <br /><br />“Itu dampak yang sangat kita takutkan dalam pembangunan tugu naga,” terang Noviar. Penolakan pembangunan tugu naga itu juga disampaikan Rudi Sandiosa, serta peserta lainnya, termasuk Yudha R. Hand dari FPI Kota Singkawang yang ikut dalam pertemuan. <br /><br />Menyikapi tuntutan massa tersebut, sebagai wakil rakyat, Zaini Nur, berkomitmen untuk menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat. Dengan tugas itu pihaknya akan menampung dan menyampaikannya aspirasi rakyat itu pada walikota Singkawang. <br /><br />“Setelah pertemuan ini, kami akan mengelar rapat dan akan menyampaikannya kepada walikota,” ujar Wakil DPRD Kota Singkawang, Mas Ratna, menambahkan. <br /><br />Pernyataan senada juga diutarakan Ketua Komisi A, Paryanto. Legislator dari PKS ini menyatakan, dari permasalahan yang diajukan, permasalahan tugu naga secepatnya akan segera terselesaikan.<br /><br />“Permasalahan tugu naga akan kita sampaikan pada walikota, namun untuk permasalahan menurunkan walikota akan melalui peroses panjang,” ujar Paryanto.<br /><br />Walikota Singkawang, Hasan Karman, saat hingga pukul 14.00 belum memberikan jawaban atas tuntutan masyarakat tersebut. Namun sebelum aksi digelar dan dari beberapa pertemuan yang dilakukan sebelumnya, Hasan Karman, tetap pada sikapnya untuk terus membangun tugu naga itu. Alasa Hasan Karman, tugu naga itu bertujuan untuk menambah hasanah wisata di Kota Singkawang.<br /> <br />Setelah mendengarkan jawaban DPRD, massa berangsur bubar dengan tertib. Namun massa berjanji akan kembali melakukan aksi serupa bila pembangunan tugu naga tidak dihentikan. Masa juga akan kembali melakukan aksi yang sama bila Hasan Karman belum meletakkan jabatannya sebagai walikota.<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0XHTSlkeI/AAAAAAAAAS8/b-SC7IcyHyA/s1600-h/DSC01686.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 300px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SY0XHTSlkeI/AAAAAAAAAS8/b-SC7IcyHyA/s400/DSC01686.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5299917750689698274" /></a>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-49382164959506803662008-12-22T20:19:00.000-08:002008-12-22T20:24:54.380-08:00Hikayat Nabi Muhammad, S. Aw<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SVBn3N5UeUI/AAAAAAAAARU/Ct7r6NdgGTU/s1600-h/Alquran.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 95px; height: 129px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SVBn3N5UeUI/AAAAAAAAARU/Ct7r6NdgGTU/s320/Alquran.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5282836561226135874" /></a><br /><blockquote>Berikut juru tik sajikan sebuah artikel kehidupan periode awal Nabi Suci Islam Muhammad saw. di Mekkah, yg merupakan bagian dari bab III buku Islam - Its Meaning for Modern Man karya Sir Muhammad Zafrullah Khan yg diterjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh Djohan Effendi, diambil Sinar Islam bulan Aman 1356 HS/Maret tahun 1977) No.3 - Th XLV.<span class="fullpost"></blockquote><br /><br />Muhammad berusia empat puluh tahun — pada tahun 610 Masehi — ketika Wahyu Ilahi turun kepadanya di kala menyepi di Gua Hira, tempat yang biasa ia datangi untuk berdo’a dan tafakur. Dia melihat seorang datang dengan ramah dan memintanya membaca. Muhammad menjawab bahwa dia tidak tahu bagaimana caranya membaca. Orang yang datang itu mendesak : “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Mahamulia. Yang mengajarkan manusia dengan pena. Mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya” (96 : 2-6).<br />Muhammad mengulangi kata-kata tersebut seperti diperintahkan. Malaikat itu kemudian menghilang. Muhammad yang tidak tahan oleh pengalaman itu segera pulang. Dia menceritakan kepada kepada Khadijah apa yang telah terjadi. Dia memperlihatkan kecemasan yang menakutkan, apakah orang yang lemah seperti dirinya akan mampu membuktikan sepadan dengan tanggungjawab berat yang diisyaratkan oleh peristiwa itu bahwa Tuhan telah meletakan tanggungjawab tersebut di atas pundaknya.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Mengembalikan nilai-nilai</span><br />“Sesungguhnya Tuhan tidak pernah membebanimu penderitaan” adalah jawaban Khadijah yang melegakan. “Engkau orang yang ramah dan baik hati pada keluarga. Engkau penolong orang-orang miskin, terlantar dan mereka yang menanggung berat beban hidup yang berat. Engkau orang yang berusaha mengembalikan nilai-nilai akhlak luhur yang telah menghilang dari kaummu. Engkau yang memuliakan tamu dan memberikan bantuan pada orang yang menderita”.<br />Penilaian Khadijah pada waktu itu menyorotkan cahaya yang terang tentang budi perangai Nabi seperti diteliti oleh sahabat yang paling rapat dan dekat. Kesaksian yang luhur tentang seorang suami atau istri mengenai akhlak dan budi perangai kawan hidupnya merupakan nilai yang amat tinggi, sebab tak seorangpun yang beroleh kesempatan untuk membuat perkiraan yang teliti, yang didasarkan atas penelitian dari dekat dan pengalaman pribadi.<br />Khadijah mengajak Muhammad pergi bersamanya kepada saudara sepupunya yang sudah tua, Waraqah, seorang pertapa Kristen, dan menceritakan pengalaman itu kepadanya. Ketika Waraqah mendengar peristiwa itu, dia berkata: “Malaikat yang pernah turun kepada Musa telah turun kepada engkau. Saya berharap masih hidup agar bisa menolongmu ketika kaummu mengusirmu”.<br />“Apakah kaumku akan mengusirku” jerit Muhammad terperanjat.<br />“Tidak pernah terjadi bahwa sesuatu datang kepada seseorang seperti yang kini datang kepadamu, kecuali kaumnya menentangnya”, jawab Waraqah.<br />Isyarat Waraqah kepada Musa boleh jadi didasarkan pada ramalan yang termuat dalam kata-kata: “Bahwa Aku akan menjadikan bagi mereka itu seorang nabi dari antara segala saudaranya, yang seperti engkau, dan Aku akan memberi segala firmanku dalam mulutnya dan iapun akan mengatakan kepadanya segala yang kusuruh akan dia. Bahwa sesungguhnya barangsiapa yang tiada mau dengar akan segala firmanku yang akan dikatakan olehnya dengan namaku, niscaya Aku menuntutnya kelak kepada orang itu” (Ulangan 18 : 18-19).<br /><span style="font-weight:bold;">Pengalaman pertama</span><br />Adalah menarik hati bahwa wahyu pertama yang datang kepada Nabi memerintahkan dia: “Bacalah dengan nama Tuhanmu”. Setiap surat dari Al-Qur’an bermula dengan: “Dengan Nama Allah yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang.”<br />Perintah itu adalah pengalaman pertama dari Muhammad berkenaan dengan wahyu kata-kata. Suatu gagasan yang amat penting dibawa oleh ayat-ayat yang diwayukan kepadanya kali itu. Muhammad diingatkan bahwa TUhan telah memilih dia sebagai perantara dalam membawa Pesan Ilahi kepada umat manusia. Kata Arab “iqra” mengandung makna ganda, membaca dan menyampaikan kata yang disabdakan. Pesan ini disampaikan kepada seluruh umat manusia atas nama Tuhan yang menciptakan alam semesta. Perhatian ditarik pada ketidak berartian asal mula manusia, akan tetapi jaminan yang menggembirakan mengikuti bahwa kemajuan dan perkembangan manusia berada dibawah asuhan Tuhan yang Mahapengasih, bahwa kasih Tuhan menentukan bahasa banyak dan berbagai jalan ilmu pengetahuan akan dibuka bagi manusia, dan bahwa semua pertambahan dan peningkatan ilmu pengetahuan ini akan dikembangkan lewat tulisan. Satu hal yang harus diingat dalam hubungan ini ialah bahwa Muhammad sendiri tidak bisa membaca dan menulis (29 : 49), dan bahwa kepandaian dalam membaca dan menulis adalah kelebihan dari segelintir orang pada waktu itu di Arabia.<br /><span style="font-weight:bold;">Berbagai cara</span><br />Untuk seketika tak ada pengalaman lebih jauh tentang jenis yang serupa; dan kemudian Nabi mulai menerima wahyu pada waktu selang yang singkat. Dia telah menjelaskan pengalamannya secara gamblang: “Wahyu turun kepadaku dalam berbagai cara. Kadang-kadang berupa kata-kata langsung ke dalam hatiku, seperti bunyi sebuah lonceng, dan ini secara badani, berat untukku. Kadang-kadang aku mendengar kata-kata seakan-akan diucapkan dari balik tirai. Kadang-kadang aku melihat Malaikat yang menyampaikan kata-kata padaku”. Hal ini dibenarkan oleh Al-Qur’an (42 : 52-53).<br />Jadi adalah jelas bahwa wahyu dalam hubungan ini berarti wahyu kata-kata langsung, disampaikan pada seseorang dalam bentuk-bentuk tertentu seperti disebutkan. Ada pula betnuk-bentuk wahyu yang lain.<br />Tak lama kemudian Muhammad diperintahkan secara luas dan terbuka mengumumkan apa yang disampaikan kepadanya, dan berpaling dari orang-orang yang dianggap menyekutukan Tuhan (15 : 95). Usahanya untuk menyampaikan Pesan Ilahi kepada orang-orang disekitarnya, di Mekkah, pertama-tama hanya menarik ejekan orang padanya. Namun, empat orang menyatakan kesaksian beriman padanya sejak permulaan: istrinya, Khadijah; saudara sepupunya yang masih muda, Ali putra Abi Thalib, seorang anak2 laki yang baru berusia sebelas tahun; seorang yang dimerdekakannya, Zaid; dan sahabatnya, Abu Bakar.<br /><span style="font-weight:bold;">Memilih</span><br />Zaid adalah seorang yang berbangsa, seorang anak muda yang cerdas, yang ditawan ketika umur belasan tahun dalam satu serbuan kesukuan, dan dijual dari satu tangan ke tangan lain sampai akhirnya dibeli oleh Khadijah, akan tetapi dia memilih untuk tinggal dengan sukarela bersama Muhammad. Beberapa waktu kemudian ayah dan pamamnya menyusulnya ke Mekkah dengan maksud menebusnya dari Muhammad. Nabi memberitahukan kepada mereka bahwa Zaid adalahs eorang yang merdeka dan karena itu tak ada persoalan tebusan. Gembira oleh berita itu, dia meminta puteranya untuk kembali bersamanya. Secara naluri Zaid amat terharu oleh pertemuan dengan ayah dan pamannya, terlebih-lebih atas pemberitahuan mereka bahwa ibunya sangat menderita selama masa perpisahan dengannya dan sudah tidak sabar menunggu kembalinya kepada keluarga. Dia mengakui daya ikat semua ini, tetapi dia mengatakan bahwa kelekatannya pada Muhammad sudah begitu kuat sehingga dia tidak dapat menanggung penderitaan berpisah dengannya. Dia mengirimkan salam kecintaan kepada ibunya, tetapi tetap dalam keputusannya untuk tidak meninggalkan Muhammad. Ketika Muhammad mengetahui bahwa Zaid memutuskan untuk tinggal bersamanya, dia membawanya ke Ka’bah, dan di hadapan ayah dan pamannya dia memberitahukan bahwa Zaid bukan hanya seorang merdeka akan tetapi sejak itu dia akan diperlakukan sebagai puteranya sendiri.<br /><span style="font-weight:bold;">Mulut yang tidak bohong</span><br />Abu Bakar, sedang berpergian dari Mekkah pada waktu Nabi mengumumkan risalahnya, dan ketika dia kembali mendengar kabar bahwa sahabatnya, Muhammad ditimpa penyakit jiwa, karena, dia telah mengumumkan bahwa Tuhan memerintahkannya untuk mengatakan Keesaan Tuhan dan mencela berhala-berhala. Abu Bakar, ketika mendengar hal itu, mengatakan; “Mulut itu tidaklah bohong. Kemudian dia mencari Nabi menanyakan apakah yang didengarnya itu benar. Nabi mencoba menerangkan akan tetapi Abu Bakar mendesak bahwa pertanyaannya harus dijawab ya atau tidak. Nabi kemudian mengiakan bahwa apa yang didengar oleh Abu Bakar adalah benar. Abu Bakar berkata: “Aku percaya”. Dia menambahkan bahwa dia tidak ingin mendengar sesuatu keteranganpun untuk tahap ini, dengan alasan keyakinannya yang kuat bahwa Muhammad tidak bisa mengucapkan ketidak-benaran, apalagi membuat kebohongan terhadap Tuhan.<br />Empat orang ini bergabung dengan Nabi dan berusaha membantunya untuk menyebarkan Cahaya Ilahi. Ketika hal ini diketahuiorang-orang Mekkah, mereka mentertawakannya dengan berbagai ejekan. Akan tetapi mereka tidak bisa tertawa lebih lama. Wahyu demi wahyu turun, “hukum bertambah hukum, hukum bertambah hukum, syarat bertambah syarat, syarat bertambah syarat, di sini sedikit di sana sedikit” (Yesaya 28:13) hingga banyak yang ingin tahu dan beberapa orang mulai tertarik padanya.<br />Di antara orang-orang yang masih melawan, ejekan berobah menjadi kegelisahan besar. Mereka dibangkitkan oleh kenyataan bahwa risalah Muhammad yang diumumkan mengancam seluruh cara hidup dan satu-satunya mata pencaharian mereka. Apabila menyembah berhala dilarang, mereka pikir, Mekkah akan berhenti menjadi tempat ziarah bagi orang-orang yang berhaji, akan kehilangan kedudukannya sebagai kota utama, dan akan mengalami kemerosotan usaha-usaha utamanya. Bahkan kafilah-kafilah dagang bisa serentak berpaling dari Mekkah. Maka itu, diputuskan untuk menindas dengan kekerasan ancaman terhadap kemantapan cara hidup dan kemakmuran mereka.<br /><span style="font-weight:bold;">Wanita mulai menengadah</span><br />Ajaran baru itu membuat suatu daya tarik yang kuat untuk orang-orang yang lemah dan tertindas. Para budak, yang menderita kesengsaraan dan penghinaan yang sangat besar, mulai menaruh harapan bahwa risalah Nabi mungkin membawa penyelamatan untuk mereka. Kaum wanita yang dalam beberapa hal diperlakukan lebih jelek daripada binatang, mulai menengadah dan merasa bahwa waktu sudah hampir di mana mereka bisa memperoleh martabat dan kedudukan terhormat di samping ayah, suami dan anak-anak mereka. Para pemuda diilhami dengan gagasan tentang kehidupan yang terhormat dan bermartabat. Para penganut permulaan datang dari golongan-golongan ini. Karena kelompok kecil itu terus makin bertambah jumlahnya, orang-orang Mekkah memulai cara penyiksaan yang menjadi lebih kejam dan lebi ganas dari waktu yang sudah-sudah, namun usaha mereka gagal untuk menahan kemajuan ajaran baru tentang Keesaan Tuhan, kemuliaan dan persamaan manusia, dan tujuan luhur dan mulia dai hidup manusia.<br />Tak seorangpun yang selamat dari penganiayaan, bahkan Nabi sendiri juga tidak, yang selalu dihadapkan pada semua jenis penghinaan dan gangguan. Tetapi yang menderita akibat sangat buruk adalah para budak yang menerima Islam, dan majikan-majikan mereka menimpakan siksaan yang tak terpikulkanpada mereka dalam usaha yang sia-sia untuk memaksa mereka menarik diri kembali. Mereka dibawa keluar selama panas yang menghanguskan dari matahari siang, dan ditelentangkan di atas pasir dan batu yang membakar, sedangkan batu dan krikil yang kena panas matahari ditimbunkan di atas tubuh mereka yang telanjang. Bahkan di dalam kota, anak-anak dihasut utnuk menjadikan mereka korban dari permainan yang kejam. <br />Mereka mengikatkan tali pada pergelangan kaki dari seorang budak dan “menghelanya sepanjang jalan yang tidak rata, batu-batu yang berigi-rigi, meninggalkan padanya sejumlah luka-luka yang terkoyak dan sayatan-sayatan yang berdarah. Beberapa orang tewas di bawah siksaan seperti itu. Juga perempuan tidak dima’afkan, beberapa di antara mereka dihadapkan pada siksaan yang tidak mengenal malu dan tidak pantas disebutkan.<br /><span style="font-weight:bold;">Penderitaan jiwa</span><br />Jiwa Nabi menderita oleh kesengsaraan-kesengsaraan yang ditimpakan pada pengikut-pengikutnya yang tak berdaya, tanpa alasan kecuali ucapan mereka bahwa “Hanya Allah Tuhan kami.” Dia tak bisa berbuat apa-apa untuk menolong nasib diri dan pengikut-pengikutnya. Dia menasehati agar sabar dan tabah serta menjamin bahwa Tuhan akan memberi mereka kelepasan. <br />Orang-orang Kuraisy yang menjadi makin dan bertambah cemas terhadap serangan yang dibuat oleh ajaran baru itu, mengirim utusan kepada Abu Thalib, paman Nabi. Mereka menuntut bahwa walaupun cacian kemenakannya terhadap penyembahan berhala tidak da[at dibiarkan oleh mereka, sejauh mungkin mereka masih menahan diri dari mengambil tindakan yang keras karena hormat pada Abu Thalib yang merupakan seoragn pemimpin yang disegani dan perlindungannya terhadap Muhammad diterima. Apakah Abu Thalib tidak bisa menmbujuk kemenakannya untuk berhenti mengajarkan ajaran baru, barangkali karean ancaman hukuman pemutusan kekeluargaan. Mereka merencanakan bahwa apabila Abu Thalib tidak menerima cara ini, mereka akan memaksa untuk meniadakan kepemimpinannya atas mereka.<br />Abu Thalib setuju untuk berbuat apa yang mungkin ia lakukan. Tetapi ketika dia berbicara dengan tenang pada kemenakannya, menyampaikan apa yang dikatakan utusan itu, Muhammad dengan tegas menjawab bahwa, sekalipun merasakan kesulitan pilihan pamannya, dia menerima perintah Ilahi yagn tidak bisa ditawar.<br />“Jangan tinggalkan kaummu, paman”, kata Muhammad. “Aku tidak meminta paman memihak aku. Paman bisa menyangkal aku seperti yang mereka usulkan. Bagiku, Tuhan yang Mahaesa adalah saksiku ketika aku mengatakan bahwa walaupun mereka meletakan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku aku tidak akan berhenti mengajarkan kebenaran yang Tuhan perintahkan. Aku harus berjalan terus sampai ke ujung.<br /><span style="font-weight:bold;">Terbenam dalam renungan</span><br />Abu Thalib terbenam dalam renungan yang dalam. Dia sendiri tidak menyatakan keimanannya terhadap risalah Nabi akan tetapi dia sangat mendintai kemenakannya dan merasakan gelombang kebanggaan pada keputusan Muhammad yagn teguh dan hormat, yang telah dia nyatakan, untuk menjalankan risalahnya seperti diperintahkan Tuhan. Akhirnya dia mengangkat kepalanya sambil berkata: “Anak saudaraku, pergilah sesukamu; kerjakan kewajibanmu seperti apa yagn engkau pahami; kaumku bisa tidak mengakuiku lagi tetapi aku akan berada di pihakmu”.<br />Oleh karena kecepatan penyiksaan yang makin keras terus meningkat, Nabi menganjurkan beberapa orang pengikutnya untuk meninggalkan Mekkah dan mengungsi menyeberangi Laut Merah ke Ethopia di mana mereka akan mendapat keadaan yang lebih baik di bawah pemerintahan Kaisar Kristen. Serombongan kecil di bawah pimpinan seorang sepupu Nabi berangkat ke Ethopia. Suatu perutusan Kuraisy menyusul mereka dan meminta kepada Kaisar agar para pelarian itu diserahkan kepada mereka. Kaisar mendengarkan kedua belah pihak dan kemudian menolak permintaan orang-orang Mekkah.<br />Kemudian perutusan Kuraisy merencanakan suatu muslihat yang lihai. Dengan pergi kepada uskup dan pembesar geraja Kristen yang lain, mereka menuduh bahwa pengikut Nabi tersangkut dengan kepercayaan baruvyang tidak menghormati Isa. Mereka mengharap bahwa hal ini akan membangkitakn kemarahan Kaisar dan Pengadilannya terhadap para pelarian, dan orang-orang Islam akan diusir dari negeri itu dengan memperoleh malu. Ketika Kaisar memanggil kembali kedua belah pihak ke hadapannya, para uskup dan bangsawan menuntut bahwa orang-orang pelarian Mekkah itu patut menerima ketidak seimpatian sehubungan dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang Kuraisy.<br />Kaisar meananyakan hal ini pada orang-orang Islam, yang menjawab bahwa hal itu jauh dari benar, bahwa mereka sangat menghormati Isa dan bunda Mariyam serta mempercayai Isa sebagai Nabi Tuhan yang suci. Pemimpin mereka, saudara sepupu Nabi, mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yagn berhubungan dengan hal itu untuk mendukung keterangan mereka (19:17-41). Kaisar yang terkesan dalam oleh pembacaan itu, mengakui kebenaran ayat-ayat tersebut dan menyatakan secara positif bahwa dia percaya pada Isa seperti yang telah dibacakan, tidak kurang dan tidak lebih. Dia mengeluarkan orang-orang Kuraisy dan memberitahukan kepada orang-orang Islam bahwa mereka bisa tinggal di negeri itutanpa khawatir oleh sesuatu gangguan.<br /><span style="font-weight:bold;">Pemimpin berani</span><br />Sekitar masa itu, orang-orang Islam yang dikejar-kejar dan diganggu di Mekkah beroleh sedikit pertolongan dan hiburan dengan masuk Islamnya Umar. Umar terkenal sebagai seorang pemimpin Mekkah yang bereni dan perkasa. Banyaknya kerusuhan karena pertikaian yang timbul di Mekkah sebagi akibat ajaran baru yang dibawa oleh Muhammad, membuat dia mengambil keputusan untuk mengakhirinya samasekali dengan membunuh Muhammad. Di tengah jalan ketika mencari Nabi, dia dicegat oleh kawannya yang bertanya dia mau pergi ke mana. Umar menjelaskan rencananya, dan kawannya memberikan ajwaban yang tepat bahwa dia harus lebih dahulu melihat keluarganya yang lebih dekat, karena saudara perempuan dan iparnya telah memeluk agama Islam. Dengan meradang, Umar mengamuk ke dalam rumah iparnya dan dengan kekerasan menghentikan bacaan Al-Qur’an yang sedang didengarkan oleh saudaranya suami-istri. Umar menghunus pedangnya hendak menyerang iparnya, tetapi saudara perempuannya menangkis pukulan itu, dan menderita sedikit cedera yang mengeluarkan darah.<br />Hal ini menghentikan kekerasan Umar lebih lanjut, dan akhirnya dia menanyakan apa yang didengarnya sedang dibacakan kepada mereka.<br />Umar mendengarkan bacaan itu (20:15-17) dan menakjubinya. “Sesungguhnya ini adalah kebenaran”, katanya. Terus saja dia temui Muhammad dan menyatakan ke Islamannya.<br />Penerimaan Umar terhadap Islam diterima dengan bersemangat oleh orang-orang Islam, yang sampai saat itu selalu berkumpul secara sembunyi-sembunyi dan melakukan Ibadah lima waktu di belakang pintu tertutup. Sekarang mereka merasa, bahwa dengan beradanya Umar ditengah-tengah mereka, mereka bisa menyembah Tuhan dengan terang-terangan.<br /><span style="font-weight:bold;">Diblokade</span><br />Akan tetapi, Islamnya Umar tidak membawa perobahan sedikitpun dalam sikap orang-orang Mekkah. Umar diperlakukan dalam cara yang sama dengan orang-orang Islam lainnya. Pengejaran menjadi lebih keras dan hebat. Dengan tujuan membuat mereka kelaparan, pemboikotan yang ketat terhadap orang-orang Islam dan orang-orang yang memihak mereka lakukan. Sekelompok kecil orang-orang Islam bersama beberapa keluarga Nabi, yang walaupun tidak percaya pada risalahnya namun memihak dia melawan pengejaran orang-orang Mekkah, diblokade dengan ketat di tanah yang sempit kepunyaan Abu Thalib. Hubungan dengan mereka untuk tujuan apapun dilarang.<br />Namun usaha ini juga gagal Nabi dan para sahabatnya, menolak untuk mempertimbangkan pendapat untuk menyerah atau berunding mengenai masalah yang begitu luhur, dan dengan tabah menahan keadaan yang sangat kekurangan. Pada waktu malam beberapa orang dari mereka menyelinap untuk memperoleh sedikit bekal dari orang yang mereka tahu menaruh simpati tetapi tidak berani memperlihatkan sikap baik mereka itu. Namun, seringkali, tak ada apa-apa kecuali lapar dan mereka berusaha meredakan lapar dengan rerumputan dan dedaunan.<br />Kejadian itu terus berlangsung selama hampir tiga tahun hingga akhirnya lima orang Mekkah terkemuka memberikan reaksi atas kekejaman dan kebiadaban dari sesama penduduk mereka, dan memberitahu bahwa mereka berkeinginan mengajak Nabi dan sahabat-sahabatnya keluar dari tempat pemencilan diri mereka dan pergi melakukan pekerjaan mereka seperti sediakala. Demikianlah blokade itu hapus. Akan tetapi kekurangan dan kesukaran yang diderita oleh orang-orang Islam berakibat fatal pada kesehatan Khadijah dan Abu Thalib. Khadijah meninggal dalam waktu beberapa hari dan Abu Thalib wafat satu bulan kemudian.<br /><span style="font-weight:bold;">Ke Thaif</span><br />Walaupun pemboikotan sudah dihapuskan, rintangan ditempatkan pada jalan yang dilalui Nabi untuk mencegah hubungan tetap dengan orang-orang sekotanya. Kematian istrinya yang setia dan tercinta melenyapkan sumber kesenangan dan hiburan dunia yang utama, dan kematian pamannya menghilangkan tempat berlindungnya dari perlakuan jelek dan pengejaran yang lebih hebat. Dengan berbagai cara musuh-musuhnya membuatnya hampir tidak mungkin meninggalkan rumahnya untuk menyampaikan risalah kepada sesuatu kelompok dari penduduk Mekkah atau orang-orang yang mungkin berkunjung ke sana. Karena keadaan itu Muhammad mengambil keputusan untuk pergi ke Thaif, sebuah kota kira-kira enam puluh mil di sebelah tenggara Mekkah, yang juga merupakan tempat yang dikunjungi oleh para penziarah dan keadaanya lebih menyenangkan dari Mekkah sendiri. Penduduk Thaif mempunyai hubungan dagang yang erat dengan penduduk Mekkah. Mereka melakukan pertanian dan perkebunan buah-buahan untuk menambah usaha dagang mereka. Dalam perjalanan ke Thaif, Nabi ditemani oleh Zaid, budaknya yang sudah dimerdekakan.<br />Di Thaif beberapa penduduk kota yang terkemuka menerima Muhammad dan membebaskannya berbicara, tetapi kurang memperhatikan risalahnya. Setelah sesaat, mereka bahkan menunjukkan tanda-tanda kecemasan kalau-kalau penerimaan atas kedatangannya di Thaif melibatkan mereka pada pertikaian dengan orang-orang Mekkah. Karena itu mereka membiarkan dia diperlakukan di jalan oleh anak-anak nakal dan rakyat jelata yang tinggal di kota. Akhirnya Nabi dan sahabatnya diusir dengan teriak olokan dan cemoohan orang-orang yang melempari mereka dengan batu. Keduanya luka-luka dan berlumuran darah ketika meninggalkan Thaif.<br />Dengan susah payah mereka menghela diri sepanjang jalan, dan ketika sudah jauh di luar kota mereka berhenti di kebun kepunyaan dua orang Mekkah. Si empunya, yang ketika itu kebetulan berada di kebun, termasuk pengejar Muhammad di Mekkah, tetapi saat itu merasa agak kasihan pada teman sekota mereka dan mengijinkannya beristirahat barang sebentar. Sebentar kemudian mereka mengirim setangkai anggur yang dibawa oleh seorang budak yang beragama Kristen. Budak ini, Addas namanya, termasuk orang Nineveh. Nabi mengangkat anggur dan sebelum memasukkan ke mulutnya dia membaca apa yang menjadi do’a orang-orang Islam sebelum makan: “Bismillahir-Rahmanir-Rahim”. Hal ini menimbulkan keheranan pada Addas yang menanyakan apa siapa orang asing itu. Nabi memberitahukan kepadanya dan percakapan itu mengakibatkan Addas menyatakan keIslamannya, sehingga perjalanan Nabi ke Thaif tidak gagal sama-sekali.<br /><span style="font-weight:bold;">Masalah sukar</span><br />Sekarang dia mempunyai masalah yang sukar untuk dipecahkan. Dia telah meninggalkan Mekkah dan telah ditolak oleh orang-orang Thaif. Menurut kebiasaan orang-orang Mekkah dia tidak bisa kembali kecuali masuknya kembali itu dijamin oleh beberapa orang Mekkah terkemuka. Tak ada tempat lagi untuk pergi. Dia berdo’a untuk mendapatkan cahaya, petunjuk dan pertolongan, dan kemudian berangkat kembali ke Mekkah bersama Zaid. Dia berhenti di tengah perjalanan di suatu tempat yang bernama Nakhla selama beberapa hari dan mengirimkan pada Mut’im bin ‘Adi, seorang penduduk Mekkah terkemuka, menanyakan apakah dia bisa diizinkan kembali ke Mekkah. Mut’im menjawab bahwa dia besedia menjamin beliau untuk masuk kembali ke Mekkah, dan ketika Muhammad sampai di Mekkah Mut’im bersama puteranya menjemputnya di luar kota dan mengiringinya kembali ke dalam kota.<br />Tetapi di seluruh Mekkah permusuhan tetap seperti sebelumnya dan orang-orang Mekkah berketetapan hati agar ajaran yang diajarkan Muhammad tidak beroleh tumpuan di antara mereka. Mereka berusaha menciptakan kehidupan yang tidak mungkin bagi Muhammad dan pengikutnya di Mekkah.<br />Do’a-do’a Muhammad dan wahyu-wahyu yang turun kepadanya tetap menjadi satu-satunya hiburan dan kekuatannya. Wahyu-wahyu terakhir mulai memberi isyarat kepadanya untuk meninggalkan Mekkah. Mekkah adalah kota kelahirannya, di mana dia menghabiskan seluruh hidupnya, di mana dia kawin, di mana anak-anaknya dilahirkan dan di mana Wahyu Ilahi turun kepadanya. Walaupun pengejaran yang pahit dan kejam terus-menerus diderita oleh diri pengikut-pengikutnya, hatinya lebih lekat pada kaumnya dan dia tahu bahwa perpisahan, kapanpun terjadinya, merupakan beban dirinya yang sangat berat.<br />Akan tetapi seluruh hidupnya diabadikan pada risalahnya dan dia sudah siap melaksanakan dengan sepenuh semangat apa yang diridhai Tuhan. Akan tetapi gambaran suram ketika meninggalkan Mekkah diperlunak oleh jaminan Ilahi bahwa Tuhan pasti akan mengembalikannya ke Mekkah (28:86).<br />Ketentuan kepindahannya yang akan datang terjadi sebagai akibat dari suatu cara yang telah lama dijalankan Nabi, seperti percobaan mengadakan hubungan dengan berbagai golongan dari daerah lain yang mengunjungi Mekkah pada waktu musim haji, dan berusaha menarik mereka pada risalah dan ajaran yang dibawanya. Pada suatu kali dia bertemu dengan rombongan sekitar enam atau tujuh penziarah dari Medinah, ketika itu dikenal sebagai Yatsrib, yang berkemah di suatu lembah di luar kota Mekkah. Pada waktu itu Medinah didiami oleh dua suku Arab dan tiga suku Yahudi. Suku-suku Arab — Aus dan Khazraj — adalah penyembah berhala, akan tetapi beberapa orang terkemuka sudah mengenal baik tradisi-tradisi Yahudi. Mereka telah mendengar dari orang-orang Yahudi yang tinggal sekota dengan mereka bahwa kaum Yahudi mengharapkan kedatangan seorang Nabi yang telah dinubuwatkan dalam Kitab Suci mereka (Ulangan 18:18).<br /><span style="font-weight:bold;">Mulai tertarik</span><br />Orang-orang yang ditemui Muhammad waktu itu termasuk suku Khazraj. Ketika dia memberitahu mereka bahwa Tuhan telah menunjuknya sebagi Rasul dan telah membebaninya tugas menyampaikan suatu ajaran untuk seantero umat manusia, mereka mendengarkannya dengan bersemangat. Akhirnya mereka menyatakan keimanan mereka pada risalah dan ajaran yang dibawanya, sambil bersedia menyampaikannya pada kawan sekota mereka dalam perjalanan kembali ke Medinah.<br />Tahun berikutnya, dua belas orang Medinah mewakili kedua suku bangsa, AUs dan Khazraj, datang berhaji dan menjumpai Nabi secara diam-diam. Adalah diperlukan kehati-hatian kalau-kalau orang-orang Mekkah mendengar mereka memeluk agama Islam dan mencoba menimbulkan kesukaran bagi orang-orang Medinah yang menjalankan upacara haji. Ketika Nabi menerangkan risalahnya secara lebih terperinci pada mereka, mereka menyatakan penerimaan mereka pada agama Islam, dan juga kesiapan kebanyakan orang di Medinah untuk menerimanya. Nabi meminta mereka untuk memastikan dari saudara-saudara Muslim mereka dan saudara-saudara sekutu mereka, apakah mereka mau memberikan perlindungan kepada orang-orang Islam Mekkah yang diganggu dan dikejar-kejar. Mereka menjanjikan untuk memberikan jawaban kembali pada tahun berikutnya. Akan tetapi sebelum tahun berakhir, Nabi terpaksa mengirim seorang ke Medinah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ingin mengetahui ajaran Islam yang dikemukakan oleh orang-orang sekutu seperti laporan mereka dalam pertemuan dengan Nabi. Mus’ab, seorang Muslim Mekkah yang dikirim ke Medinah mengajar pemeluk-pemeluk Islam baru tentang ajaran dan aturan-aturan agama.<br />Sementara itu, pengejaran yang memuncak di Mekkah membuat kehidupan tambah tak tertahan bagi orang-orang Islam. Ketika musim haji datang kembali, suatu peerutusan yang besar dan representif dari Medinah, termasuk dua orang wanita, menemui Nabi dan meyakinkannya bahwa kaum mereka di Medinah tidak hanya siap menerima dan melindungi saudara-saudara seiman mereka dari Mekkah, akan tetapi mereka sangat bersemangat dan memperolah kehormatan yang besar untuk menerima Nabi sendiri jika memutuskan pergi ke Medinah.<br /><span style="font-weight:bold;">Menjelaskan tanggung jawab</span><br />Dalam kesempatan ini Nabi ditemani oleh pamannya, Abbas, yang meskipun dia belum menerima Islam, senang pada Nabi dan khawatir akan keselamatannya. Dia memperingatkan perutusan orang-orang Medinah bahwa mereka memikul suatu tanggung jawab yang berat dengan mengundang Nabi ke Medinah. Kaum Kuraisy akan mengejarnya dengan dendam dan merangsang kaum-kaum lain untuk melawan dan orang-orang yang bertalian dengannya di Medinah. Dia meminta mereka untuk berhenti dan berfikir sebelum mereka menderita akibat keterlibatan karena ajakan mereka. Ia menunjukkan bahwa walaupun Mekkah sangat memusuhi Nabi, kaum kerabatnya membelanya dan akan memberikan perlindungan sejauh kemampuan mereka. Di Medinah, dia akan dihadapkan pada setiap bahaya dan malapetaka.<br />Pemimpin perutusan orang-orang Medinah itu menjawab bahwa mereka dan kaum mereka telah mempertimbangkannya dengan seksama tentang bahaya-bahaya itu dan percaya sesuatu resiko yang diakibatkannya adalah tidak berarti. Mereka akan menjaga Nabi dengan jiwa mereka, dan tak akan ada cedera apapun akan membencanai Nabi selama salah seorang mereka masih hidup untuk mencegahnya. Abbas mencoba menasehati Nabi supaya jangan menerima ajakan yang diberikan oleh perutusan Medinah. Namun Nabi mengambil keputusan bahwa kaum Muslimin Mekkah harus pindah ke Medinah dan untuk dirinya sendiri dia akan menunggu perintah Tuhan. Kemudian Nabi menasehati anggota-anggota perutusan agar menertibkan kehidupan mereka sepenuhnya sesuai dengan perintah Tuhan dan Kehendak-Nya, dan menyampaikan ajaran Islam kepada setiap orang.<br />Kemudian dia kembali ke Mekkah.<br />Kaum Muslimin di Mekkah diberitahu bahwa saudara-saudara mereka di Medinah siap menerima mereka dan bahwa orang-orang yang mampu meninggalkan Mekkah agar segera ke Medinah dengan diam-diam dan tanpa menimbulkan kegoncangan. Keluarga demi keluarga membuat persiapan dan berangkat secara sembunyi-sembunyi. Orang-orang Mekkah menemukan bahwa rumah demi rumah yang didiami oleh kaum muslimin dikosongkan sehingga kadang-kadang dalam satu minggu satu kompleks perumahan menjadi kosong. Dalam saat singkat apa yang terjadi kemudian adalah bahwa pria muslim dewasa yang masih tinggal di Mekkah cuma Nabi, Abu Bakar dan Ali, dan sejumlah kecil budak yang dalam hal ini tak punya pilihan. Orang-orang Mekkah cemas bahwa Nabi mungkin segera pindah ke tempat yang tak bisa mereka capai, dan mereka mengambil keputusan membunuhnya dengan kekerasan pada satu malam tertentu. Pada saat itu, Nabi menerima perintah Tuhan untuk meninggalkan Mekkah, dan kebetulan malam yang ditetapkan untuk keberangkatannya adalah malam yang dipilih musuh-musuhnya untuk rencana pembunuhan mereka. Abu Bakar, yang mendengar dari Nabi tentang keputusan untuk meninggalkan Mekkah, menanyakan apakah dia diizinkan untuk menemani dan Nabi mengiyakan.<br /><span style="font-weight:bold;">Meninggalkan Mekkah</span><br />Pada sore berikutnya Nabi meninggalkan rumahnya begitu siang menjadi gelap ketika orang-orang yang merencanakan mengakhiri hidupnya berkumpul di sekeliling rumah sendiri-sendiri dan berkelompok dua-dua, dan langsung menemui Abu Bakar. Kemudian dua orang itu berangkat ke luar dari Mekkah dan naik melingkari bebukitan, untuk berlindung dalam sebuah gua yang disebut “Tsaur”, yang mempunyai lobang masuk begitu sempit hingga seseorang harus merebahkan diri dan merayap ke dalamnya. Tempat itu bukanlah begitu aman untuk tinggal di dalamnya, karena di sana terdapat bahaya besar, berupa ular berbisa. Tetapi barangkali mungkin justru karena alasan itu benar tempat itu menjadi aman dari pengejaran dan penemuan kembali.<br />Malam itu orang-orang yang ingin membunuh Nabi menemukannya tidak berada di rumah. Ketika fajar menyingsing mereka berunding bersama dan mengambil keputusan untuk mengikuti jejaknya, yang kemudian mereka lihat bergabung dengan jejak Abu Bakar. Si pencari jejak kemudian melanjutkan perjalanan bahwa mereka mendaki bukit ke mulut gua dan di situ jejak itu menghilang.<br />“Pelarian-pelarian tidak pergi lebih jauh; mereka masuk ke bumi atau naik ke langit’, kata si pencari jejak dengan bingung, Yang lain mengejeknya, karena tak ada satu tempatpun untuk seseorang selain masuk gua, dan kemungkinan ini mereka kecualikan. Siapa yang akan mau mengambil resiko mengalami cedera badan berat, dan mungkin mati, karena ular beludak berbisa memenuhi dalam dan sekitar gua itu?<br />Di dalam Abu Bakar mendengar suara orang-orang itu, dan lewat lobang gua yang sempit dia bisa melihat beberapa orang dari mereka bergerak ke sana ke mari. Dia sangat khawatir, karena tahu kalau tempat persembunyian mereka diketamukan bencana akan menimpa Nabi. Ketika dia menyatakan kekhawatirannya, Nabi menjawab: “Jangat takut. Kita tidak cuma berdua; ada orang ketiga bersama kita, Tuhan” (9:40).<br />Para pengejar kembali ke Mekkah dengan gagal mencapai tujuan mereka, tetapi terus bersikeras dengan maksud mereka. Mereka mengumumkan bahwa barangsiapa membawa kembali pelarian-pelarian itu, hidup atau mati, akan menerima hadiah seratus ekor unta. Dan ini disiarkan secara luas ke seluruh Mekkah.<br />Nabi dan Abu Bakar tinggal selama dua hari dua malam di gua itu. Tiap malam, seorang gembala yang bekerja pada Abu Bakar, yang telah diperintahkan mengembalakan domba-dombanya ke dekat gua, membawa domba betina ke dekat pintu dan memerah susu untuk majikannya dan sahabatnya. Beberapa perlengkapan dikirim dari Mekkah oleh puteri Abu Bakar, Asma. Pada malam kedua, Abu Bakar mengirim pesan pada seorang pembantunya di Mekkah, memintanya membawakan dua ekor unta ke gua pada waktu senja berikutnya, yang khusus disediakan Abu Bakar untuk kepentingan ini, bersama seorang penunjuk jalan yang terpercaya untuk membawa mereka ke Medinah. Rombongan empat orang, kemudian memulai perjalanan ke Medinah.<br />Mereka belum maju jauh dari Mekkah ketika seorang pemimpin Badwi, Suraqah, berusaha memotong jalan mereka dengan harapan mengembalikan mereka kepada orang-orang Mekkah, dan karena itu akan menggondol hadiah yang telah disediakan. Ia dinasehatkan supaya jangan meneruskan maksudnya, menyerah pada Nabi, dan kemudian rombongan itu meneruskan perjalanan.<br />Sepuluh hari setelah meninggalkan Mekkah, rombongan kecil itu sampai di dekat Medinah di mana mereka disambut dengan gembira oleh orang-orang Islam Medinah dan orang-orang Islam Mekkah yang telah mendahului mereka. Nabi memutuskan untuk berhenti beberapa hari di Quba, suatu daerah luaran kota Medinah, dan ke Medinah. Sesampainya di Medinah, tindakannya yang pertama adalah membeli tempat di mana untanya berhenti, dengan maksud membangun mesjid di atasnya. Kemudian dia menerima tawaran dari seorang agar untuk sementara tinggal di rumahnya yang berdekatan dengan tempat yang telah dipilih itu, selagi mesjid itu dan perumahan yang berdampingan dengan itu sedang dibangun. (Muhammad Zafrullah Khan-Sinarislam. Wordpress.com)<br /><br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-14271250561976746432008-12-22T00:19:00.000-08:002008-12-22T20:33:20.060-08:00Banjir Diawal Desember<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SU9OzE4nRmI/AAAAAAAAARM/BhZQHQeIAhc/s1600-h/Banjir+Singkawang.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SU9OzE4nRmI/AAAAAAAAARM/BhZQHQeIAhc/s320/Banjir+Singkawang.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5282527527320372834" /></a><br />Malam itu langit diselimuti awan mendung. Hujan terus turun, terkadang gerimis dan kerapkali turun dengan lebatnya. Beberapa lokasi berubah menjadi gudang air. Jalan-jalan utama tergenang. Ratusan rumah penduduk terendam. Ribuan masyarakat diungsikan ke penampungan. Begitulah kondisi Kota Singkawang dalam beberapa hari pada Minggu Ketiga Bulan Desember. <span class="fullpost"><br /><br />Husni. Warga Gang Kemuning Kelurahan Sedau Kecamatan Singkawang Selatan terpaksa mengungsi ke kantor camat. Husni terlihat lelah. Ia duduk diatas kursi pelastik yang tersedia. Ia saya temui di salah satu ruang kantor camat di lantai bawah. <br /><br />Husni mengungsi karena air yang masuk ke rumah sampai sepinggang, Kalau diukur dari permukaan tanah, ketinggian air mencapai dua meter. <br /><br />“Kalau tidak setinggi itu saya tidak mengungsi,” kata Husni. <br /><br />Husni menuturkan air mulai naik sejak Rabu subuh. Semakin siang, air semikin tinggi. Naiknya begitu cepat. Melihat kondisi itu sekitar jam sembilan pagi, Husni memutuskan untuk ikut mengungsi. <br /><br />“Saat mengungsi saya hanya membawa baju dibadan dan beberapa helai pakaian ganti.” <br /><br />Husni tidak sendirian. Bersamanya ada tiga ratus lebih pengungsi yang bernasib sama. Mereka semua menempati semua ruangan yang tersedia. Mereka tidur belampar dengan perlengkapan seadanya. Ada tikar, tikar yang digunakan, ada kardus, kardus yang dimanfaatkan. Saat itu, pengungsi hanya berfikir bisa selamat dan tidur dengan nyenyak. <br /><br />Husni bersama warga lainnya sangat bersyukur. Kondisi hidup mereka langasung mendapatkan perhatian. Bantuan dari pemerintah kota, mulai dari makanan, minuman, dan obat-obatan diperoleh. Pihak swasata juga tidak mau ketinggalan. <br /><br />“Kami sangat bersyukur, karena kami sangat diperhatikan,” kata Husni. <br /><br />Tidak hanya dikelurahan Sedau, sejak Selasa lalu, banjir juga merendam ratusan rumah di Pasar Baru, Kecamatan Singkawang Barat Kota Singkawang. Ratusan jiwa diungsikan ke lokasi yang aman, termasuk di Kantor Camat Singkawang Barat. Satu diantaranya, Lian. <br /><br />“Saya ngungsi ke sini sejak pagi hari waktu banjir mulai besar,” ujar Lian pada saya. <br /><br />Di lokasi pengungsian Lian terlihat pucat. Tapi Lian mengaku dirinya sehat. Lian duduk tersandar di diding kantor. Saat mengungsi, rumah Lian terendam air hingga selutut. Sama dengan Husni, Lian meninggalkan rumah hanya dengan pakaian di badan dan beberapa helai pakaian ganti. <br /><br />Banjir juga melanda masyarakat yang tinggal di Kecamatan Singkawang Utara dan Singkawang Tengah. Ratusan jiwa warga diungsikan. Tidak hanya itu saja, ratusan hektar persawahan juga terendam. <br /><br />“Sawah-sawah itu baru ditanamin padi yang rata-rata berusia satu bulan,” ujar Syafruddin, Camat Singkawang Utara. <br /><br />Bila Husni dan Lian bersibuk mengungsi untuk menyelamatkan diri, sementara itu Jumadi bersibuk menyelamatkan sayur-sayuran barang dagangannya. Warga Bumakong Kecamatan Singkawang Selatan ini sejak pukul 18.00, Selasa lalu, harus mengangkut sayurnya dari pasar sayur ke lokasi baru, Jalan Kompol Mahmud-Jalan Niaga. <br /> <br /><br />“Kalau kami tidak pindah, kami tidak bisa berdagang sayuran,” ujar Jumadi saat ditemui di lokasi perdagangan. <br /><br />Jumadi tidak sendiri. Ia bersama ratusan pedagang lainnya. Jumadi menuturkan perpidahan pedagang itu hanya bersifat sementara. Hanya dilakukan ketika lokasi perdagangan terendam banjir. Setelah banjir surut, pedagang akan kembali berjualan di lokasi lama. <br /><br />“Kalau banjir para pedagang memang pindang ke sini,” terang Jumadi. <br /><br />Jumadi menceritakan, pada tahun 2002, Singkawang pernah banjir besar. Pada saat itu, areal perdagangan sayur juga terendam. Karena ketinggian air begitu parah, para pedagang kemudian pindah ke lokasi yang lebih tinggi, di persimpangan Jalan Kompol Mahmud-Jalan Niaga. Setelah berdagang dipersimpangan Kompol Mahmud, banjir terus membesar, hingga para pedagang kembali hijrah dan berdagang di Jalan Diponegoro. Selama ini, Jalan Diponegoro merupakan salah satu wilayah yang tidak pernah terendam banjir. <br /><br />“Pada tahun 2005 kami juga pindah ke sini, karena pada saat itu pasar beringin juga kebanjiran,” kata pria yang telah berdagang sayur kurang lebih sepuluh tahun ini. <br /><br />Bila banjir sampai tiga hari, maka Jumadi bersama pedagang lainnya akan berdagang di lokasi tersebut selama tiga hari juga. Pastinya, perdagangan di Kompol Mahmud-Jalan Niaga akan terus berlanjut sampai banjir surut, dan pasar sayur tidak lagi tergenang. <br /><br />Ketua Forum PKL Kota Singkawang, Agustomo, saat dikonfirmasi, menuturkan kepindahan para pedagang ke Jalan Kompol Mahmud-Jalan Niaga itu hanya bersifat kondisional. Para pedagang terpaksa pindah karena lokasi mereka bedagang, seperti pedagang sayur, daging, buah dan sebagainya terendam banjir. <br /><br />Kata Tomo, warga akan berhenti berdagang di lokasi yang baru, bila lokasi yang lama telah selamat dari banjir. dan perpindahan para pedagang tersebut pernah dilakukan pada tahun tahun sebelumnya saat banjir melanda Kota Singkawang. <br /><br />“Perpindahan ini hanya kondisional, para pedangang pasti akan kembali bila banjir selesai,” kata Tomo. <br /><br />Puncak banjir Kota Singkawang terjadi pasa Rabu dan Kamis (17-18/12). Banjir hampir menutupi jalan di Kota Singkawang. Jalan Budi Utomo, Jalan Sejahterah, Jalan Niaga, Jalan Kalimantan, Jalan Nusantara, Jalan Pahlawan, Jalan Bambang Ismoyo, Jalan Suhada, Jalan Pramuka, Jalan Lembah Muray, dan beberapa jalan lainnya. <br /><br />Akibat banjir yang menyelimuti jalan tersebut, akses masyarakat terhambat, kendaraan roda dua, empat, tidak bisa berjalan kencang. Kendaraan berjalan lambat hingga mengakibatkan timbulnya kemacetan. <br /><br />Tidak hanya akses dalam kota, akses ke luar Kota, seperti Menuju Kabupaten Bengkayang juga terkendala. Pasalnya jalan Pahlawan, yang menghubung Kota Singkawang dengan Bengkayang terendam banjir yang hampir mencapai pinggang. Akses Bengkayang ini juga terganggu karena Terminal Bengkayang di Kota Singkawang terendam banjir melbi lutut. <br /><br />Banjir juga merendam beberapa rumah ibadah, seperti Pekong Tua yang berdekatan dengan Masjid Raya Kota Singkawang, serta kemungkinan masih banyak rumah ibadah yang terendam, dan tidak terpantau. Banjir juga merendam puluhan sekolah, seperti SMA Talenta serta beberapa sekolah lainnya yang berakibat terganggunya peroses belajar mengajar. <br /><br />Karena banjir itu ratusan rumah penduduk terendam, akan tetapi hampir tidak ada masyarakat yang mengangkut perabotan. Malah, berdasarkan pantauan yang dilakukan, ratusan bahkan mungkin ribuan penduduk mulai dari anak-anak hingga orang tua, pria dan wanita turun ke jalan. Mereka terlihat antusias menikmati banjir dengan bermain air. Air banjir itu dimanfaatkan untuk membersihkan kendaraan. <br /><br />Namun ada juga penduduk untuk memilih diam di rumah dengan naik ke lantai dua. Mengamati ketinggian air apakah berkurang atau terus bertambah. Bahkan belasan hingga puluhan penduduk yang memilih untuk mengungsi. <br /><br />Karena banjir itu juga, pemilik tokoh yang berada di areal banjir memilih untuk tutup sementara. Hanya ada satu dua yang buka. <br /><br />Banjir Kota Singkawang mulai surut, Jumat (19/12) yang lalu. Dalam dua hari terkahir cuaca di Kota Singkawang sangat cerah. Hujan tidak turun, matahari pun muncul dengan sinarnya yang cukup panas. <br /><br />Masyarakat yang sebelumnya mengungsi, berangsur-ansur meninggalkan lokasi pengungsian. <br /><br />Kantor Camat Singkawang Selatan yang terletak di Kelurahan Sedau, yang semenjak dua hari yang lalu dipadati ratusan warga pengungsi telah kosong kembali. Sejak Jumat pagi, warga kembali kerumahnya masing-masing. <br /><br />“Warga yang mengungsi di sini sudah pulang ke rumahnya masing-masing,” kata Koordinator Banjir Sedau Kecamatan Singkawang Selatan, Andrian, saat ditemui di Kantor Camat Singkawang Selatan. <br /><br />Berdasar data terakhir, jumlah jiwa yang mengungsi ke kator Camat Singkawang Selatan berjumlah 392. Sementara untuk warga yang mengungsi ke rumah warga yang tidak terkena banjir berjumlah 767 jiwa. <br /> <br /><br /><span style="font-weight:bold;">Gimana dengan pemerintah?</span> <br /><br /><br />Banjir Kota Singkawang yang menyebabkan ratusan rumah terendam dengan ribuan pengungsi mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kota Singkawang. Jauh-jauh hari sebelum banjir, pemerintah telah menyiapkan anggaran. <br /><br />“Setiap tahun ada anggaran untuk bencana banjir. Tidak hanya dari pemerintah kota, pemerintah provinsi dan pusat juga menyiapkan anggaran serupa,” ujar Walikota Singkawang, Hasan Karman, saat mengungjungi korban banjir di beberapa lokasi pengusian. <br /><br />Banjir bukanya hanya musibah di Kota Singkawang. Akan tetapi terjadi hampir di semua daerah di Indoensia. Banjir tersebut dipengaruhi tingginya curah hujan dan air pasang. <br /><br />“Banjir ini betul-betul kehendak alam, bukan kita yang meminta, dan jangan sampai kita minta,” terang Hasan didampingi Istri, Ny. Emma Hasan Karman. <br /><br />Dalam kunjungan ke lokasi pengungsian itu, Hasan Karman juga didampingi kepala dinas terkait seperti Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil (Sosdukcapil) Kota Singkawang, Rahmat Basuni, Kepala Dinas Kesehatan, Normansyah. <br /><br />Bantuan yang disalurkan Pemerintah Kota Singkawang diantaranya beras dan mie instant. Untuk satu jiwa mendapatkan jatah beras sebanyak empat ons dan sebungkus mie instans untuk satu kali makan. <br /><br />Dengan bantuan yang telah disalurkan, Hasan, mensesalkan pesan singkat yang disampaikan masyarakat kepadanya yang mengatakan para pengungsi hanya mendapatkan 0,7 ons setiap harinya untuk setiap jiwa. <br /><br />Apaya yang dikatakan Hasan karman terkait bantuan beras tersebut dibenarkan Kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil (Sosdukcapil) Kota Singkawang, Rachmat Basuni. <br /><br />“Yang kita salurkan empat ons per jiwa untuk sekali makan, bukan 0,7 ons perjiwa untuk satu hari,” ujar Rahmat yang juga mensesalkan kabar miring itu. Kabar itu juga ditulis salah satu media daerah di Kalimantan Barat. <br /><br />“Kalau mau menulis seperti itu, kita mohon untuk dilakukan kroscek kembali,” pinta Rahmad. <br /> <br /><br />Tidak hanya dari segi makanan, perhatian terhadap kesehatan masyarakat juga tidak kalah petingnya. Tenaga kesehatan dipersiapkan untuk memantau kondisi para pengungsi. Beragam jenis obat-obatan juga dipersiapkan. <br /><br />“Sampai saat ini, kondisi kesehatan pengungsi cukup baik. Tidak ada penyakit serius yang mereka derita,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Singkawang, Nurmasyah. <br /><br />Pihak kesehatan siap mengawal para pengungsi baik saat musibah banjir atau pasca banjir. Terlebih kata Norman, penyakit tersebut lebih banyak muncul setelah banjir usai. <br /><br />“Bila kita kehabisan stok obat, kita akan mendapatkan bantuan tambahan dari provinsi,” jelas Noman. <br /><br />Terkait dengan sawah terendam, Hasan Karman, mengatakan pihaknya akan menyalurkan bibit pengganti. Namun secara teknis akan dilakukan dinas terkait, dalam hal ini Dinas Agribisnis Kota Singkawang. <br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-54789262189450862032008-12-14T20:51:00.000-08:002008-12-14T21:07:40.371-08:00Ketika Patung Naga Dibangun<strong><em><blockquote>Naga hewan sacral. Naga hewan universal. Apa kata mereka bila naga itu dibangun di lokasi umum sebagai pemanis kota?</blockquote></em></strong><br /><strong>Mujidi, Singkawang</strong><br /><br />Dua hari menjelang minggu pertama bulan Desember 2008 yang lalu, ribuan masyarakat membanjir di tengah Kota Singkawang. Mereka memenuhi setiap sudut ruang kosong. Saling berdesak untuk tampil paling depan. Satu keinginan, hanya untuk menyaksikan perobohan patung naga setengah jadi yang dibangun di persimpangan Jalan Kempol Mahmud – Jalan Niaga.<span class="fullpost"><br />Lebih dari dua jam aktifitas ekonomi masyarakat di sekitar lokasi patung naga terhenti. Pemilik toko, lebih memilih menutup tempatnya berjualan. Hari itu, counter handphone, warung kopi, hotel, toko elektronik dan toko bangunan serta toko pakaian, juga memilih untuk tidak berdagang. <br />Selesai salat jumat, puluhan massa dari Front Pembela Islam (FPI) di Singkawang bersama FPM dan Aliansi LSM bergerak mendekati bangunan patung yang baru digarap kurang lebih sepuluh hari itu. Massa FPI itu mendekati dengan berpawai menggunakan puluhan kendaraan roda dua, diiringi satu unit mobil lengkap dengan alat pengeras suara. <br />FPI dan aliansi LSM menilai pembangunan patung naga itu telah mengusik kerukunan hidup umat beragama di Kota Singkawang. Untuk itu, dalam orasinya, Ketua DPW FPI Kota Singkawang Yudha R Hand menuntut dengan tegas pembangunan patung naga tersebut dihentikan. <br />Namun disayangkan, keinginan FPI pada hari itu tidak dikabulkan pihak kepolisian. Kepolisian meminta agar massa FPI melakukan audiensi kepada Pemerintah Kota Singkawang. Massa FPI menyetujui,kemudian bubar dengan tertib dan tenang. Ribuan massa yang datang untuk menyaksikan beransur-ansur berkurang. Kondisi Kota Singkawang kembali tenang. <br />Pertemuan dengan pemerintahan Kota Singkawang direncanakan hingga, Jumat (12/12) dua hari yang lau, belum juga terlaksana. Kalaupun pertemuan dilakukan, FPI tetap menuntut pembangunan patung naga diberhentikan dan dibongkar.<br />“Kami tetap pada sikap kami yang menginginkan pembangunan patung naga diberhentikan dan dibongkar,” kata Yudha saat dikonfirmasi. <br />Yudha mengatakan, penolakan FPI terhadap pembangunan patung naga sangat beralasan. Naga merupakan hewan sacral dan identik dengan salah satu etnis. Hingga patung naga tidak dapat dibangun di lokasi umum. Kalaupun ingin membangunan patung naga, sebaiknya dilakukan di lokasi ibadah, atau di lokasi yang bukan milik bersama. <br />“Singkawang milik kita bersama-sama, bukan milik salah satu etnis. Oleh kerena itu, pembangunan patung naga di lokasi umum harus dihentikan,” terang Yudha.<br />Yuda mengatakan, pembangunan patung naga itu memunculkan system perkotakan etnis di Singkawang. Sitem itu ditakutkan akan berdampak pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI akan goyang.<br />“Karena itu, kami tetap menuntut agar patung naga yang dibangun dirobohkan,” kata Yudha mempertegas. <br />Keinginan FPI, FPM dan aliansi LSM bertolak belakang dengan, Kenny Kumala. Tokoh etnis Tionghoa Kota Singkawang ini berpendapat pembangunan patung naga tentu akan menambah khasanah budaya yang kebhinnekaan di Kota Singkawang. Kata Kenny, Patung Naga yang didirikan di salah satu persimpangan itu bukan sebagai symbol agama. Akan tetapi sebagai tugu pemanis Kota Singkawang sebagai kota pariwisata. <br />“Dengan adanya tugu itu, keunikan Singkawang akan bertambah,” ujar Kenny. <br />Secara terbuka, Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat ini berpandangan semestinya FPI dan beberapa elemen yang terlibat tidak perlu bersikap dan bertindak untuk merobohkan patung naga itu. Karena kegiatan itu tidak didukung oleh ribuan orang. <br />Menurut pengamatan Kenny, apa yang dilakukan FPI dengan tuntutannya sangat tidak baik untuk kerukunan hidup yang selama ini telah berlangsung di Kota Singkawang. FPI merusak tatanan hidup yang sudah matang. <br />“FPI membawa ketidakharmonisan yang semestinya harus dijaga bersama. Untuk itu, sebaiknya FPI tidak boleh ada di Kota Singkawang,” ujar Kenny. <br />Kenny kembali menegaskan, tidak ada perlakuan diskriminasi dalam agama di Kota Singkawang. Semua agama di jamin untuk berkembang. Semua penganut mendapatkan kesempatan untuk menjalankan perintah agama yang diyakininya. Dan itu jelas telah termuat dalam salah satu sila pancasila, serta dalam satu pasal di UUD 1945.<br />“Jadi kita jangan berpikiran di Kota Singkawang telah terjadi diskriminasi dalam agama,” kata Kenny.<br />Simon Takdir, Kepala Adat Dayak Benua Garantukng Sakawokng Kecamatan Singkawang Timur dan Selatan, saat ditemui di kediamannya menegaskan, pembangunan patung naga di salah satu persimpangan jalan di tengah Kota Singkawang tidak perlu diperbesar-besarkan. <br />Naga, atau dalam bahasa Dayak yang di sebut Nabo merupakan nama hewan yang terdapat dalam cerita, mitos dari semua etnis dan bangsa di dunia. Kaberdaan naga di kosmos juga bermacam ragam. Kemudian naga bukanlah binatang yang sakral, namun melainkan bersifat universal.<br />"Karena naga itu universal, maka naga itu bukan saja milik satu etnis atau bangsa tertentu," kata Simon memperjelas.<br />Kata Simon, dalam cerita suku Dayak Nek Jahi dalam menyelesaikan misinya di pulau jawa dibantu putri naga. Secara antropologius, situasi ini merupakan simbol dimana salah satu unsur alam, yakni bintang sangat dekat dan bersahabat dengan manusia. Tidak heran bila lukisan dan ukiran binatang itu mengihiasi rumah-rumah, pakaian, aksesoris suku Dayak.<br />"Binatang ini menjadi ornament dalam kesenian suku Dayak. Demikian juga dalam kehidupan etnis dan bangsa lain," kata Simon.<br />Menurut Ahli Antropologi ini, sungguh suatu kekeliruan jika ada pendapat yang mengatakan ornamen naga itu milik sebuah etnis tertentu, seperti yang terjadi dalam polemik pembangunan tugu dengan aksesoris naga di Kota Singkawang.<br />"Suku Tionghoa Singkawang, tidak pernah mengklaim bahwa naga adalah ciri budaya mereka. Klaim yang keliru itu hanya datang dari orang yang tidak mengerti akan keberadaan mitos naga tersebut," terang Simon.<br />Simon menilai, pembangunan naga pada persimpangan itu hanya sebagai ornament, dengan maksud untuk memperindah kota Singkawang. Bangunan itu merupakan sebuah aksesoris untuk menambah keunikan di Kota Singkawang, sehingga memiliki daya tarik tersendiri.<br />"Sebagai kota nasional, pembangunan tugu berornamen naga itu tidak perlu dipermasalahkan, baik dari segi lokasi maupun seni dan religi. Walaupun sekiranya ornamen naga itu hanya milik etnis tertentu saja, keberadaannya harus kita terima karena justru memperkaya budaya kita serta menujukkan kehidupan multikultural Kota Singkawang," jelas Simon seraya menganjurkan agar masyarakat Kota Singkawang berterimakasih dan mendukung donatur kelahiran Kota Singkawang, yang masih cinta dan memperhatikan kotanya.<br />Karena ornamen naga itu tidak perlu dibesar-besarkan, Simon megajak semua pihak untuk berfikir matang dan dewasa agar pembangunan tugu denga ornamen naga itu tetap dilanjutkan dan didukung bersama. Tujuannya untuk kemajuan dan keindahan Kota Singkawang itu sendiri. Kalaupun ada permasalahan, sebaiknya dipilih penyelesaian di atas menja bersama pemerintah melalui dialog atau seminar.<br />"Sampaikan dengan kata-kata yang santun dan beradat, bukan melaluai jalan kekerasan atau konflik yang disertai dengan kata-kata yang tidak baik," harap Simon.<br />Sementara itu salah satu warga Singkawang, Sukarmi memberikan solusi. Katanya, untuk mencapai kesepakatan, DPRD dan pemkot harus segera membuat perda tentang pengelolaan fasilitas umum dan aset Kota Singkawang. Perda ini nantinya akan mengatur pengelolaan fasum dan aset daerah, seandainya jika tidak ada yang mengaturnya. <br />“Bila tidak ada Perda, pertentangan selalu saja terjadi. Bahkan, isu SARA dibawa-bawa dan bisa-bisa merusak hubungan dan kerukunan antaretnis yang sudah terbina sejak lama, dan kita akan rugi hanya persoalan sepele," kata Sukarmi.<br />Kata mantan Anggota DPRD Sambas ini, pemecahan masalah akan lebih baik bila dilaksnakan dalam satu meja, masing-masing pihak menahan diri. <br />"Mari kita sehati, berpikir, duduk bersama mencari solusi yang terbaik membangun Singkawang bersama pemerintah menuju kota wisata dengan satu persepsi dan satu tujuan," katanya. <br /><br /><blockquote>*<strong>Hasan Karman: Saya Pilih Naga</strong></blockquote><br />Lampu hias dengan tugu patung naga yang dibangun di persimpangan Jalan Kempol Mahmud-Jalan Niaga merupakan pilihan Walikota Singkawang, Hasan Karman. Hasan Karman memilihnya dari tiga model yang diajukan dinas terkait. <br />“Saya pilih naga setelah berkoordinasi dengan dinas PU dan Tata Kota,” demikian dikatakan Hasan Karman saat ditemui di rumah dinasnya.<br />Hasan Karman mencerita secara kronologis asal mula pembangunan patung naga tersebut. Pembangunan patung naga itu bermula saat kampanye Pilkada Walikota Singkawang beberapa waktu yang lalu. Pada saat kampanye, tugu yang saat ini dibangunan patung naga rusak lantaran ditabrak. Hasan Karman mendapatkan komplein masyarakat. Kecelakaanpun kerap kali terjadi.<br />Kemudian karena banyaknya tuntutan masyarakat, beberapa waktu yang lalu, salah satu pengusaha asal kota Singkawang bersedia untuk melakukan pembangunan tugu yang baru.<br />“Karena keinginan pengusaha itu, saaya minta dinas PU dan Tatakota untuk merancang tugu yang cocok. Dari tiga rancangan yang diajukan, saya pilih naga,” terang Hasan, seraya mengatakan tugu dengan patung naga itu sejalan dengan visi misi Kota Singkawang sebagai Kota Pariwisata.<br />Hasan Karman menegaskan, naga bukan hewan yang sacral, bukan hewan untuk disembah. Naga hewan universal yang ada diberbagai etnis di dunia. Sebagai contoh, etnis Tionghoa miliki naga, Dayak memiliki naga, Jawa memiliki naga, Negara eropa juga memiliki naga. <br />Selain itu, dibeberapa tempat pariwisata, patung naga selalu saja menjadi penghias. Di pantai kijing ada patung naga, di Sinka ada patung naga, di Bougenvil ada patung naga, di keraton Jogja ada patung naga. Jadi naga hewan universal.<br />“Naga tidak hanya milik etnis Tionghoa, akan tetapi milik seluruh etnis,” jelas Hasan Karman.<br />Menurut Hasan Karman, pembangunan naga sebagai tugu itu sebagai upaya untuk mendukung dunia pariwisata di Kota Singkawang. Patung naga itu diharapkan dapat menarik para wisatawan untuk berkunjung ke Kota Singkawang.<br />Karena naga bukan hewan sakaral, karena hewan itu milik semua etnis, dan tidak memunculkan pengotakan pengotakan, maka kata Hasan pembangunan akan tetap dilakukan.<br />Lebih jauh, Hasan mengatakan, untuk membangunan pariwisata Kota Singkawang, pemerintah tidak hanya membangun patung naga. Akan tetapi juga berencana untuk membangu satu tugu yang melambangkan keberagaman suku di Kota Singkawang. Hasan juga berencakan akan membanganun pintu gerbang di tiga pintu masuk Kota Singkawang dengan corak tiga etnis terbesar di Kota Singkawang, Tionghoa, Dayak, dan Melayu.<br />“Ini sudah saya rancang, mungkin dalam waktu dekat akan terealisasi,” tutur Hasan.<br /><br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-52049617525100205242008-12-02T20:12:00.000-08:002008-12-02T20:18:35.741-08:00Mencari Kebenaran<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/STYIby2PaBI/AAAAAAAAAQ0/5vX-TtyVqaM/s1600-h/Berkunjung.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/STYIby2PaBI/AAAAAAAAAQ0/5vX-TtyVqaM/s320/Berkunjung.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5275413287109879826" /></a><br />Suatu siang Selasa, sekitar pukul 14.00 Wib, mendadak halaman kantor Borneo Tribune Biro Kota Singkawang Kalimantan Barat,dipenuhi belasan pelajar berseragam putih. Ada perempuan dan laki-laki. <br /><br />Saya yang berada di ruang tengah, awalnya tidak ambil pusing. Terlebih saya tidak menggunakan baju lantaran cuaca pada hari itu cukup panas. Pelajar itu kemudian diterima staf pemasaran Borneo Tribune, Aldi Khairudin. <br /><br />Saya berpikiran pelajar itu bersal dari SMAN 10. Yang pada hari sebelumnya, Senin, membagikan bunga untuk memperingati hari HIV/AIDS sedunia. Pemberintaanya diterbikan pada edisi Selasa, keesokan harinya. <span class="fullpost"><br /><br />“Bang ada anak-anak SMAN 1. Katanya mau klarifikasi berita,” kata Aldi yang mengahmpiri saya yang baru keluar kamar. Saya tersadar, ternyata pelajar berseragam putih itu para siswa dan siswi SAMN 1 Kota Singkawang. <br /><br />Saya kembali bertanaya kepada Aldi, Berita apa? Pertanyaan itu wajar, karena pada edesi Selasa ataupun pada hari-hari sebelumnya saya tidak pernah membuat tulisan berkaitan dengan SMAN 1 Kota Singkawang. <br /><br />“Berita apa yang mau mereka klarifikasi,” ujar saya memperjelas. <br /><br />Aldi kemudian menyerah kora Harian Borneo Tribune edisi Senin, 1 Desember 2008. Aldi membuka halaman pendidikan. Salah satu halaman unggulan yang dimiliki koran yang baru berusia lebih dari satu tahun ini. Aldi menunjukkan salah satu judul berita yang ditulis dengan font yang cukup besar. Judulnya, Tahun 2009 Seluruh Sekolah di Kalbar Terakreditasi. Berita itu ditulis Tantra Nur Andi. Wartawan pendidikan Borneo Tribune.<br /><br />”Katanya mereka minta penjelasan dari isi berita ini, yang ada menyangkut SMAN 1,” ujar Aldi. <br /><br />Di tengah tengah pembicaraan saya dengan Aldi, Halaman Kantor Borneo Tribune makin dipenuh pelajar. Satu diantara merekapun tidak ada yang mau masuk keruangan sebelum dipersilahkan. Mereka begitu sopan. <br /><br />”Masuklah,” saya berseru. Dua orang diantara mereka, bergegas. Semuanya masukpun ndak apa. Di luar panas. Ruang kita cukup kok. Kata saya sebari mempersilah dua pelajar yang masuk untuk duduk di sopa berwarna coklat muda, seirama dengan warna diding kantor yang saya tempati. <br /><br />Nidia, salah satu pelajar yang masuk buka pembicaraan. Ia menyodorkan korang yang sama. Ia juga menujukkan beberapa kalimat yang sudah digaris bawah dengan bolpoint. Kalimat yang dinatandai kurang lebih berbunyi setelah proses penilaian akreditasi selesai ternyata ada sekolah yang selama ini yang dianggap masyarakat bagus dan berkualitas, namun hasil penilaian akreditasi sekolah tersebut kurang baik. Contonya, selama ini masyarakat Singkawang beranggapan bahwa SMAN 1 Singkawang adalah sekolah berkualitas namun, hasil penilaian akreditasi, nilai SMAN 1 Singkawang masih dibawah SMAN 3 Singkawang”. Nidia membacanya dengan runtut. Walau baru duduk di kelas II A di SMAN 1, Nidia begitu berani menyampaikan unek-uneknya dengan tenang. <br /><br />”Kami mau tahu, dari maa sumber dan datanya bila SMAN 1 Singkawang itu berada di bawah SMAN 3 Singkawang. Menurut kami, dari segala prestasi, SMAN 1 Singkawang lebih berprestasi dibandingkan dengan SMAN 3,” kata Nidia. <br /><br />Nidia menambahkan, pemberitaan tersebut sebaiknya harus dilengkpi dengan data. Sehingga para siswa atau pihak sekolah yang diberitakan dapat menerima. Namun sayang, dalam berita itu tidak ada data yang mengatakan SMAN 1 Singkawang berada di bawah SMAN 3. <br /><br />Saya berkesempatan menanggapi. Saya katakan, berita itu tulisan wartawan Borneo Tribun di Kota Pontianak, namanya Tantara Nur Andi. Ia ada di Pontianak, dan dia wart awan Pendidikan Borneo Tribune. <br /><br />“Bukan saya tidak mau menanggapi, tapi bagusnya kita tanyakan ke wartawannya langsung,” saya menjelaskan. <br /><br />Saya membuka nomor kontak di Handpon. Lama mencari, nomor Tantra tidak saya dapati. Saya hubungi kantor redaksi Borneo Tribune di Pontianak. Tidak lama, nomor Tantara saya dapatkan dari Lina, Sekretaris Redakasi. <br /><br />Tantra saya hubungi. Nyambung. Kedatangan para siswa ke Borneo Tribune, maksud dan tujuannya saya samapaikan. Saya persilahkan Tantara untuk berbicara langsung dengan siswa, yang sekali lagi diwakilkan Nidia. <br /><br />Kurang lebih lima menit pembicara berlangsung. Keduanya terlibat pembicaraan. Nidia menyampaikan apa yang perlu disampaikan. Dan sepertinya, Tantra juga menjelaskan apa yang diingikan para siswa itu. <br /><br />Giliran saya yang berbicara degan Tantra. Tantra mengatakan sumber dari beitanya itu adalah Aswandi. Ia sebagai Kepala Badan Akreditasi Provinsi Kalimantan Barat. Terkait dengan data, tantara mengatakan data itu ada Cuma belum saatnya untuk dipublikasikan. Kemudian saya usulkan ke Tantara untuk menghubungi kepala sekolah SMAN 1 Kota Singkawang. Nomor handpon kepala sekolah SMAN 1 Kota Singkawang, Helmi MK, saya dapatkan dari siswa. Melalui pesan singkat, nomor Helmi itu saya berikan pada Tantra. <br /><br />Setelah berbicara dengan Tantra, para siswa ini mohon undur diri. Kurang lebih setengah jam mereka berada di Kantor Borneo Tribune biso Singkawang. Saya terasa sangat puas dan bangga dengan kedatangan dan sikap mereka. Untuk para siswa itu saya ucapkan terimakasih. <br /><br />Sekitar setengah jam berselang, rombongan SMAN 1 Kembali mendatangi Kantor Biro Borneo Tribune Singkawang. Mereka sepertinya bukan rombongan pertama. Mereka yang datag semua pelajar. Mereka kemudian menyemut ke halaman Kantor. <br /><br />Permisi bang, ini kantor Borneo Tribune ya?, kata salah satu diantara pelajar itu. Tadi ada yang ke sini ya bang. Saya mengiyakan dan berkata, oooo ini rombongan lain ya. Saya mempersilahkan masuk. <br /><br />Rombongan kedua ini dipimpin Ketua Osis, Dennis Ferdoansyah. Sama dengan rombongan pertama, rombogan ini juga mempertanyakan pemberitaan terkait dengan akreditasi yang membawa SAMN 1 dan SAMN 3 Singkawang. Saya menjelaskan hal yang sama seperti yang saya jelaskan pada rombongan pertama. Namur dibalik kepuasan itu, para siswa ini kembali menunggu pemberitaan selanjutnya. <br /><br />Pertemuan saya dengan rombogan kedua begitu nikmat. Terasa menyenangkan. Kami berbicara nyantai dengan duduk di lantai. Terlebih pembicaraan itu menggunakan dialeg sambas. Saya tidak kaku, dan saya cukup mahir dengan dialeg itu.<br /><br />Kemudian para siswa itu kembali meminta pamit. Namun sebelum meninggalkan kantor Borneo Tribue, pelajar itu mengajukan permintaan untuk diberitakan. <br /><br />”Bang foto kami bang, masukkan dalam berita, tapi beritanya yang bagus,“ ujar salah satu pelajar. Saya menyanggupi. Kemera saya ambil. Saya berjanji beritanya akan saya buat. Setidaknya soal kedatangan mereka ke Borneo Tribune Biro Singkawang untuk mencari kebenaran berita. <br /><br /><br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-527515508124362722008-11-23T23:48:00.000-08:002008-11-23T23:58:31.667-08:00“Empat Serangkai” Harus Mundur<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SSpdGigo9ZI/AAAAAAAAAQs/c_sM23uxSoA/s1600-h/Tuntut+Mundur+1.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SSpdGigo9ZI/AAAAAAAAAQs/c_sM23uxSoA/s320/Tuntut+Mundur+1.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5272128680714892690" /></a><br />Borneo Tribune, Singkawang<br /><br />Kami ingin empat “Empat Serangkai” ini mundur dari jabatannya, dan digantikan dengan orang yang lebih tepat demi dan untuk kemajuan perguruan Advent Singkawang. Ungkapan itu disampaikan belasan siswa-siswa SMP dan SMA Perguruan Advent Kota Singkawang, Kalimantan Barat, <span class="fullpost">saat menggelar orasi di halaman sekolah yang terletak di Jalan Raya Bengkayang, Kelurahan Sanggu Kulor, Kecamatan Singkawang Timur. Pernyataan itu disampaikan dalam bentuk pernyataan sikap, pada Senin (24/11) kemarin. <br /><br />Empat serangkai yang dimaksudkan, Drs. M. Arifin Simbolon S. Th, Dra. Nurhayati Simbolon, Erwinto Simbolon, SE, dan Pdtm. Gerbin Tamba S. Th. Semuanya tenaga pengajar.<br /><br />M. Arifin Simbolon, dianggap siswa sebagai orang yang tidak bisa menjaga mulut, sering cabul dengan murid perempuan, tidak bersahabat dengan guru, dan bila siswa di asrama mengadakan renungan pagi bel dibunyikan sangat keras sampai dua atau tiga kali, mendeskriditkan suku dayak, tidak mencerminkan diri sebagai kepala sekolah atau seorang pendidik terlebih lagi sebagai hamba Tuhan. <br /><br />Dra. Nirhayati Simbolon dianggap siswa sebagai guru yang suka memfitnah oarng lain tanpa fakta, berbicara manis di bibir namun sakit dihati, sering menggesek posisi jabatan guru-guru, sering menyombongkan diri di hadapan banyak murid, di kelas lebih banyak menceritakan kesalahan orang lain dari pada menyampaikan teori mata pelajaran. <br /><br />Erwin Simbolon, SE, dinilai para siswa sering menegur guru di hadapan orang banyak, penusuk dari belakang, memperbesar masalah yang sepele, serta sok mengatur murid-murid. <br /><br />Sementara Pdtm. Gerbin Tamba S. Th, dianggap memiliki perkataan yang tidak sesuai dengan perbuatan, selalu berusaha untuk menunjukkan kemampuan fisik, suka menghina agama orang lain, sering berprilaku kasar terhadap murid-murid, dan selalu menantang murid untuk berkelahi.<br /><br />Butir-butir pernyataan untuk empat serangkai itu diketik dengan rapi dalam satu kertas, diperbanyak, kemudian dibagi-bagikan, termasuk diserahkan kepada pihak sekolah. Pernyataan itu juga diberikan kepada M. Arifin Simbolon, selaku kepala sekolah dan selaku orang yang dituntut para siswa untuk mundur. <br /><br />Dalam menyampaikan pernyataan sikap itu, siswa dengan rela berpanas diri diteriknya sinar matahari yang cukup panas. Siswa berkumpul, dan terus mengelu-elukan keinginan yang pada intinya mengingikan M. Arifin Simbolon Cs mundur dari jabatan. Tindakan siswa itu dilakukan atas inisiatif sendiri, dan tanpa disepeonsori atau didukung orang lain. <br /><br /><span style="font-style:italic;"><span style="font-weight:bold;"><blockquote>“Tuntutan kami ini murni, kami bergerak atas aspirasi kami sendiri, dan kami tidak disuruh orang lain,” demikian dikatakan Muria, siswa kelas dua SMA Advent, saat ditemui di sela-sela aksinya, kemarin. </blockquote></span></span><br /><br />Karena prilaku yang disampaikan melalui pernyataan sikap itu, Muria bersama teman-teman lainnya yang tinggal di asrma Advet terpaksa melarikan diri, dan pulang ke rumah masing-masing. Di hadapan orang tua, para siswa menyampaikan keluh kesah sesuai dengan pernyataan sikap yang disampaikan.<br /><br />“Orang tua kami tahu dengan apa yang kami lakukan, dan mereka mendukung aksi kami ini,” terang Muria. <br /><br />Menurut Muria, mereka yang melakukan aksi sebagain besar adalah siswa yang nginap di asrama. Dan ada beberapa diantara dari mereka yang berdomenstrasi adalah siswa yang tidak tinggal di asrama. <br /><br />“Kami yang tinggal di asrama yang banyak berdemonstrasi, karena kami banyak dipermalukan. Salah satunya bila kami bermasalah di asrama, maka dibuka di sekolah. Kami malu,” tambah Muria lagi. <br /><br />Medapatkan tuntutan para siswa tersebut, M. Arifin Simbolon, dengan jiwa besar turun ke lapangan untuk menemui para siswanya. Dengan pernyataan sikap sisiwa yang ada di tangannya, M. Arifin, penuh kepercayaan diri menjawab degan tergas bahwa pernyataan sikap itu hanya fitnah. <br /><br />”Ini semua tidak benar, ini semua fitnah,” kata M. Arifin Simbolon, saat ditemui wartawan. Namun, atas dasar tuntutan siswa, M. Arifin berjanji akan menampung dan segera menyelesaikannya.<br /><br />M. Arifin memperkirakan, gerakan siswa tersebut didalangi oleh pihak-pihak tertetu. Arifn mengetahui pihak tersebut. Namun sayang Arifin tidak berkenan untuk menyebutkan siapa yang ikut mendalangi pergerakan siswa-siswanya. <br /><br />Siswa mulai mendatangi sekolah dan berdemontrasi sekitar pukul delapan pagi. Pukul sepeluh lebih, para siswa bubar setelah sebelumnya menggelar do’a bersama. Para siswa meninggalkan beragam tuntutan yang harus segera diselesaikan. Demontrasi berjalan lancar bersama kawalan pihak kepolisian. <br /><br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-62658922868096421612008-11-11T19:53:00.000-08:002008-11-11T19:57:21.429-08:00Aroma Tahu Singkawang<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SRpTexArP7I/AAAAAAAAAQk/B2EojGwMmZY/s1600-h/Tahu+Singkawang.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SRpTexArP7I/AAAAAAAAAQk/B2EojGwMmZY/s200/Tahu+Singkawang.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5267614502180569010" /></a><br />Selain kondisi alam dan budaya wisata yang dimiliki, kota Singkawanga, Kalimantan Barat, juga memiliki beragam makanan yang dapat dijadikan sebagai wisata kuliner. Satu diantaranya, Tahu Singkawang. <span class="fullpost"><br /><br />Rasa menjadi cirri khas dan membuat tahu ini dari kota Amoy ini lebih terkenal. Bukan sekarang, tapi sudah bertahun lamanya. Bukan hanya dilingkup kota Singkawang, Tahu Singkawang juga digemari masyarakat di luar kota Singkawang. <br /><br />Misalnya Sunarno, Tasliman, dan Khairullah. Mereka semua merupakan warga Pontianak yang berkeja di Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat. Tiga pria ini membeli tiga ratus biji tahu di salah satu pabrik tahu milik Pheng Chen Khiong di Jalan Yohana Godang. <br /><br />Sunarno dan kedua rekannya ada tugas di Kabupaten Sambas dan Bengkayang. Karena tugas sudah selesai, ia kemudian mampir ke Kota Singkawang untuk membeli tahu sebagai oleh-oleh untuk keluarga. <br /><br />Sunarno bukan langganan tetap, namun setiap mampir ke Kota Singkawang dirinya selalu membeli tahu. Pembelian akan banyak seiring banyaknya keluarga yang memesan.<br /><br />”Yang jelas memang tahu Singkawang tidak ada tandingnya, hiangga tahu produksi Kota Singkawang sangat terkenal dan enak untuk dimakan dibandingkan tahu hasil produksi di tempat lain di luar Kota Singkawang,” tambah Tasliman.<br /><br />Tasliman mengatakan, tahu produksi dari Kota Singkawang juga dijual di Kota Pontianak. Biasanya, penjualan dilakukan dengan sepeda dan berkeliling dari rumah ke rumah. Penjualan keliling itu diringi dengan teriakan “Tahu Singkawang”.<br /><br />Tahu Singkawang membawah kesan, bila warga luar Singkawang berkunjung ke kota Singkawang dan tidak membawa tahu dari Kota Singkawang, maka warga luar tersebut dinyatakan belum datang ke Kota Singkawang.<br /><br />Selain rasanya yang cukuk enak, keunikan tahu Singkawang terletak pada pengelolahnya. Bila didaerah lain, yang membuat tahu adalah warga Jawa, maka di Kota Singkawang, warga Tionghoa lebih dominant. <br /><br />Satu diantaranya, Pheng Chen Khiong, Warga Tionghoa berusia 33 pemilik pabrik tahu di Jalan Yohana Godang menuturkan usaha yang digelutinya meruapakan usaha keluarga. Usaha yang berdiri sejak 40 tahun yang lalu. saat ini Pheng Chen Khiong meneruskan usaha ayahnya Phang Tet Kit yang telah meninggal pada Desember tahun lalu.<br /> <br />Dalam membuat tahu, Pheng Chen Kiong mengaku, sebanyak 30 kilo gram kacang kedelei dihabiskan dalam satu hari. Jumlah kacang itu menghasilkan 1.300 biji tahu. Jumlah pembuatan akan berubah pada saat waktu libur.<br /><br />“Biasanya yang ramai, pada hari libur, Sabtu dan Minggu. Pada hari libur itu banyak orang luar Kota Singkawang yang datang dan membeli tahu untuk oleh-kerabat dan keluargnya, atau sekedar di konsumsi untuk sendiri,” ungkap Pheng.<br /><br />Pheng Chen Khiong mengaku tidak memasarkan tahunya ke pasar-pasar yang ada di Kota Singkawang. Karena orang lebih memilih untuk mendatangi rumahnya dan membeli langsung.<br /><br />“Banyak pembeli datang kerumah mungkin dari mulut ke mulut,” ungkap lelaki yang memilki dua orang.<br /><br />Dituturkannya, kalau memang tahu yang diproduksinya dalam satu hari ada yang tidak terjual, maka tahu tersebut akan direndam dengan air garam, dan dalam waktu empat jam sekali air tersebut harus diganti, dan hal ini dilakukan tahu tersebut tetap awet, bisa juga untuk menjaga agar tahu tetap awet di lakukan dengan cara direbus.<br /><br />Pheng Chen mengaku tidak mengalami kendala memperoleh kacang kedele. Pheng membeli kacang kedele dari Pontianak dengan harga Rp. 6.600/kilo. Katanya kacang kedele itu didatangkan langsung dari Negara Amerika,. <br /><br />Untuk peruses pembuatan, Pheng Cen Khiong menuturkan, pertama kali yang dilakukan merendam kacang kedeli dengan air sampai mengembang selama kurang lebih dua tiga jam. Setelah itu kacang digiling, dan seterusnya di saring untuk diambil airnya, setelah itu air kedele itu dimasukkan kedalam tong dan dibekukan dengan air garam kira-kira selama lima sampai sepuluh menit. Setelah beku, proses terakhir adalah membungkusnya dengan kain, dan jadilah tahu. Untuk menjalankan usaha itu, Pheng Chen dibantuh tujuh orang karyawan yang bekerja delapan jam selama satu hari. Para karyawan itu digaji empat ratus ribu rupiah per bulan.<br /><br /><br />Pheng menjual satu butir tahu dengan harga Rp. 500. Satu biji tahu mendapatkan keuntungan Rp.150. Walau masih keuntungan kotor, diperkirakan cukup untuk biaya hidup keluarga.<br /><br />Pebuatan tahu juga melalui proses pembakaran. Selama ini proses itu menggunakan kayu bekas yang dibelinya dari pabrik mebel. Biasanya, kayu bekas itu dibelu sebanyak satu mobil pic up dengan harga Rp. 80.000, dan dapat dipergunakan selama tiga minggu.<br /><br />Pheng Chen menuturkan, selain tahu, ampas produksi tahu juga termanfaatkan. Ampas itu untuk makanan babi dan banyak orang yang membelinya. Untuk satu karung berisi 50 kilo gram, ampas tahu itu dihargai Rp.10.000. <br /><br />Ditempat terpisah, Tjong Tjong Khiong, pengusaha tahu yang juga sempat ditemui di Gang Khatulistiwa II Jalan Pangeran Diponegoro mengungkapkan, usaha ini adalah usaha keluarga yang telah berdiri kurang lebih 35 tahun yang lalu. Lain halnya dengan Peng Chen Khiong yang hanya memproduksi kedelei sebanyak 30 kilo per hari, Tjong tjong Khiong perharinya menghabiskan 150 kilo kacang kedele perharinya dengan menghasilkan 6000 biji tahu.<br /><br />Sehari-harinya, Tjong Tjong Khiong ditemani sang istri dan anaknya Susanto. Selain memproduksi tahu yang biasa, keluarga ini juga membuat tahu kering yang perpotongnya di jual dengan harga Rp. 3000.<br /><br />Pemasaran yang dilakukan Tjong Tjong Khiong lebih luas. Karena selain dijual pasar tradisional yang tersebar di Kota Singkawang, pemasaran tahunya juga keluar daerah Kota Singkawang. Usaha pembuatan tahu itu dibantu sebelas orang karyawan.<br /><br />Untuk bahan baku kacang kedelei, dirinya mendapatkan di Kota Singkawang dengan harga Rp. 700 per kilo. Kedeli itu juga didatangkan langsung dari Negara Amerika. Tjong Tjong Khiong juga mengaku pernah mendapatkan kedelei dengan harga yang telah disubsidi oleh pemerintah. <br /><br />Tempat pembuat tahu Tjong Tjong Khiong beberapa kali didatangi petugas dari dinas kesehatan baik dari Kota Singkawang, maupun dari Pemerintah Provinsi Kalbar.<br /><br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-14214935007522341442008-10-24T21:41:00.000-07:002008-10-24T21:49:18.800-07:00Hidup Dengan Ukiran Kayu<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SQKlCzPC_4I/AAAAAAAAAQU/u031QZFGT_U/s1600-h/Mengukir.JPG"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 200px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SQKlCzPC_4I/AAAAAAAAAQU/u031QZFGT_U/s200/Mengukir.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5260948782253801346" /></a><br /><br /><blockquote>“Bukan hanya untuk keindahan, Seni ukir kayu merupakan keahlian peninggalan leluhur suku Dayak yang harus dipertahankan.” <br /><span style="font-weight:bold;"></span></blockquote><br /><br />Nama pria itu Mul. Orang mengenalnya Mul Tato. Ia warga Bengkayang. Ia saya temui di salah satu stand pameran menyambut HUT RI ke 63 saat berjibaku dengan kayu dan menjadi sorotan warga. Ia hanya menggunakan baju kaos dalam berwarna coklat. Kulitnya yang berwarna sawo matang terlihat begitu terang saat diterpa sinar lampu. Pada dua bahunya terlihat tato bercirikan etnis dayak, begitu juga dengan ikat kepalanya yang dihiasi bulu-bulu burung. <span class="fullpost"><br /><br />“Saya orang Bengkayang, tinggal sebelum gunung Mandereng. Saya orang Dayak,” ujar Mul membuka diri, saat saya menghampinya. <br /><br />Dengan rokok yang lekat dibibir, Mul duduk bertengger di atas kayu dengan ukuran panjang sekitar dua meter. Ia juga menghadap sebatang kayu dengan ukuran lebih kecil. Kayu itu berhias dengan berbagai ukiran. <br /><br />“Setiap ukiran yang dibuat pada kayu ini mengandung arti,” kata Mul. <br /><br />Cukup satu kata. Mul kembali melanjutkan pekerjaannya. Sebuah palu beserta pahat menjadi teman setia di malam itu. Satu, dua, tiga, pukulan diberikan. Pahat tertancap, daging kayu pun tanggal. Perlahan-lahan satu persatu garis ukiran tercipta.<br /><br />“Ukiran yang belum jadi ini burung enggang,” kata Mul menunjukkan ukiran yang telah dirancangnnya. Untuk menjadikan ukiran utuh, waktu yang diperlukan bisa berhari-hari, tergantung jenis ukiran yang dibuat. Jenis dan besar kayu yang akan diukir. <br /><br />“Kalau sebesar kayu ini, setidaknya tiga hari,” kata pria itu sebari menujukkan kayu yang didukinya. Kayu berdiametr 20 centi meter, jenis belian atau ulin. <br /><br />Mul bekerja sebagai seniman ini sudah bertahun-tahun. Mul sudah kemana-kemana. Mul sering mengikuti pameran. Termasuk di Kota Pontianak.<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SQKkhTvR-TI/AAAAAAAAAQM/I8xzhUhITg8/s1600-h/DSC08300.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px; height: 200px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/SQKkhTvR-TI/AAAAAAAAAQM/I8xzhUhITg8/s200/DSC08300.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5260948206863382834" /></a>Pada stand itu, Mul tidak sendirian. Ia bersama enam pekerja seni lainnya yang bersepakat untuk berkumpul dalam satu perkumpulan. Perkumpulan Pakomo’an Seniman Bengkayang, namanya. <br /><br />“Artinya perkumpulan seniman Bengkayang,” kata Mul menjelaskan. Dengan perkumpulan yang dicipatakan. Pameran stand di Bengkayang merupakan kegiatan pertama yang diikuti kelompoknya.<br /><br />“Sebelumnya kami hanya tampil sendiri-sendiri dengan membawa nama sendiri. Kalau sekarang kami bergabung dan membawa nama perkumpulan bersama,” jelas Mul.<br /><br />Mul mengaku, keahliannya dalam membuat ukiran di atas kayu tidak semahir dengan rekannya, Petrus. Saat itu, pria yang disebutnya duduk tepat di depan kami berdua. Penampilan Petrus tidak jauh beda dengan Mul. Berikat kepala berbulu burung, dan mempunyai bayak tato di tangan. Ia menggunakan baju berwarna merah bercorak khas Suku Dayak.<br /><br />Dengan rokok di bibir, Petrus khusu’ membuat ukiran di atas kayu ulin yang dihadapinya. Dengan beragam jenis pahat, petrus terlihat sedang membuat wajah manusia.<br /><br />Tidak hanya dengan mata terbuka, pria kelahiran tahun 1949 tersebut lihai dalam membuat ukiran dengan mata tertutup. Mata-mata pahat tidak meleset dari garis-garis ukir yang telah ditentukan. Dengan mata tertutup, Petrus dapat menebak barang-barang apa yang dibawa atau digunakan para warga yang menontonnya. <br /><br />“Kamu pakai sandal jepit warnanya kuning kan. Kamu bawa kodakkan,” kata Petrus mengarahkan telunjukkan pada saya. Saya kaget. Saya diam. Karena barang-barang yang disebutkan Petrus adalah barang-barang yang saya bawa saat itu. <br /><br />Untuk membuat orang percaya, dengan mata tertutup, Petrus kembali menyebutkan warna pakaian yang digunakan seorang gadis yang sedang berdiri dihadapannya. Petrus menyebutkan motif pakaian gadis itu. Gadis itu tersenyum, karena apa yang dikatakan Petrus benar adanya. <br /><br />Untuk menguji kecermatannya, Petrus kembali menyapa seorang bapak. Petrus mengatakan bapak tersebut menggunakan baju hitam. Sama seperti saya dan gadis sebelumnya, bapak itu hanya bisa diam dan tersenyum karena apa yang dikatakan Petrus benar. <br /><br />Keahlian Mul dan Perus telah melekat sejak ia berusia belasan tahun. Keahlian itu telah mendarah daging. Karenanya, Mul dan Petrus bertekad untuk memelihara dan menurunkan keahlian itu pada generasi berikutnya. Keahlian mereka juga sebagai asset untuk melestarikan budaya daerah, khususnya budaya suku Dayak. <br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-38345004312150573952008-10-22T23:55:00.000-07:002008-10-23T00:02:03.777-07:00Sibuta Tukang Pijat<span style="font-weight:bold;"><span style="font-style:italic;">”Manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan.”<blockquote></blockquote></span></span><br />Andrianto. Pria berusia 24 tahun itu saya kenal sebagai ahli pijat refleksi. Ia saya temui di salah satu stasiun radio swasta di Kota Singkawang. Waktu itu, Ia selagi asyik memberikan pelayanan pada Adam, salah satu kliennya. Tangannya rancak, mencari titik-titik, dan menekan syaraf pijatan. <span class="fullpost"><br /><br />Walau memiliki alat penglihatan yang tidak normal, pria kelahiran Jambi ini sangat bersyukur dengan keahlian yang dimiliki. Dengan keterbatasan itu, Ari membuktikan bahwa dirinya bisa bertahan hidup dengan mengandalkan keahlian yang dimiliki. <br /><br />Dengan keahlian yang dimiliki, sejak lima bulan yang lalu, pria yang akrab dipanggil Ari bersama seorang ibu, Regina, membuka Yayasan yang diberi nama Cahaya Jubata di Jalan Yohana Godang No 9, kota Singkawang. Yayasan itu merupakan klinik pijat tuna netra yang diasuh langsung oleh Ari. <br /><br />Kini, dengan keahlian yang dimiliki, Ari bersama kliniknya bisa dikunjungi lima hingga tujuh orang per minggu. Umumnya pasien itu mengeluh masuk angin, pusing (migren), asam urat, keseleo, dan lain-lain. <br /><br />Tidak hanya memijit di klinik tempat praktek, Ari juga selalu siap dipanggil dimana calon kliennya berada. Tarif yang harus dibayar, tidak terlalu mahal, hanya berkisar Rp. 30.000 sampai Rp. 40.000. <br /><br />Keberhasila ari sebagai ahli pijit tidak semanis dengan pengalaman hidup yang dilaluinnya. Terlebih saat ia mengenyam pendidikan di tingkat SMP di Kota Jambi, belasan tahun yang lalu. <br /><br />Ari pernah mendapatkan perlakukan yang semena-mena dari beberapa temannya, yang tergabung dalam satu geng. Air selalu menjadi korban pemalakan.<br /><br />Suatu saat Ari menolak pemalakan. Atas sikap itu, Ari dikeroyok. Bahkan, bola matanya diolesin balsem. Karena tidak langsung ditangani, mata Ari dinyatakan tidak bisa berfungsi sebagai mana mata normal lagi. Sejak saat itu hidup Ari berubah total. Ari tidak bisa lagi meneruskan sekolahnya lagi.<br /><br />Ari putus asa. Ari sempat berncana mengakhiri hidupnya dengan meminum obat pembasmi hama sayur. Tuhan berkehendak lain, pembasmi hama tersebut tidak berpengaruh. Atas obat itu, ari hanya merasakan sakit sakit pada tubuhnya. Sejak kejadian itu Ari punya pemikiran dewasa. Hidup sangatlah berarti walau tidak sesempurna dulu. <br /><br />Beberapa waktu kemudian kebesaran Tuhan datang. Ari mendapatkan perhatian dari seorang tetangga yang prihatin terhadap dirinya. Ari dibawa ke Panti Sosial, Widia Guna, Bandung, Jawa barat. <br /><br />Dipanti sosial itu, Ari belajar dan menuntut ilmu yang berbeda dari pada sekolah untuk anak-anak normal pada umumnya. Disekolah yang berpenghuni kurang lebih 300 anak itu, Ari diajarkan membaca huruf brailer, selama tiga tahun menuntut ilmu. Ari juga belajar berbagai macam ilmu seperti sekolah-sekolah lainnya, hingga mempelajari ilmu terapy massage refleksi. <br /><br />Sebelum lulus Ari diwajibkan untuk mempraktekan keahlianya ditempat-tempat yang telah ditentukan dan masih dalam bimbingan tim pengajar. Setelah lulus, mendapatkan sertifikat, serta ijin praktek dari instansi pemerintah, Ari mulai mencari pasiennya sendiri. <br /><br />Ari sempat bekerja di Jakarta, kemudian bertemu dengan seorang ibu, Regina, yang berkeinginan untuk membuka suatu yayasan yang bertempat di kota Singkawang, Yayasan Cahaya Jubata. <br /><br />Atas pengalaman hidupnya, Ari berpesan, hadapilah suatu masalah hidup dengan hati dingin dan lapang dada. Karena, setiap ujian pasti ada jalan keluar dan hikmahnya. <br /><br /></span><span style="font-weight:bold;"></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-26825446101096988042008-04-04T03:32:00.000-07:002008-04-04T03:35:33.816-07:00WVI Terima US$ 75,6 Juta Untuk Anak Indonesia<blockquote><em><strong>Lebih dari 1,5 juta orang telah merasakan manfaat positif dari program-program World Vision. Hingga saat ini, 78.105 anak Indonesia telah mendapat dukungan dari program penyantunan anak yang dijalankan mitra World Vision, Wahana Visi Indonesia. Dari jumlah itu, sebesar 4.750 anak didukung oleh penyantun dari tanah air. </strong></em></blockquote><br /><br />Borneo Tribune, Singkawang<br />Lembaga kemanusiaan World Vision kembali menandatangani nota kesepakatan kerja sama (MOU) dengan Departemen Sosial. Untuk periode tiga tahun ke depan, program-program kemanusiaan World Vision dengan anggaran yang diperkirakan sebesar US$ 75,6 juta (setara dengan Rp 700 Miliar) akan difokuskan ke tiga sektor utama, kesehatan, pendidikan, dan pengembangan ekonomi dalam kemitraan dengan masyarakat. <span class="fullpost"><br /><br />MOU dengan Depsos ini menegaskan kembali hubungan kerjasama World Vision yang telah terjalin sejak tahun 1960, ketika untuk pertama kalinya World Vision mulai melayani di Indonesia. Kini setelah 48 tahun, World Vision dan mitra lokalnya Wahana Visi Indonesia terus berkembang menjangkau masyarakat miskin di NAD dan Nias, Jakarta, Surabaya, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, NTT, dan Papua. <br /><br />MOU antara World Vision dan Depsos yang sebelumnya berjangka waktu 5 tahun dan berakhir pada Oktober 2007 lalu. Dalam kurun waktu tersebut, lebih dari US$ 183 juta (atau setara dengan Rp 1,6 Triliun) telah disalurkan melalui program-program kemanusiaan World Vision, termasuk program pemulihan pasca tsunami di Aceh selama tiga tahun terakhir sebesar US$ 72,3 juta (setara dengan Rp 666 Miliar). <br /><br />Dalam acara penandatanganannya, World Vision Indonesia diwakili oleh Direktur Nasional Trihadi Saptoadi, dan Departemen Sosial diwakili oleh Kepala Biro Perencanaan, Mu’man Nuryana M.Sc., Ph.D. <br /><br />“Selama hampir 50 tahun di Indonesia, World Vision bekerja di lebih dari 720 desa di 10 provinsi dari Aceh sampai Papua. Di masing-masing ADP (Area Development Program), World Vision melayani masyarakat selama 10-15 tahun,” ungkap Direktur World Vision Trihadi Saptoadi, melalui siaran pers via email, Kamis (3/4) kemarin. Trihadi menambahkan World Vision dapat melayani masyarakat dengan adanya dukungan dari pemerintah melalui pemantauan maupun penetapan kebijakan-kebijakan yang mendorong pelaksanaan program.<br /> <br /><br />Untuk tiga tahun kedepan (periode 2008-2011), World Vision akan memprioritaskan pelayanan pada tiga sektor utama, yaitu sektor kesehatan, pendidikan, dan pengembangan ekonomi. Di sektor kesehatan, World Vision berfokus pada Kesehatan Ibu dan Anak, Nutrisi, HIV dan AIDS, serta sektor air dan sanitasi. Sektor pendidikan berfokus pada program pendidikan wajib 9-tahun dan peningkatan kualitas pendidikan melalui program Pendidikan Anak Usia Dini dan pembelajaran masyarakat. Sementara sektor pengembangan ekonomi akan lebih berfokus pada program pengembangan ekonomi masyarakat dan ekonomi mikro. <br /><br />Seluruh sektor tersebut akan bertalian erat dengan program pengembangan transformasional, tanggap bencana, dan advokasi. Program World Vision juga terintegrasi dengan sejumlah isu lintas-sektoral antara lain penguatan masyarakat sipil, perlindungan anak, jender, dan lingkungan. Seluruh program tersebut dilaksanakan oleh 940 staf yang mendukung pelayanan World Vision di Indonesia. <br /><br />Lebih dari 1,5 juta orang telah merasakan manfaat positif dari program-program World Vision. Hingga saat ini, 78.105 anak Indonesia telah mendapat dukungan dari program penyantunan anak yang dijalankan mitra World Vision, Wahana Visi Indonesia. Dari jumlah itu, sebesar 4.750 anak didukung oleh penyantun dari tanah air. <br /><br />“World Vision tidak dapat bekerja sendiri. Diperlukan kepedulian semua pihak untuk bersama mengatasi kemiskinan di Indonesia, termasuk dukungan pemerintah dan masyarakat agar semakin banyak anak Indonesia yang bisa memperoleh kualitas hidup yang lebih baik,” tutup Trihadi. Pada acara penandatanganan MOU, Trihadi Saptoadi memberikan sambutan mewakili empat NGOs (Non Governmental Organization) yang melakukan penandatanganan MOU dengan Depsos: World Vision, Oxfam GB, Save the Children, dan Catholic Relief Services (CRS). <br /><br />Mendengar dilakukannya penandatanganan oleh WVI dengan Depsos tersebut, Manager WVI (ADP) Kota Singkawang, Thomas A. Setyoso mengucapkan rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa. Namun kata Thomas, dana tersebut merupakan amanah dan harus diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya. <br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-52020515722853847982008-04-04T03:23:00.000-07:002008-04-04T03:26:41.082-07:00Monterado “Tempoe Doloe” (4)<strong><br />*Sambas Sebagai Pusat Pemerintahan</strong><br /><br /><em><strong>Belum sampai satu mil memasuki sungai, tiba-tiba mereka mendengar suara perahu yang mendekat. Dari suara dayung yang ramai, mereka yakin perahu itu berawak banyak. Sebagai lazimnya sungai-sungai besar seperti ini setiap orang yang di jumpai dianggap musuh. Mereka segera berhenti mendayung serta cepat meluncur dibawah bayangan di tepi sungai.</strong></em><br /><br /><strong>Borneo Tribune, Singkawang</strong><br />Dua belas Maret 1834 keesokan harinya, pada siang hari Earl turun ke Sekoci bersama dengan seorang kerani (juru tulis) China dan empat orang menuju Sambas dengan maksud untuk membereskan masalah tugas dengan residen Belanda.<span class="fullpost"><br /> <br />Aliran sungai Sambas luar biasa besar dan Earl yakin atas prospek negeri tersebut dengan perairan yang begitu bernilai. Sesudah memasuki sungai itu, suatu jangkauan yang lurus terbentang di hadapannya selebar tiga mil yang seakan merupakan suatu terusan antara daratan. Sedangkan panjangnya tak mungkin diukur dengan pandangan mata. Tepi-tepi sungai tertutup oleh batang-batang kayu yang rimbun dan tak satu pun rumah kelihatan. Tidak sejengkal tanah pun yang sudah diolah, bahkan tidak seekor hewan pun yang kelihatan dapat mengingatkan bahwa mereka tidak sendirian. Suatu keheningan yang mencekam suasana, kecuali hanya bunyi dayung sekoci.<br /><br />Di kala senja, Earl terbangun dalam suasana yang terasa tidak menggembirakan. Malam mulai turun, sedangkan masih harus dicapai jarak sejauh dua puluh mil untuk sampai di kediaman penduduk, belum lagi mereka harus berbelok memasuki anak sungai sejauh empat belas mil dari muara. Ketika di Sinkawan hanya di beri petunjuk secara umum oleh penduduk Melayu tentang Rute yang harus di tempuh karena kemungkinan untuk tersesat dapat saja terjadi. <br /><br />Pukul sepuluh malam, rombongan Earl memesuki sebatang anak sungai yang lebarnya lebih kurang seratus yard, dan diperkirakan Sambas terletak di tepi sungai tersebut. Belum sampai satu mil memasuki sungai, tiba-tiba mereka mendengar suara perahu yang mendekat. Dari suara dayung yang ramai, mereka yakin perahu itu berawak banyak. Sebagai lazimnya sungai-sungai besar seperti ini setiap orang yang di jumpai dianggap musuh. Mereka segera berhenti mendayung serta cepat meluncur dibawah bayangan di tepi sungai. Perahu yang tak dikenal itu tetap melaju ke hilir di tengah sungai yang deras. Selanjutnya Dalam perjalanan tak ada hal-hal yang istimewa yang mengganggu, selain binatang-binatang besar tatkala melintas di tepi sungai. Dari suara yg aneh dan khas, anak buah Earl menyimpulkan suara itu suara orang utan. Apapun ia yang pasti memiliki kekuatan yng besar dan tenaga lur biasa. Sebatang pohon di tepi sungai dengan mudah diobrak-abriknya sehingga porak poranda. Untuk saat itu masih tredengar suara dengusnya namun tidak mengikuti kepergian mereka. <br />Esok harinya ketika fajar menyingsing Earl tiba di Sambas. Rasa senang,lega dan puas meliputi seluruh anggota rombongan. Meskipun secara non stop berdayung hampir selama tujuh belas jam namun tidak terasa lelah.<br /> <br />Setibanya di kota Sambas, Earl segera menjumpai tuan Rumswinkle, residen Belanda di kota itu. Dijelaskan olehnya bahwa peraturan dan ketentuan pemerintah Belanda di Batavia tak mengijinkan Earl untuk mengadakan hubungan dagang dengan Cina di wilayah Sinkawan. Namun menurut residen ia akan berusaha membantu sedapat mungkin asal kapal Stamford dibawa ke Sambas. Saat itu pelabuhan Sambas baru saja dibuka untuk semua kapal dengan bendera apapun. Untuk itulah maka Earl menugaskan kerani Cina untuk mengadakan survey dan penelitian yang mendalam tentang keadaan pasar. Ternyata sekembalinya ia memberikan laporan yang sangat positif dan prospek yang penuh harapan sehingga Earl memutuskan putuskan untuk membawa kapal Stamford ke Sambas.<br /> <br />Jam enam petang, Earl meninggalkan Sambas dengan sebuah Yacht kecil milik tuan Rumswinkle. Tiba di muara sungai petang harinya tanggal 12 Maret. Baru keesokan harinya mereka menyusuri sungai Sambas dan bermalam di muara anak sungai. Keesokan harinya lagi, baru perjalanan di lanjutkan kembali.<br /> <br />Dalam perjalanan nampak dedaunan di tepi sungai yang berjarak pandang kira-kira lima puluh yard bergerak-gerak secara teratus. Ternyata beberapa buah kano kecil dengan sejuamlah orang didalamnya mencoba menyembunyikan diri. Rupanya mereka adalah suku Dayak yang kadang-kdang turun ke hilir untuk menangkap ikan. Dua diantaranya berhasil diyakinkan dan dibujuk untuk naik ke papal. Dari gerak gerik mereka, Earl berkesimpulan mereka belum pernah bertemu dengan orang Barat tetapi sikap perilaku mereka sangat sopan dan tertib. <br /><br />Saat mereka akan kembali ke kano, Earl bekali masing-masing dengan tembakau yang sangat mereka gemari. Sepatah dua patah bahasa Melayu mereka ucapkan.Tatkala tuan Rumswinkil menyusul mereka dari Sambas, menyatakan bahwa Earl sangat beruntung dapat bertemu dengan mereka karena ia pun belum pernah bertemu dengan suku Dyak dalam jumlah kecil dan secara bebas jauh menghilir ke sungai dengan kano-kano mereka dalam ukuran panjang kurang lebih sepuluh kaki. Terbuat dari hanya satu batang kayu dan hanya digunakan untuk melintasi aliran sungai yang deras di pedalaman. (bersambung)<br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-20922648062569850732008-04-04T03:19:00.000-07:002008-04-04T03:23:20.840-07:00Monterado "Tempoe Doloe" (3)<strong>*Rumah Kayu, Perempuan Dayak Yang Memikat</strong><br /><br /><em><strong>Beberapa diantaranya tampak cantik dan manis serta penuh daya pikat, meskipun ditempatkan di Eropa sekalipun. Raut muka perempuan Dayak mirip dengan Melayu, namun kebanyakan lebih terang warna kulitnya, bahkan banyak yang lebih bersih dari perempuan-perempuan China. Sedang beberapa diantaranya dengan muka kemerahan diterpa matahari sehingga lebih manis. </strong></em><br /><br /><strong>Borneo Tribune, Singkawang</strong><br />Hasil pengamatan G. Earl, pada tahun 1834, Kota Sinkawan hanya terdiri dari sebuah jalan dengan rumah-rumah kayu yang rendah. Ruanga depan dipergunakan sebagai warung tempat berjualan gandum, daging, barang-barang makanan dan minuman, atau ruangan-ruangan yang disediakan untuk menghisap candu. <span class="fullpost"><br /><br />Rumah Kung Se sendiri terpisah dari kota, terdiri dari sebuah ruangan yang luas untuk transaksi urusan umum dan perniagaan, serta beberapa ruangan yang lebih kecil untuk keluarga dan Kung Se sendiri. Kediaman Kung Se dilingkari oleh dinding tanah dengan halamn berumput yang bersih. Sebuah gerbang menghadap ke kota yang didekatnya ditempatkan meriam-meriam putar, yang masing-masing dapat memuntahkan peluru seberat satu pound.<br /><br />Penduduknya hampir keseluruhan China, terkecuali beberapa orang melayu. Saat itu kota hampir kosong dari laki-laki karena semua pergi ke kediaman Kung Se dan sementara itu toko atau warung hanya dijaga oleh perempuan yang sebagian besar orang China. <br /><br />Meskipun Dayak merupakan mayoritas penduduk asli pulau Borneo, namun kebanyakan bertempat tinggal di pedalaman. Perempuan-perempuan Dayak hanya satu dua yang tinggal di Kota Sinkawan dan nampak agak heran melihat orang-orang Eropa. Mungkin satu dua orang yang pernah melihat namun karena sifat pemalunya barangkali yang menyebabkan tak dapat menyembunyikan keheranan mereka. <br /><br />Beberapa diantaranya tampak cantik dan manis serta penuh daya pikat, meskipun ditempatkan di Eropa sekalipun. Raut muka perempuan Dayak mirip dengan Melayu, namun kebanyakan lebih terang warna kulitnya, bahkan banyak yang lebih bersih dari perempuan-perempuan China. Sedang beberapa diantaranya dengan muka kemerahan diterpa matahari sehingga lebih manis. <br /><br />Earl mengaku belum pernah melihat suku-suku lain yang mempunyai perempuan secantik dan semanis Dayak. Hanya dua orang lelaki Dayak yang dijumpai Earl, dan salah seorang darinya dapat berbahasa Melayu. Ketika Earl mengajukan pertanyaan, Earl tidak berhasil medapatkan jawaban sepatah kata pun. <br />Sebelum bertemua dengan Dayak, Earl hanya mendengar bahwa orang Dayak merupakan orang terasing, keras, serta kejam. Namun ketika berjumpa di Sinkawan, Earl sangat terkejut karena Dayak tersebut begitu sopan dan menarik dalam pembawaannya.<br /><br />Setelah melakukan pengamatan. Earl kembali ke rumah Kung Se. Ia disambut dengan tembakan meriam tiga kali, sedangkan kemunculan Earl secara mendadak pertama kali tak memungkinkan mereka berbuat serupa. Masih juga terdengar pembicaraan mereka yang sangat bising tetapi segera berhenti dan terdiam ketika Earl memasuki ruangan. <br /><br />Kung Se kemudian mempersilahkan duduk di kursi besar di hadapannya. Kelihatan bagaimana sulitnya Kung Se memulai pembicaraan dan sekarang barulah jelas bahwa Belanda yang berkuasa penuh dilautan saat itu memblokade semua wilayah pantai dengan efisien. Belanda melarang semua hubungan niaga dengan dunia luar. Khususnya China dilarang untuk berhubungan dengan siapapun terkecuali bila melalui kedudukan mereka di Pontianak atau Sambas. Itu sebabnya Kung Se ragu-ragu untuk membuka pelabuhan karena takut dianggap melanggar peraturan tersebut. Sebenarnya mereka khawatir juga bila hubungan dagang tersebut tidak Aarl lanjutkan karena memang sudah lama didambakan. <br /><br />Kung Se mengharapkan dengan sangat agar Earl menunggu sampai mereka berhubungan dengan Gubernur China yang bermukim di Monterado sebagai ibu negeri. Letak ibu negeri tersebut terletak sejauh kira-kira tiga puluh lima mil perjalanan yang berakibat bagi Earl tertundanya masalah itu paling sedikit empat hari. Karena keinginan para Kung Se, Earl pun berketetapan untuk ke Sambas dan berusaha untuk membereskan persoalan itu dengan Residen Belanda yang ada di sana. <br /><br />Earl beserta rombongan meninggalkan rumah Kung Se. kepergian mereka diiringi banyak penduduk. Earl menuju sekoci dan ia diharapkan oleh penduduk agar dapat cepat kembali ke Sinkawan. <br /><br />Sesampainya di muara, kedalaman air menginjinkan Earl beserta rombongan untuk meneruskan perjalanan ke kapal, dan terpaksa Earl menambatkan pada salah satu dari perahu jelajah sampai air pasang tiba. Salah satu dari perahu-perahu kecil tidak nampak, kemungkinan telah dikirim ke Sambas utuk melaporkan kedatangan Earl di pantai kepada Residen. <br /><br />Sore hari, Earl berserta rombongan tiba di kapal dan setelah sauh diangkat rombongan dengan kapal Stamford tersebut bertolak ke arah muara sungai Sambas yang terletak kurang lebih dua puluh lima mil sebelah utara Sinkawan. Kira-kira pukul tujuh malam, Earl melintasi sungai Slaku yang ditepinya berada kota Slaku.<br /><br />Beberapa tahun yang lalu, kota ini pernah mengalami kemajuan perniagaan yang cukup baik namun berakhir dengan adanya serangan malam mendadak oleh suku Dayak, dan hampir sebagian besar penduduknya tewas. Pada tengah malam, Earl tiba di muara sungai Sambas kurang lebih enam mil dari daratan, pada kedalaman lima depa sauh diturunkan. (bersambung)<br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-49429229445093130682008-04-02T05:41:00.000-07:002008-04-02T05:44:55.780-07:00Monterado “Tempoe Doeloe” (2)<strong>*Menuju Sinkawan dan Bertemu Dengan Kung Se </strong><br /><br /><blockquote><strong><em>Mula-mula Earl mengaku merasa was-was dengan kedatangan dua kapal tersebut. Namun perasaan itu hilang karena pada saat itu perahu nampak mengibarkan bendera Belanda dan panji-panji yang menerangkan bahwa mereka adalah perahu-perahu penjelajah Belanda</em></strong></blockquote><br /><br /><strong>Borneo Tribune, Singkawang</strong><br /><br />Setelah mendapatkan penjelasan dua orang Cina pembuat garam di Sungy Ryah, G. W Earl kembali melanjutkan perjalanan. Saat kembali menghilir menuju pantai, monyet-monyet yang menyambut kedatangan mereka masih saja mengikuti sambil menjerit-menjerit. Karena tak dapat menahan kegeraman, Earl kemudian melepaskan tembakan dan mengenai salah satu dari gerombolan. Monyet itu jatuh terjerembab di atas tanah. <span class="fullpost"><br /><br />Pengikut kera yang lainnya kemudian berhamburan meluncur dari atas dahan dan penuh tanda tanya akan peristiwa yang menimpa kawannya. Pekikan monyet itu akhirnya berhenti, sebagian kecil masih tetap mengikuti rombongan, meskipun dari jarak yang agak jauh dan lebih tinggi di atas pohon dengan lompatan dari dahan ke dahan dengan cekatan. <br /><br />Setibanya di atas kapal, Earl kembali mengangkat jangkar untuk berangkat menyusuri pantai ke utara. Rupanya, selama Earl melakukan penyelidikan pantai, para anak buahnya yang tinggal menghabiskan waktu untuk menangkap ikan. Walau hanya dengan menggunakan pancing, hasil tangkapan yang diperoleh begitu banyak. Ikan ikan tersebut bernama ikan Dori. Konon, jenis ikan tersebut berasal dari sebuah sungai yang disebut Sungy Dori yang terletak tidak jauh dari tempat itu.<br /><br />Hampir petang, Earl beserta rombongan memasuki sebuah selat yang sempit antara Tanjung Batublatt dan sebuah pulau yang terdekat dengan pulau Lamakutan. Sebuah deretan batu-batuan berbentuk spiral yang tingginya antara sepuluh hingga dua puluh kaki berangkai sambung menyambung sepanjang pantai di kaki bukit. Earl mengatakan, sangatlah mustahil dan kurang tepat bila dilihat dari bentuknya yang sistematis dan indahnya batu itu disebabkan oleh benturan gelombang laut. <br /><br />Setelah melalui pantai, nampak menurun landai ke arah belantara yang seakan-akan menyelimutinya. Di sisi sebuah bukit yang kelihatan dari kejauhan seperti diurus dan diolah secara rapi dan bertingkat tinggi.<br /><br />Menjelang senja hari, Earl beserta rombongan mendekati sebuah muara sungai yang diperkirakan itulah sengai Sinkawan, seperti yang diceritakan dua Cina yang berada di Sungy Ryah. Earl kemudian memerintahkan anak buahnya membuang jangkar di pantai yang berjarak kira-kira empat mil dari muara. Pembuangan jangkar tersebut dilakukan karena kedangkalan air yang tidak memungkinkan kapal untuk merapat lagi. <br /><br />Keesokan harinya, Earl beserta rombongan baru memutuskan turun dengan sekoci. Saat itu fajar telah menampakkan diri dari ufuk timur. Perjalanan Earl bersama rombongan menuju sungai dihalangi kabut. Sementara semakin mendekat ke sungai, air pun semakin dangkal. Earl terpaksa berhenti mendayung sambil menunggu kabut yang sudah mulai menipis, sehingga memungkinkan muara sungai dapat dilihat dengan jelas.<br /><br />Berselang beberapa menit, dari kejauhan terdengar suara dari kelompok orang pada jarak kira-kira seratus yard. Salah seorang diantaranya melantunkan sebauh lagu Melayu berlirik pantun. Karenanya Earl menduga orang-orang tersebut merupakan orang Melayu yang menggemari pantu-pantun. Dan duagaan Earl tersebut terbukti dan benar. Begitu kabut menipis, jelas nampak dari kejauhan di muara sungai dua buh perahu perang besar. Dengan melihat perahu-perahu tersebut, rombongan Earl segera memukul gong secara bertalu-talu. <br /><br />Mula-mula Earl mengaku merasa was-was dengan kedatangan dua kapal tersebut. Namun perasaan itu hilang karena pada saat itu perahu nampak mengibarkan bendera Belanda dan panji-panji yang menerangkan bahwa mereka adalah perahu-perahu penjelajah Belanda. <br /><br />Setelah berhadapan, Earl mengaku baru mengetahui bahwa dalam kapal sebesar itu tidak ada seorangpun yang berkebangsaan Eropa, namun sebagai komandannya adalah seorang keturunan Melayu. Menurut komandan perahu besar terebut, mereka diutus Residen Sambas untuk memberitahukan kepada romobongan Earl agar mau membatalkan kunjungannya. Dengan alasan, orang-orang Cina yang ada di Sinkawan sangat antipati terhadap orang asing. <br /><br />Namun penjelasan utusan Residen Sambas tidak membuat niat Earl berubah. Earl tetap berkeras hati untuk tetap menjalin hubungan dagang. Dengan sikap Earl tersebut membuat utusan Residen melunak. Dan mereka menawarkan diri untuk ikut bersama Earl. Earl kemudian mempersilahkan para utusan tersebut duduk dalam sekoci. Sebuah perahu milik utusan mengikuti dari belangkang sekoci tersebut.<br /><br />Earl memperkirakan lebar sungai yang dilaluinya sekitar lima belas yard dengan kedua tepinya tertutup oleh hutan-hutan yang tebal serupa dengan Sungy Ryah. Pepohonan penuh dengan kera. Setelah mengarungi sungai kira-kira tiga mil, sampailah Earl di Sinkawan untuk segera menuju ke rumah pemimpin-pemimpin mereka yang disebut Kung Se. saat itu rumah Kung Se hanya ditunggui oleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Laki-laki itu kemudian segera pergi berangkat ke pusat kota untuk memberitahukan kepada Kung Se tentang kedatangan Earl dan rombongan. Tidak lama kemudian, datanglah tiga orang Kung Se diikuti oleh sebagian besar penduduk.<br /><br />Earl beserta rombongan kemudian dipersilahkan masuk untuk mengambil tempat di sebuah kursi besar. Sedangkan Kung Se dan kedua penterjemah duduk dikursi berhadapan dengan Earl. Perbincangan itu disaksikan sebuah patung dewa yang menduduki tempat di ujung bagian atas dari ruangan. Earl kemudian langsung mengutarakan maksud kunjungan serta ingin mengetahui apakah ada keinginan di pihak mereka untuk membuka hubungan dagang.<br /><br />Selain Earl dan para Kung Se, pada ruangan besar tesebut juga dipenuhi orang-orang Cina yang masing-masing merasa berhak untuk berbicara dan mengutarakan pendapatnya dalam diskusi, serta berusaha untuk saling melebihi dalam memperdengarkan suara. Akhirnya Earl merasa pertanyaan yang diutarakannya tentang hubungan dagang menjadi semakin hiruk pikuk. <br /><br />Akhirnya, untuk menunggu jawaban dari para Kung Se, Earl memutuskan untuk bergembira melepaskan diri dengan alasan untuk melihat-lihat kota. Ketika keluar dari rumah Kung Se, Earl memperhatikan komandan dari perahu penjelajah beserta pengikutnya yang semula juga ikut hadir sudah mulai meninggalkan pertemuan tersebut. (bersambung).<br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-85088313827555100372008-04-01T03:23:00.000-07:002008-04-02T05:47:48.065-07:00Monterado “Tempoe Doeloe” ( I )<strong>*Awal Dari Perjalanan</strong><br />Kosa Kata:<br />Sinkawan = Singkawang<br />Sungy Ryah = Sungai Raya<br /><a href="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R_ISxH_AHHI/AAAAAAAAALw/WGGrrPsSU6g/s1600-h/Mooridjan.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R_ISxH_AHHI/AAAAAAAAALw/WGGrrPsSU6g/s200/Mooridjan.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5184226756223048818" /></a><br /><br /><blockquote><strong><em>Tulisan ini terkait dengan Monterado, Singkawang, Sambas dan beberapa daerah lainnya. Dan diperoleh dari catatan perjalanan Nahkoda Kapal Stamford, George Windsor Earl di tahun 1834. Tahun 2003, tulisan ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh budayawan Kota Singkawang, M. J. Mooridjan</em></strong></blockquote><br /><br /><br /><strong>Borneo Tribune, Singkawang</strong><br /><br />Dua ratus tahun yang lalu, George Windsor Earl, melakukan perjalanan ke pulau Borneo. Ia Nahkoda Kapal Stamford pada Tahun 1834. Perjalanan yang cukup mengesankan tersebut dituliskan dalam bukunya yang berjudul “The Estern Seas.” Kapal Stamford yang dinakodai disewakan oleh pengusaha-pengusaha Cina di Singapura untuk ke Borneo, khususnya Monterado dan Sinkawan yang waktu itu dikuasa Cina dengan maksud untuk menjajaki kemungkinan diadakannya hubungan dagang bilateral dengan Singapura.<span class="fullpost"><br /><br />G. W Earl pria Inggris yang lahir pada tahun 1805. Selain mahir dalam ilmu pelayaran dia juga banyak tahu tentang sejarah, hukum, dan politik. Karenanya tulisan yang berupa catatan perjalanan ini berisi pandangan dan catatan yang memiliki nilai lebih mengasyikkan.<br /><br />Pengalaman G. W Earl tahun 1834 tersebut diterbitkan pertama dalam bahasa Belanda tahun 1918 oleh J.B Wolters, Groningin tahun 1932 dialih bahasakan ke bahasa Inggris dan dicetak di tahun 1971 oleh Oxford University Press, kemudian dicetak di Hongkong oleh South China Photo Precess Printing Co.Ltd. <br /><br />Kemudian pada tahun 2003, buku laporan perjalanan G. W Earl tersebut dialih ke bahasa Indonesia oleh budayawan Kota Singkawang, M.J Mooridjan. Oleh Mooridjan, sengaja buku tersebut diterjemahkan dan hanya sebagian saja yang berkenaan langsung dengan Sinkawan, Moenterado dan Sambas sebagai bacaan ringan, dan dengan harapan dapat menjadi bahan perbandingan serta bayangan Monterado pada dua ratus tahun yang lalu. Oleh Mooridjan, buku yang aslinya setebal 416 halaman tersebut hanya diterjemahkan sebagian saja, tak lebih dari 80 halaman, dan dicetak dalam jumlah yang amat terbatas karena hanya untuk kalangan terbatas. <br /><br /><strong>Menuju ke Tempat Asing</strong><br /><br />Dalam alih bahasa yang dilakukan Mooridjan, G. W Earl mengawali catatan perjalanannya dengan judul Menuju ke Tempat Asing. Diawal bulan Februari 1834, suatu laporan masuk ke Singapura. Laporan itu berisikan bahwa penduduk dari sebuah koloni China di Pantai Barat Borneo menginginkan hubungan dagang dengan para pengusaha di Singapura terutama Cina. Karena itulah para pengusaha Cina dari Singapura memutuskan untuk mengirimkan ekspidisi dagang ke tempat tersebut dan mempercayakan kepada Earl untuk memimpinnya. Dan tentu saja hal tersebut tidak disia-siakan dan kemudian diterima dengan baik.<br /><br />Untuk melakukan hubungan dagang tersebut, sebuah papal layar inggris bernama Stamford disewa dan Earl ditunjuk sebagai nahkoda. Cargo yang dimuat dalam kapl itu antara lain, candu, teh dan barang-barang lain yang diharapkan kelak akan dapat ditukar dengan hasil tambang emas yang kononnya banyak terdapat di Borneo. <br /><br />1 Maret 1834, jam tiga pagi stamford bertolak meninggalkan selat Singapura melalui jalan masuk sébelah timar di dekat pulau Karang Pedra Bianca dan disambut angin kencang dari utara yang memasuki Laut Cina Selatan. <br /><br />Bagi Earl, Borneo yang dituju merupakan pulau yang masih asing dan gelap. Saat berangkat G. W. Earl juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga perwira kapal yang berkebangsaan Eropa, mengingat kelak bila sampai di tempat tujuan harus meninggalkan kapal untuk ke daratan harus ada perwira kapal yang dapat dipercaya. <br /><br />Namun saat itu Earl hanya dipuaskan dengan perwira kapal seorang melayu keturunan Portugis. Selain itu, menurut Earl dalam kapalnya terdapat tiga puluh lima orang anak buah kapal dari suku Jawa, delapan Cina yang dua diantaranya adalah penterjemah, penjaga dan penimbang cargo merangkap peneliti emas yang kelak akan diterima.<br /><br />Dari keterangan sementara yang diperoleh G. W Earl, Belanda memiliki dua settlement yang kecil di pantai barat Borneo terpisah satu sama lain di pinggir dua sungai terpisah Kira-kira sembilan puluh mil, yaitu Pontianak dan Sambas. <br /><br />Koloni Cina terletak di antara dua tempat tersebut. Pernah sebuah kapal Inggris di tahun 1827 berkunjung ke tempat itu, namun tidak seorang pun yang dapat ditemui guna mendapatkan informasi. Lebih susah lagi nama Sinkawan yang merupakan pelabuhan penting bagi orang-orang cina tidak tercantum dalam peta. <br /><br /><strong>Pulau Tambelan dan Songy Ryah</strong><br /><br />Petang hari pada tanggal tiga Maret G. W Earl sampai di pulau St. Julien. Dari kejauhan pulau tersebut telah terlihat. Kemudian keesokan harinya, Earl beserta rombongan melintasi ujung paling selatan dari gugusan kepulauan St. Esprit. Pulau-pulau yang terpencar di bagian laut Cina Selatan ini tertutup oleh hutan kayu dan umumnya tanpa penghuni. Kecuali kepulauan Tambelan yang sering kali dikunjungi oleh bajak-bajak laut sebagai tempat persinggahan dari Borneo ke Selat Malaka. Para perompak tersebut ada yang meninggalkan beberapa orang anggotanya guna mengawasi hasil-hasil rompakan dan tawanan-tawanan yang ditangkap.<br /><br />Menurut G.W Earl, dua orang Cina dalam rombongannya ada yang sudah berusia lanjut dan merupakan pengisap candu yang berat, meskipun sudah dilarang untuk menghisap dalam kapal. Selama dua hari mereka sangat sedih dan nampak sangat lemah bahkan hampir-hampir Earl ingin melarang dua orang cina tesebut untuk tidak menghisap madu. <br /><br />Namun di hari ke tiga, kedua orang tersebut nampak lebih segar dan Earl baru tahu bahwa cara menghisap candu mereka sudah diganti dengan mengunyah candu tersebut. Nampaknya kebiasaan menghisap candu tak dapat dihilangkan, apakah karena kebetulan mereka berdua Cina asli dan totok kelahiran Tiongkok, sedangkan kelima Cina lainnya kelahiran Malaka yang kebetulan dalam rombongan tersebut tak seorang pun punya kebiasaan menghisap candu. <br /><br />Tujuh Maret siang hari, Earl dan rombongannya melihat kepalauan Lamakutan. Kepulauan itulah yang mereka tuju. Tak lama kemudian pun mereka membuang jangkar dan hari pun sudah menjelang petang. Dari Lamakutan itulah Earl dan rombongan berharap, mudah-mudahan Sinkawan yang dituju semakin dekat. <br /><br />Keesokan harinya, disaat matahari mulai terbit, Earl beserta rombongan mulai turun ke darat menuju arah pantai dan teluk untuk memastikan apakah ada tanda-tanda kehidupan di pulau itu. Namun tak sedikitpun tanda-tanda kehidupan dan mahluk hidup, seperti manusia yang muncul. Tak ada pondok, perahu atau sesuatu yang menunjuk ke arah sana. Teluk yang didarati Earl tertutup hampir seluruhnya oleh gundukan tanah yang makin ke darat semakin meninggi. Waktu itu, Earl menggambarkan seolah olah mereka berada di sebuah danau di pedalaman dalam ketenangan air.<br /><br />Salah seorang Cina dan seorang tukang kayu Jawa yang katanya pernah berkunjung ke Sinkawan tak dapat memberikan informasi yang jelas di mana letak Sinkawan. Ketika rombongan Earl masuk ke muara dengan sekoci dan awak yang dipersenjatai, bersama dengan dua orang penterjemah untuk memastikan adanya kehidupan, namun tetap sia-sia.<br /><br />Karena pendaratan yang dilakukan tidak ada hasil, keesokan harinya Earl beserta rombongannya kembali melanjutkan perjalanan kembali dan tetap menyusuri pantai untuk kemudian sampailah mereka pada sebuah muara sungai yang cukup besar. Earl memperkirakan jarak dari kapal berlabuh ke muara tersebut diperkirakan dekat, ternyata cukup jauh hampir dua mil. Ketika mereka memasuki muara dengan sekoci dan lengkap dengan anak buah kapal seperti pendaratan sebelumnya terasa sangat mengasyikkan. <br /><br />Tepian sungai yang dilalui tersebut terasa sangat sempit dengan dahan-dahan perpohonan di kanan kiri, seakan-akan saling berangkulan satu sama lainnya. Dua ekor buaya dengan panjang lebih kurang lima kaki yang sedang berbaring terkejut melewati sekoci mereka. Salah satu diantaranya langsung terjun ke sungai menerobos ke air dekat sekoci.<br /><br />Kira-kira seratus yard dari muara sungai, ketika Earl dam rombongan masuk dipasang barikade tonggak-tonggak kayu selebar sungai menahan perjalanan, namun di tengah-tengah terdapat ruang selebar hampir empat kaki memberikan ruang untuk dilalui. Merskipun demikian hampir diperlukan waktu setengah jam untuk lebih leluasa bagi sekoci untuk melewatinya. Tak berapa jauh, masih terlihat bekas-bekas brikade dengan tumpukan-tumpukan lumpur dan tanah menyerupai pertahanan di dalamnya. Dapat diduga bahwa di situlah tempat pertahanan untuk menghalangi masuknya orang atau pendatang asing. <br /><br />Dalam perjalanannya, Ear berserta rombongan disambut beberapa ekor monyet berwarna sawo mateng. Monyet-monyet tersebut turun dari puncak pohon sambil berteriak memekakkan telinga. Semakin dicoba untuk dihalau, maka semakin lantang teriakan monyet tersebut. <br /><br />Setelah ke hulu sungai, kira-kira sejauh dua mil dijumpai sebuah pondok yang dihuni oleh dua orang Cina yang sedang memasak air laut untuk membuat garam. Mereka gempar kerena kemunculan Earl beserta rombongan yang tiba-tiba. Namun orang Cina tersebut kembali tenang setelah mendapatkan penjelasan penterjemah yang ikut serta. Dua Cina tersebut akhirnya menjelaskan bahwa sungai yang dilalui tersebut bernama Songy Ryah, dan Sinkawan yang dituju menurut mereka masih lima belas mil menyusuri pantai untuk kemudian masuk ke muara sungai serupa dengan Songy Ryah. Kata Cina tersebut, Sinkawan terletak di tepian sungai membelakangi gunung dan menghadap ke laut. (bersambung)<br /><br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-42589284401607240592008-03-28T04:55:00.000-07:002008-03-28T04:59:11.421-07:00Informasi Kursus “Narasi” P A N T A UAndreas Harsono dan Budi Setiyono<br />6 Mei 2008 – Agustus 2008<br /><br />Pantau membuka kursus baru bernama “Narasi.” Kursus ini dirancang untuk orang yang ingin belajar menulis panjang dengan memikat dan mendalam. Juga bagi mereka yang berminat menulis esai atau buku nonfiksi.<br /><br />Kursus diadakan selama 18 sesi dengan frekuensi mingguan, petang hari (pukul 19.00-21.00). Cara mingguan ini sengaja dibuat agar peserta punya waktu mengendapkan materi belajar, mengerjakan pekerjaan rumah serta membaca. Jumlah peserta maksimal 20 orang agar ada waktu diskusi. Kursus ini ditekankan pada banyak latihan.<span class="fullpost"><br /><br />Tugas akhirnya berupa penulisan sebuah narasi sekitar 5.000 kata. Ia dilakukan sesudah peserta berlatih melakukan riset, liputan, wawancara, dan menulis. Jumlah kata sekadar pegangan saja. Ia bisa lebih pendek atau panjang lagi. Peserta akan membaca dan membicarakan karya-karya Joseph Mitchell, Truman Capote, John Hersey, Gay Talese dan Ryszard Kapuscinski serta membaca cerita Pham Xuan An dari Saigon.<br /><br />INSTRUKTUR<br /><br />Andreas Harsono wartawan Jakarta, pernah bekerja di harian The Nation (Bangkok), The Star (Kuala Lumpur) dan majalah Pantau (Jakarta). Ia menang beberapa penghargaan internasional antara lain The Correspondent of the Year dari The American Reporter (1997) serta Nieman Fellowship dari Universitas Harvard (1999-2000). Dia co-editor buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat (2005). Kini ia sedang menyelesaikan buku From Sabang to Merauke: Debunking the Myth of Indonesian Nationalism. www.andreasharsono.blogspot.com<br /><br />Budi Setiyono wartawan Jakarta, pernah bekerja untuk Suara Merdeka (Semarang) dan majalah Pantau (Jakarta). Ia jadi co-editor buku Revolusi Belum Selesai yang berisi kumpulan pidato politik Presiden Soekarno serta Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Kini ia sedang menyelesaikan buku soal penyair A.S. Dharta dari Lembaga Kebudayaan Rakyat. www.budisetiyono.blogspot.com<br /><br />SYARAT DAN BIAYA<br /><br />Peserta terbiasa dengan dunia tulis-menulis. Entah menulis di blog, makalah, buku harian atau media. Mereka juga terbiasa melakukan riset dan akrab dengan internet. Latar belakang bisa dari berbagai disiplin ilmu, minat atau profesi. Angkatan pertama dan kedua terdiri dari aktivis, wartawan, dokter, pengacara, mahasiswa, dosen, manajer NGO dan sebagainya. Peserta juga lancar membaca naskah dalam bahasa Inggris karena banyak materi kursus dari bahasa Inggris. Biaya Rp 4 juta, bisa diangsur selama kursus.<br /><br />Pendaftaran paling lambat 14 April 2008<br />Kalau Anda tertarik, silahkan menghubungi:<br /><br />Dayu Pratiwi<br />Pantau<br />Jalan Raya Kebayoran Lama Nomor 18 CD, Jakarta 12220<br />Phone. 021 – 7221031 Fax. 021 – 7221055<br />Cell. 0817 4866582 Email. dayu_pantau@yahoo.com <br />www.pantau.or.id <br /><br />Kami berterimakasih jika penawaran ini dapat diinformasikan kepada rekan-rekan yang lain<br /><br /><br />CONTOH SILABUS SEBELUMNYA<br /><br />SESI PERTAMA (6 November 2007)<br />Perkenalan, pembicaraan silabus dan diskusi soal jurnalisme dasar, isu tentang “objektivitas” wartawan dengan membahas “Sembilan Elemen Jurnalisme” dari Bill Kovach dan Tom Rosenstiel serta membandingkannya dengan praktik jurnalisme di Jakarta a.l. byline, firewall, advertorial.<br />[Andreas Harsono dan Budi Setiyono]<br /><br />Bacaan: Sebelum kuliah dimulai, sebaiknya Anda membaca resensi buku “Sembilan Elemen Jurnalisme” oleh Andreas Harsono (kalau tertarik baca bukunya The Elements of Journalism atau versi Indonesia Sembilan Elemen Jurnalisme karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel). Silahkan menelusuri www.journalism.org.<br /><br />SESI KEDUA (13 November 2007)<br />Diskusi soal jurnalisme sastrawi, bagaimana Tom Wolfe memulai gerakan ini di Amerika Serikat pada 1960-an dan bagaimana suratkabar-suratkabar Amerika mengambil elemen-elemen genre ini. Diskusi tentang prinsip-prinsip dasar dalam melakukan reportase, membedakan mana yang fakta dan mana yang fiksi, kriteria dari gerakan “literary journalism.”<br />[Andreas Harsono]<br /><br />Bacaan: “Kegusaran Tom Wolfe” oleh Septiawan Santana Kurnia; “Ibarat Kawan Lama Datang Bercerita” oleh Andreas Harsono; edisi jurnal Nieman Reports edisi Spring 2002 Volume 56 No. 1 tentang narrative journalism. Bacaan Nieman ini cukup tebal. Ini penting guna tahu sejarah dan perdebatan soal genre ini di Barat serta bagaimana genre ini masuk dalam cerita-cerita sehari-hari dalam suratkabar.<br /><br />SESI KETIGA (20 November 2007)<br />Diskusi soal struktur karangan dengan contoh “Hiroshima” karya John Hersey. Ini sebuah karya klasik, dimuat majalah The New Yorker pada Agustus 1946, yang pernah dipilih sebuah panel wartawan dan akademisi Universitas Columbia sebagai naskah terbaik jurnalisme Amerika pada abad XX. [Andreas Harsono]<br /><br />Bacaan: “Hiroshima” dalam majalah The New Yorker edisi 31 Agustus 1946 oleh John Hersey dan “Menyusuri Jejak John ‘Hiroshima’ Hersey”oleh Bimo Nugroho. Usahakan baca John Hersey hingga selesai. Bacaan dari Bimo Nugroho membantu memahami “Hiroshima.”<br /><br />SESI KEEMPAT (27 November 2007)<br />Diskusi soal deskripsi dan dialog dengan menggunakan ”Ngak Ngik Ngok” karya Budi Setiyono serta contoh-contoh lain dalam buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat.. <br />[Budi Setiyono]<br /><br />Pekerjaan rumah: Rekamlah pembicaraan dengan seseorang lalu buatlah satu deskripsi pendek, sekitar 200-500 kata. Siti Maemunah dari angkatan kedua membuat deskripsi menarik tentang ”Mbah Ndut,” seorang dukun pijat, yang kawin beberapa kali. Kita akan membaca empat atau lima tugas ini pada pertemuan berikutnya. Kursus ini sifatnya sukarela. Kalau Anda lagi sibuk atau ada tugas kantor, tentu saja, Anda tak merasa harus mengerjakannya. Kalau mau tambahan, bacalah ”The Riverman” karya Joseph Mitchell. Karya ini terkenal dengan deskripsinya soal Sungai Hudson.<br /> <br />SESI KELIMA (4 Desember 2007)<br />Diskusi membahas deskripsi serta teori soal feature. Bagaimana mencari fokus, angle dan outline dalam menulis sebuah feature. Bacalah ”Seandainya Saya Wartawan Tempo” karya Goenawan Mohamad<br />[Budi Setiyono]<br /><br />Pekerjaan rumah: Buatlah sebuah feature pendek, yang terkait dengan kehidupan atau pekerjaan Anda sehari-hari. Ini penting agar pekerjaan rumah ini tak terlalu membebani Anda. Carilah isu yang menarik!<br /><br />SESI KEENAM (11 Desember 2007)<br />Para peserta akan membacakan featurenya. Peserta lain menanggapi. Pekerjaan rumah akan difotokopi sesuai kebutuhan kelas agar setiap peserta mendapatkan selembar.<br />[Budi Setiyono]<br /><br />Pekerjaan rumah: Buatlah satu kumpulan profile para peserta kelas ini. Kelas akan bikin undian. Masing-masing peserta akan mewawancarai satu peserta lain. Kami memperkirakan dalam enam minggu, semua karya ini bisa selesai. Kalau bagus bisa dibukukan (penjilidan sederhana).<br /><br />SESI KETUJUH (18 Desember 2007)<br />Diskusi dengan melihat karya-karya Ryszard Kapuscinski dari Warsawa. Kapuscinski seorang koresponden perang, meliput di Afrika, Asia dan Eropa. Perhatikan bagaimana dia memakai foto-foto lama untuk menerangkan karakter-karakternya.<br />[Andreas Harsono]<br /><br />Bacaan: ”Shah of Shahs” dan ”The Soccer War” karya Ryszard Kapuscinski.<br /><br />SESI KEDELAPAN (8 Januari 2008)<br />Diskusi struktur karangan dengan melihat lima tulisan tentang Aceh dikerjakan empat orang berbeda. Bagaimana sebuah isu sama dikerjakan dengan sudut pandang dan metode beda-beda? Apa masing-masing kelebihan dan kekurangan? [Andreas Harsono] <br /><br />Bacaan: “Republik Indonesia Kilometer Nol” karya Andreas Harsono, ”Kejarlah Daku Kau Kusekolahkan” karya Alfian Hamzah, ”Panglima, Cuak, dan RBT” dan ”Sebuah Kegilangan di Simpang Kraft” karya Chik Rini, dan ”Orang-orang Di Tiro” karya Linda Christanty.<br /><br />SESI KESEMBILAN (15 Januari 2008)<br />Teknik wawancara dengan melihat teknik-teknik yang dikembangkan oleh International Center for Journalists. Peserta melakukan praktik wawancara di depan kelas. Sesudahnya menonton ”Black Hawk Down” karya Mark Bowden untuk lihat deskripsi yang berubah jadi film.<br />[Andreas Harsono]<br /><br />Bacaan: bacalah oleh ”Ten Tips For Better Interview” (www.ijnet.org) dan ”The Art of the Interview” oleh Eric Nalder. Kalau sempat bacalah dulu buku Black Hawk Down. Perhatikan beda buku dan film.<br /><br />Pekerjaan rumah: Gunakan tape recorder atau handycam untuk interview seseorang, mungkin teman, keluarga atau lainnya. Dengarkan ulang dan catat kelebihan dan kekurangan interview tersebut. Buatlah deskripsi dari interview itu untuk kelas minggu depan. Bawa pula kaset rekaman untuk didengar atau ditonton bersama.<br /><br />SESI TAMBAHAN (Sabtu, 19 Januari 2008 pukul 10:00-12:00)<br />Diskusi dengan Daoed Joesoef tentang penulisan buku di rumahnya, Jl. Bangka Dalam VII No. 15 telepon 7190431). Isterinya, Sri Soelastri Joesoef, akan menemani. Diskusi akan diakhiri dengan makan siang bersama di rumah asri keluarga Joesoef. They are a Dutch-educated couple, very strict, please don’t be late!<br /><br />Bacaan: Karya Daoed Joesoef dalam buku Emak dan Aku dan Dia (hanya bab ”Monsieur Courazier dan Aku”). ”Orang-orang dari Salemba” karya Goenawan Mohamad dkk dalam buku ”Menyambut Indonesia” (h. 34-67). Joesoef seorang cendekiawan didikan Sorbonne, Paris. Dia pernah jadi dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Menteri Pendidikan rezim Presiden Soeharto.<br /><br />SESI KESEPULUH (22 Januari 2008)<br />Membahas deskripsi dari hasil interview [Budi Setiyono] <br /><br />Pekerjaan rumah: Kalau Anda hendak membuat sebuah naskah panjang, isu apa yang menarik perhatian Anda? Buatlah outline serta argumentasi mengapa cerita itu menarik, tidak klise, bahal menyedot perhatian pembaca.<br /><br />SESI KESEBELAS (29 Januari 2008)<br />Diskusi menggali, mengembangkan dan menajamkan ide laporan serta menemukan fokus dan angle. Bisa sharing soal bagaimana bikin biografi penyair A.S. Dharta, yang mendirikan Lembaga Kebudayaan Rakyat, serta hubungannya dengan Presiden Soekarno.<br />[Budi Setiyono]<br /><br />Bacaan: “Rangsang Detik” karya A.S. Dharta, “Selamat Jalan Sastrawan Sunda” karya Budi Setiyono.<br /><br />SESI KEDUABELAS (5 Februari 2008)<br />Diskusi politik identitas dengan campuran agama, nasionalisme dan etnik dengan studi kasus etnik Tionghoa di Indonesia<br />[Andreas Harsono]<br /><br />Bacaan: ”Hoakiao dari Jember” oleh Andreas Harsono, ”The Culture of Chinese Minority in Indonesia” oleh Leo Suryadinata, ”The Encyclopedia of the Chinese Overseas” bagian Indonesia oleh Mary Somers Heidhues (h. 151-168).<br /><br />SESI KETIGABELAS (12 Februari 2008)<br />Sekali lagi soal deskripsi. Kita akan diskusi hasil membuat profile sesama peserta kelas serta bicara soal editing. Nonton film “Capote” tentang Truman Capote, yang dibintangi Philip Seymour Hoffman. Situs web http://www.sonypictures.com/classics/capote/ [Budi Setiyono]<br /><br />Bacaan: Kalau masih ada waktu, bacalah “In Cold Blood” karya Truman Capote. Ini karya klasik dari The New Yorker. Kalau ingin tahu bagaimana elemen-elemen narasi dipakai dalam straightnews pendek, bacalah “Ini sebuah Kehormatan” karya Jimmy Breslin.<br /><br />SESI TAMBAHAN (19 Februari 2008)<br />Diskusi dengan Samuel Mulia, seorang kolumnis harian Kompas, serta konsultan majalah. Samuel kelahiran Denpasar, kuliah untuk jadi seorang dokter. Dia kolumnis yang dapat banyak komentar. Tahu banyak soal gaya hidup metropolitan, mulai dari model pakaian hingga kesehatan. <br />[Budi Setiyono]<br /><br />Bacaan: Beberapa kolom Samuel Mulia dari Kompas; “Aku Tak Biasa” (Mei 207, 99 komentar), “ATM” (April 2007, 98 komentar) dan “Juri” (Juni 2007, 85 komentar)<br /><br />SESI KEEMPATBELAS (26 Februari 2008)<br />Diskusi soal sikap terhadap kebenaran dengan independensi seorang penulis. Diskusi soal sosok Pham Xuan An, seorang wartawan majalah Time merangkap intel di Saigon, yang berperan dalam kemenangan Hanoi terhadap Saigon pada 1975.[Andreas Harsono]<br /><br />Bacaan: “Perfect Spy” karya Larry Berman, karya-karya Bob Shaplen dari The New Yorker soal Perang Vietnam, surat protes Zalin Grant terhadap majalah The New Yorker. “The Quiet Vietnamese: Journalist and Spy Pham Xuan An Led a Life of Ambiguity” oleh Devid deVoss, “My Friend the Spy” oleh H.D.S. Greenway, “The Journalist Who Spied” oleh Stanley Cloud, “Pham Xuan An: Vietnam War Journalist and Spy” oleh Bruce Palling.<br /><br />SESI KELIMABELAS (4 Maret 2008)<br />”The Silent Season of A Hero” mengubah cara wartawan menulis sosok di Amerika. Bacalah juga ”Frank Sinatra Has a Cold” karya Gay Talese. Situs web resmi Gay Talese adalah www.randomhouse.com/kvpa/talese/index.html [Andreas Harsono]<br /><br />SESI KEENAMBELAS (11 Maret 2008)<br />Warna sari, tanya jawab. Penutupan. [Andreas Harsono dan Budi Setiyono]<br /><br /><br /><br /><br />Dayu Pratiwi<br />Pantau<br />Jalan Raya Kebayoran Lama No. 18 CD<br />Jakarta Selatan 12220<br />p. +62 21 7221031 f. +62 21 7221055<br />c. +62817 4866582 http://www.pantau.or.id<br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-43536217581012667492008-03-28T04:51:00.000-07:002008-03-28T05:04:17.097-07:00Cap Go Meh Dalam LukisanBorneo Tribune, Singkawang <br /><a href="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R-zcOn_AHDI/AAAAAAAAALQ/ME6FEFSF6BI/s1600-h/Lukisan.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R-zcOn_AHDI/AAAAAAAAALQ/ME6FEFSF6BI/s320/Lukisan.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5182759415006108722" /></a><br />Perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang pada pertengahan Februari 2008 menjadi pusat perhatian berbagai elemen. Tidak terkecuali para wartawan dan fotografer. Semua berlomba mencari sisi yang paling menarik untuk dipublikasikan, atau hanya sekedar untuk mendokumentasikan. Bagi Zul Ms, mendokumentasikan perayaan Cap Go Meh dengan sebuah lukisan merupakan hal yang lebih menarik.<span class="fullpost"><br /> <br />“Kalau saya ikut mengambil foto, hasilnya pasti akan kalah dari fotografer lainnya. Karena alat yang mereka lebih canggih dari pada yang saya punya,” kata Zul MS saat saya temui. Dengan santai, peria berkacamata, berambut panjang sebahu ini mencoretkan tinta lukis pada layar putih yang telah ia siapkan dan telah dibawanya dari Kota Pontianak. <br /><br />Sesuai denga analisa, Zul MS mengambil lokasi pada teras lantai dua sebuah ruko di Jalan Budi Utomo. Ruko tersebut persis berhadapan dengan kelenteng tertua di Kota Singkwang. Kelenteng itu berada di tengah pasar. <br /><br />“Dengan posisi seperti ini saya mudah untuk mengambil sudut pandang yang menggambarkan hingar bingarnya perayaan Cap Go Me di Kota Singkawang,”<br />Kata Zul menjelaskan. Dalam mencari lokasi untuk melukis, Zul terlebih dahulu melakukan survey dinihari peryaan.<br /> <br />Dari jalan, gerak-gerik Zul bersama lukisannya mudah dilihat masyarakat, tidak sedikit dari mereka juga ikut mendokumentasikan lukisan itu dengan kamera digital yang dimiliki. <br /><br />Zul mulai untuk menggoreskan pensil lukisannya sekitar pukul 09.30. Satu setengah jam kemudian, lukisan tersebut telah rampung 80 persen. Selanjutnya, Zul berencana untuk merampungkan di galerinya yang terletak di Jalan Camar, Kota Pontianak. Dari lukisan yang telah dibuat, Zul menggambarkan ribuan masyarakat Kota Sigkawang turun ke jalan untuk menyaksikan parade tatung padaperayaan Cap Go Me. Di tengah masyarakat tersebut terdapat naga ppanjang melintas. <br /><br />Di hadap masyarakat tersebut ada kelenteng tertua yang ada di Kota Singkawang yang terletak di Jalan sejahterah. Selain Kelenteng dan ribuan manusia, dalam lukisan Zu juga terdapat bangunan-bangunan ruko tua. Cuaca digambarkan begitu cerah dengan warna langit yang biru. “Lalu dimana tatung? Tanya saya pad Zul. Zul mengatakan akan dibuat ketika lukisan tersebut diperbaiki.<br /><br />“Para tatungnya nanti di sini,” ujar Zul menunjukkan areal untuk penempatan parade tatung di lukisannya. <br /><br />Untuk selanjutnya, Zul mengatakan lukisannya tersebut akan dipajang bersama-sama lukisan lain di galerinya. Selain melukis perayaan Cap Go Me di Kota Singkawang, Zul telah melukis hingar bingarnya perayaan robok-robok di Kota Memmpawah, Kabupaten Pontianak. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-23246550342949592212008-03-23T05:02:00.000-07:002008-03-24T05:07:35.526-07:00Ada Naga di KeramikBorneo Tribune, Singkawang<br /><a href="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R-ZIBH_AG8I/AAAAAAAAAKc/UnlUUNiCSMg/s1600-h/Mengukir+Naga.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R-ZIBH_AG8I/AAAAAAAAAKc/UnlUUNiCSMg/s320/Mengukir+Naga.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5180907605496699842" /></a><br />Awal Maret yang lalu, saya bersama seorang teman, Adi, menjajaki salah satu pusat kerajinan tangan di Kelurahan Sedau Kota Singkawang. Letaknya kurang lebih dua ratus meter dari Jalan Raya Utama Sedau. Perusahaan kerajinan tangan tersebut menggeluti pembuatan bata dan keramik Kota Singkawang. Dan itu tercermin dari pagar bangunan. Semua terdiri dari ratusan keramik dan bata.Berbaris rapi. <span class="fullpost"><br /><br />Setelah mendapatkan izin dari yang empunya, kami pun masuk dalam lokasi pembuatan. Di sana ada dua bangunan besar tanpa dinding. Atap terbuat dari daun sagu ataupun nipa. Tanpa lantai, hanya hamparan tanah liat yang menjadi alas. <br /><br />Dua bangunan tersebut mempunyai fungsi masing-masing. Bangunan pertama dijadikan sebagai pusat pembuatan bata. Tidak heran bila bangunan itu berisikan ratusan bahkan ribuan bata yang terbuat dari tanah liat. Dikeringkan pada lemari dan meja-meja penyimpanan. Bila sampai pada waktunya, bata dan keramik itu akan dipanaskan pada tungku pemanggang. <br /><br />Untuk mengerjakan bata-bata tersebut, ada puluhan orang dipekerjakan. Namun sayang saat itu keramaian kerja tidak kami rasakan, hanya dua sampai tiga orang yang terlihat. Ya wajar saja, karena kami berkunjung saat jam istirahat. <br /><br />Langka kaki kami lanjutkan pada bangunan kedua. Model bangunannya tidak beda. Tidak berdinding, beratap daun, dan berlantaikan tanah. Bangunan ini menjadi pusat pembuatan keramik. Saat memasuki lokasi, kami disambut lebih dari lima pekerja. Semua sibuk dengan beragam jenis keramik. Keahlian masing-masing terlihat, ada yang hanya membuat badan, ada yang membuat ukiran, ada yang membakar, dan ada yang memberikan warna untuk memperindah. <br /><br />Setelah melihat dan mengarahkan lensa kamera dan menjepretkannya pada para pekerja yang ada, langka kaki pun kami hentikan pada dua orang laki-laki. Mereka tidak begitu tua, umurnya diperkirakan masih di bawah tiga puluh dan empat puluh tahun.<br /><br />Dua laki-laki itu duduk santai di atas tanah. Adapun alas hanya potongan kayu berukuran pendek. Masing-masing laki-laki menghadapi keramik. Tangan tidak diam. Membuat ukiran naga menjadi pekerjaan rutin mereka. Saat kami mendekati, tatapan bersahabat kami rasakan. Senyum mereka lontarkan. Obrolan dimulai. Bahasa gado-gado antara Sambas, Indonesia berbaur Jawa digunakan. <br /><br />"Sibuk ke bang," saya membuka pembicaraan. Walau agak celemotan, untuk mengakrabkan diri basa Sambas pun saya gunakan. Keduanya menoleh sejenak, senyum terlihat, kemudian berkata "Aok." Saya gembira, karena perjumpaan siang yang panas pada kala itu diawali dengan keramahan.<br /><br />Dua laki-laki itu kembali sibuk dengan ratusan keramik yang telah berbaris rapi. Kerja mereka lanjutkan, gerakan tangan membuat ukiran di keramik mereka lakukan. Walau berbicara, konsentrasi dua pekerja itu tidak buyar. Sesuai dengan keahlian yang dimiliki, dua laki-laki itu setiap harinya dipercaya sebagai pembuat ukiran.<br /><br />"Inilah pekerjaan kami setiap hari nye," ujar satu di antara mereka. Juga dengan Sambas.<br /><br />Karena keahlian yang dimiliki, setiap harinya kedua masing-masing pekerja itu bisa mengukir pada empat sampai lima keramik. Tidak hanya satu, jenis ukiran beragam tergantung dengan para pemesan. Namun ukiran nagalah yang kerap kali mereka buat.<br /><br />"Naga, ukiran khas keramik Kota Singkawang," kata mereka. <br /><br />Ukiran naga dibuat dengan menempelkan tanah liat baru yang telah dikelola pada keramik. Tempelan dipasang meliuk, atau sesuai dengan selera yang diinginkan. Ukiran kemudian diawali dengan membuat ekor naga, hingga ke kepala. Agar terlihat indah, naga tersebut dilengkapi dengan sisik, kaki. Naga menganga, seakan menggambarkan siap menerkam mangsa. Naga itu bertaring, matanya bundar, menggambarkan kebuasan.<br /><br />"Kami membuat satu ukiran selama dua jam, tapi terkadang lebih, tergantung jenis dari ukiran yang akan dibuat," kata para pekerja itu. <br /><br />Pekerjaan dua laki-laki itu sempat terhenti karena bunyi lonceng besi yang sengaja dipukul. Keduanya kemudian bergegas pergi dengan membawa gelas yang sejak awal terletak di sekitar tempat duduk mereka. Kini, mereka kembali dengan gelas berisikan air kopi. Dihirup kemudian pekerjaan dilanjutkan.<br /><br />"Setiap jam satu kami mendapatkan jatah minum kopi," kata salah seorang dari mereka. Saya tersadar, ternyata sudah satu jam saya berada di lokasi pembuatan keramik. Saya belum puas, karena waktu itu saya rasakan sangat singkat untuk menyaksikan pembuatan keramik itu. <br /><br /><a href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R-eZRX_AG-I/AAAAAAAAAKs/P42r8gKjewc/s1600-h/Pembuatan+Keramik.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R-eZRX_AG-I/AAAAAAAAAKs/P42r8gKjewc/s400/Pembuatan+Keramik.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5181278420088134626" /></a><br /><br />Oh ya, karena asyik menyaksikan pembuatan keramik, kedua laki-laki itu kami kenal dua jam kemudian. Namanya Radiman dan Aket. Radiman berdarah Jawa, namun dia dilahirkan di Kota Singkawang sejak 41 tahun yang lalu. Saat mengobrol, Radiman dapat menggunakan tiga bahasa, terkadang Jawa, Sambas, dan Bahasa Indonesia. <br /><br />Radiman mengaku, bekerja di perusahaan keramik telah digelutinya sejak berusia 20 tahun. Karena keahlian yang dimiliki, Radiman dipercaya untuk membuat ukiran. Dalam satu hari, Radiman mampu menyelesaikan empat sampai lima keramik.<br /><br />"Kui kalau mud, kalau enggak paling tiga," ujar Radiman dengan bahasa Indonesia bercampur Jawa. Saya paham yang ia katakan. Dan saya juga paham ternyata dalam membuat ukiran tersebut tergantung dari kondisi jiwa pembuat. Dengan ukiran-ukiran yang telah dibuat, dalam satu bulan Radiman berpenghasilan sabanyak enam ratus ribu hingga tujuh ratus ribu rupiah, bahkan bisa mencapai lebih dari satu juta.<br /><br />"Nggak bisa dipastikan," kata Radiman. <br /><br />Di samping Radiman, ada Aket. Walau baru berusia 22 tahun, pria keturunan Tiong Hoa ini telah menikah. Ia asli warga Kota Singkawang, dan tinggal di Kelurahan Sedau. Aket bekerja di keramik baru sepuluh tahun. Sama dengan Radiman, karena keahlian yang dimiliki Aket dipercaya untuk menjadi juru ukir pada perusahaan keramik tersebut.<br /><br />Tidak satu terasa, saya berada di pembuatan keramik telah tiga jam. Saya masih betah, dan itu juga dirasakan Radiman dan Aket. Karena perhatian pimpinan yang tinggi. Karena tidak ada paksaan dalam bekerja. Keduanya tidak berpikir untuk mencari pekerjaan yang lain.<br /><br />"Bos kami baik, mereka tidak pernah marah," kata keduanya.<br /><br />Sebenarnya saya tidak ingin meninggalkan pembuatan keramik itu. Namun, karena waktu semakin sore, kami memutuskan untuk pamit. Kami dilepas, senyum kembali kami dapatkan. Satu kata terakhir kami lontarkan.<br /><br />"Terima kasih bang."<br />"Same-same."<br />'Sering jak ke sito," sambut dua pekerja itu dengan bahasa sambas. Tanpa berpaling, kami pun berlalu. <br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-74774097869224755502008-03-10T04:52:00.000-07:002008-03-24T08:40:33.909-07:00WVI Dalam Berbagi KasihBorneo Tribune, Singkawang <br /><a href="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R-ZJ93_AG9I/AAAAAAAAAKk/pPSO5JRXUUQ/s1600-h/DSC02661.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R-ZJ93_AG9I/AAAAAAAAAKk/pPSO5JRXUUQ/s400/DSC02661.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5180909748685380562" /></a><br />Selama dua hari pada awal Maret 2008, sejumlah donatur mendatangi Kota Singkawang. Dengan didampingi lembaga kemanusian World Vision International-Indonesia, seperti Katarina Hardono sebagai Communication Directur, John Nelwan selaku Marketing Public Relation Manager, Thomas A. Setyoso selaku manager Wahana Visi Indonesia (ADP) Singkawang-Bengkayang, serta beberapa anggota lainnya.<span class="fullpost"><br /><br />Dalam kunjungan itu, para donatur berkesempatan untuk melihat langsung perkembangan program kemanusian dan bertemu dengan ratusan anak-anak yang disantuni, keluarga, dan masyarakat untuk berbagi kasih. <br /><br />Bercanda di MAN Model<br />Untuk kali pertama, kunjungan diawali dengan bertatap muka pada anak-anak yang disantuni. Lebih kurang seratus anak dikumpulkan di aula MAN Model Kota Singkawang. Anak yang terdiri dari TK, SD, SMP, dan SMA itu datang dari beberbagai daerah yang ada di pinggiran Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang. <br /><br />Saat para donatur sampai di halaman Aula, kesan manis diberikan para anak. Dengan lambaian tangan dan hentakan kaki yang serentak, sekelompok anak menyambut dengan tarian. Kalungan bunga dipersembahkan. Jepretan kamerapun dilakukan. Para donatur tersenyum. Haru.<br /><br />Saat para donatur memasuki ruangan. Ucapan selamat datang diringi tepuk tangan memeriahkan suasana. Tarian Dayak Rambune dipersembahkan. Tarian itu menceritakan pertemuan antara peria dan wanita dalam satu tempat. Antara mereka terjalin keakraban dan berakibat lahirnya panggilan adik dan kakak. <br /><br />Dalam tarian itu, perpisahan tidak diinginkannya. Tarian itu dibawakan sejumlah anak-anak yang tergabung dalam kelompok belajar Firdaus. Kelompok itu didampingi Wahana Visi Indonesia Bengkayang-Kota Singkawang. Anak-anak itu begitu bergembira, para donatur antusias menyaksikan. <br /><br />Bukan hanya tarian, dalam pertemuan itu juga diiringi dengan berbagai permainan. Salah satunya perkenalan. Masing-masing anak dan donatur mendapatkan potongan kertas. Pontongan-potongan itu dipertemukan dan dilakukanlah perkenalan. Dalam perkenalan itu, masing-masing donatur berkumpul dengan anak-anak yang diasuhnya. Beragam obrolan mulai dari perkenalan hingga pemberian semangat dalam belajar diberikan. Anak-anak begitu bergembira. Mereka mengaku bahagia dan senang. Bahkan diantaranya ingin memeluk donatur yang selama ini telah memberikan santunan.<br /><br />”Saya sangat senang, saya ingin memeluk,” kata Maria, salah seorang anak santun saat saya temui.<br /><br />Bukan hanya anak-anak, dengan pertemuan itu para donatur juga merasakan hal yang sama. Para donatur merasa terharu. Mereka begitu gembira karena anak-anak yang mereka santuni berprestasi dalam sekolah, serta mempunyai keberanian untuk tampil ke depan. Rasa bahagia itulah yang diutarakan salah seorang donatur, Risma Purba.<br /><br />”Dengan pertemuan ini saya sangat terharu, saya menginginkan mereka suatu saat berhasil dan dapat memberikan bantuan kepada orang lain seperti yang kami lakukan saat ini,” ujar Risma saat ditemui disela-sela pertemuan dengan anak-anak santunnya kemarin. Untuk Kota Singkawang, Risma Purba mempunyai 42 orang anak. <br /><a href="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R9UmwaRjaPI/AAAAAAAAAKE/3A99b0J0Dzw/s1600-h/Foto+Lepas,+wajah+anak-anak+usia+sekolah+di+Sibaju+Bengkayang.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R9UmwaRjaPI/AAAAAAAAAKE/3A99b0J0Dzw/s320/Foto+Lepas,+wajah+anak-anak+usia+sekolah+di+Sibaju+Bengkayang.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5176085959860775154" /></a><br /><br />Setiap nak juga mendapatkan buah tangan dari donatur masing-masing, seperti tas dan alat tulis menulis. Bukan hanya dari para donatur, sebelum berpisah dengan donatur, anak-anak juga mendapatkan oleh-oleh dari World Vision Indonesia. Pertemuam para dunatur dengan anak-anak berakhir sekitar pukul 12.00. Untuk kenang-kenangan, para donatur, pengurus world vision dan anak-anak melakukan foto bareng, makan siang bersama, dan akhirnya saling bersalam-salaman. Berpisah.<br /><br />Setelah melakukan pertemuan dengan anak-anak, kunjungan para donatur dilanjutkan ke Desa Sindoreng. Di desa tersebut, para donatur bertatap muka dengan panitia dan kaum ibu. Para donatur mendengarkan berkesempatan untuk mendengarkan pemaparan dan melihat pembangunan sarana air bersih yang telah dibangun. Dengan diguyur hujan, pertemuan itu berlangsung hangat. Setelah itu, rombongan donatur kembali ke Kota Singkawan, dan akan melanjutkan kunjungan pada hari ini, Sabtu (8/3).<br /><br />Direncanakan kunjungan akan dilakukan ke TK Pelangi Kasih di Sijangkung dan TK Kita Setia di Kelurahan Sagatani. TK Kita Setia terletak 15 kilometer dari Kota Singkawang. TK ini didirikan atas inisiatif masyarakat desa melalui kelompok peduli anak. Dengan dampingan world vision, kelompok yang terdiri dari 12 orang perempuan menggerakan masyarakat untuk bekerja dan berkontribusi bagi pembangunan TK. Tanahnya sendiri berasal dari salah satu anggota masyarakat, yakni Ishak Lampe. Ia menyumbangkan setengah hektar lahannya untuk pembangunan sekolah. Masyarakat mengkonstribuasikan uang sebesar Rp 350.000 perorang untuk membeli perlengkapan sekolah. Dan peralatan bagi kegiatan anak. Dan tiap bulannya juga mengumpulkan Rp. 20.000 untuk mendukung gaji para guru dan menutupi biaya operasional sekolah. Koni 90 anak telah dapat menikmati kegiatan belajar dan bermain sekolah yang memiliki tiga ruang kelas, satu lapngan dan dua kamar mandi.<br /><br />Melalui mitranya Wahana Visi Indonesia, world vision telah memulai pelayanan di Singkawang sejak pertengahan tahun 2001. Di Kota ini, world vision mendukung pendidikan lebih dari 2000 anak dan program-program yang dilaksanakan mendatangkan manfaat bagi 67, 300 anggota masyarakat yang ia layani. <br /><br />Bekerja sama dengan dinas pendidikan setempat world vision juga telah mendukung sejumlah sekolah melalui program pelatihan untuk guru, serta penyediaan sejumlah fasilitas pendidikan. Seperti buku, alat tulis, seragam, fornitur dan lainnya.<br /><br />Kunjungan hari ke dua<br />Tidak hanya sebatas melakukan tatap muka dengan ratusan anak santun di MAN Model Kota Sigkawang dan Masyarakat di Sindoreng. Pada hari kedua, para donatur kembali melakukan kunjungan terhadap murid-murid TK, Sekolah Dasar, dan sejumlah tokoh masyarakat pada Kelurahan Sijangkung, Sagatani, dan Desa Sibaju di Kabupaten Bengkayang.<br /><br />Sama pada hari sebelumnya, dalam melakukan kunjungan, para donatur didampingi anggota World Vosion International-Indonesia Katarina Hardono selaku Communications Directur, John Nelman sebagai Marketing Public Relations Manager, Thomas A. Setyoso selaku manger Wahana Visi Indonesia (ADP) Singkawang-Bengkayang, serta beberapa anggota World Vision lainnya.<br /><br />Bersama Murid TK<br />Kunjungan diawali dengan menemui anak-anak TK Pelangi Kasih Kelurahan Sijangkung. Pada TK ini, para donatur bercengkarama dengan para siswa, mulai dari peroses belajar mengajar hingga berfoto bersma. Keceriahan pada masing-masing pihak terlihat. Donatur gembira, anak senang. pada pertemuan itu, anak-anak TK juga mendapatkan hadiah.<br /><a href="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R9Un3qRjaRI/AAAAAAAAAKU/KvojAQ5C1Ao/s1600-h/Donatur+WVI+Bersama+anak-anak.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R9Un3qRjaRI/AAAAAAAAAKU/KvojAQ5C1Ao/s400/Donatur+WVI+Bersama+anak-anak.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5176087183926454546" /></a><br />Setelah kurang lebih setengah jam bersama murid TK Sijangkung, rombongan kemudian mengunjungi TK Kita Setia di Kelurahan Sagatani. TK itu terletak 15 kilometer dari Kota Singkawang. TK didirikan atas inisiatif masyarakat melalui kelompok peduli anak. Dengan dampingan world vision, kelompok yang terdiri dari 12 orang perempuan menggerakan masyarakat untuk bekerja dan berkontribusi bagi pembangunan TK. Tanahnya sendiri berasal dari salah satu anggota masyarakat, yakni Ishak Lampe. Ia menyumbangkan setengah hektar lahannya untuk pembangunan sekolah. <br /><br />Masyarakat mengkonstribuasikan uang sebesar Rp 350.000 perorang untuk membeli perlengkapan sekolah. Dan peralatan bagi kegiatan anak. Dan tiap bulannya juga mengumpulkan Rp. 20.000 untuk mendukung gaji para guru dan menutupi biaya operasional sekolah. Pertama kali di buka, ada 90 anak telah dapat menikmati kegiatan belajar dan bermain sekolah yang memiliki tiga ruang kelas, satu lapngan dan dua kamar mandi.<br /><br />”Sekarang siswanya sedikit berkurang, jumlahnya hanya 82 anak,” kata Siselia, salah seorang guru saat ditemui. <br /><br />Bukan hanya pembangunan TK, Maneger Wahana Visi Indoneia (ADP) Singkawang-Bengkayang, Thomas Setyoso mengatakan pihaknya juga memberangkat beberapa guru TK untuk mendapatkan pelatihan pendapingan anak TK di Jakarta. Dengan pelatihan tersebut, para guru TK diharapan dapat memahami cara yang baik untuk mengajar. Salah satu contohnya, bagaimana berbahasa yang baik dalam menyuruh anak.<br /><br />Ketegaran Sibaju<br />Setelah mengunjungi dua TK di dua Keluarahan Pada Kota Singkawang, rombongan kembali melanjutkan perjalan ke Desa Sibaju. Desa dengan Kecamatan Monterado, Kabupaten Bengkayang tersebut merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Singkawang. Masyarakatnya begitu sederhana, dengan sebagain berpenghasilan dari tanaman karet, swah, dan pertambangan emas.<br /><a href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R9UnRKRjaQI/AAAAAAAAAKM/TgU9iAzYDyg/s1600-h/Donatur+WVI+Bersama+Msyarakat+Sibaju.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R9UnRKRjaQI/AAAAAAAAAKM/TgU9iAzYDyg/s400/Donatur+WVI+Bersama+Msyarakat+Sibaju.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5176086522501490946" /></a><br />Akan tetapi, walaupun dengan kesederhanaan yang dimiliki, masyarakat di desa ini mempunyai sikap gotong royong dan jiwa persatuan yang sagat besar. Hal ini terbukti dengan berdirinya bangunan sekolah yang dalam satu tahun tahun terakhir telah diambil pemerintah. Sekolah itu adalah SDN 21 Sibaju.<br /><br />Pada desa dengan penduduk kurang lebih 200 KK ini para donatur berkumpul bersama dan mendengarkan perjuangan yang dilakukan masyarakat. Terutama dalam membangun sekolah dan pengadaan air bersih. Diantara tokoh masyarakat itu, tampil Paulus sebagai Kelapa Sekolah, Oktoviana Bapa sebagai rohaniawan, Jasmin sebagai panitia pembangunan, dan beberapa tokoh masyarakat lainnya. <br /><br />”Dalam membangun sekolah yang ada sekarang ini, meruapakan hasil dari perjuangan masyarakat didampingi WVI,” kata wanita yang memiliki panggila akrab Ovi ini.<br /><br />Sekolah yang terdiri dari tiga ruang belajar, satu ruang kantor, dan satu saung tersebut dibangun dengan dana sebesar Rp. 133.263.250. Dengan perincian Rp. 23.500.600 dari masyarakat, dan 109.762. 650 dari World Vision. Pembangunan sekolah itu dimulai pada tahun 2005 dengan cara bergotong royong. <br /><br />”Sebelum sekolah ini jadi, anak-anak harus bersekolah dengan memanfaatkan gereja. Ini karena jarak sekolah dari kampung sangat jauh, kurang lebih empat kilometer,” kata Ovi.<br /><br />Menurut Ovi, pembangunan sekolah tersebut berawal saat dirinya bertemu dengan pengurus Wahana Visi Indonesia (ADP) Singkawang-Bengkayang pada pertengan tahun 2005 yang lalu. Dari pertemuan itu, akhir tahun 2005 pembangunan dimulai. Wala pembangunan dilakukan, kerangkanya sempat roboh. Akan tetapi karena persatuan dan semangat fotong royong, dalam waktu satu hari kerangka bangunan itu kembali berdiri. Setelah sekolah berfungsi, pengeololaannya diserahkan ke pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkayang. Setahun berikutnya, pihak pemerintah menawarkan untuk menambah dua ruang belajar.<br /><br />”Saat ini ruang belajar yang kita miliki ada lima dengan satu kantor dan ditambah satu saung,” jelas Ovi.<br /><br />Untuk selanjutnya, masyarakat menginginakn World Vision dapat membantu kembali masyarakat untuk membangun gedung yang berfungsi SMP.<br /><br />”Dengan adanya SMP, pendidikan anak-anak kami disini akan terperhatikan,” ujar Ovi<br /><br />Selain pembangunan sekolah, dengan sikap gotong royong yang besar, masyarakat Sibaju juga berhasil membangun pengadaan air bersih. Dan tentunya pembanngunan tersebut juga didampngi oleh Wahana Visi. <br /><br /><a href="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R-fLDn_AHAI/AAAAAAAAAK4/P9IPhkAtH6I/s1600-h/DSC02696.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R-fLDn_AHAI/AAAAAAAAAK4/P9IPhkAtH6I/s320/DSC02696.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5181333159446322178" /></a><br /><br /><br />”Karena wahana visi inilah, kami merasakan pentingnya persatuan dan kesatuan,” kata Ovi.<br /><br />Selain bertemu dengan tokoh masyarakat, di Sibaju para donatur kembali dapat bertemu dengan para pelajar SDN 21. Peretemuan itu kembali diselimuti keceriahan. Mereka rela menghabiskan waktu hingga siang hari untuk bermain bersama. Setelah semua lelah, para donatur mendapatkan jamuan makan siang.<br /> <br />Setelah usai menggelar pertemuan di Sibaju, sebelum kembali ke Kota Sigkawang, para donatur world vision kembali berkesempatan untuk mengunjungi ibu-ibu yang ada di kampung Wahabang, Kelurahan Sagatani. Di kampung yang juga berbatasan langsung dengan Kabupaten Bengkayang ini, para donatur kembali mendengarkan semangat ibu-ibu yang bertekad untuk membangun air bersih. Air itu direncanakan akan diambil dari salah satu bukit yang ada di dekat kampunng. Dan direncnakan, pendanaanya juga diperoleh dari Negara Belanda.<br /><br />Setelah bertemu dengan ibu-ibu di kampung Wahabang. Kunjungan para donatur world vision pun usai. Dengan ratapan wara kampung yang penuh harap untuk memperoleh bantuan, para donatur itu pun kembali ke Kota Singkawang, dan selanjutnya kembali ke daerah asalnya masing-masing. (Mujidi) <br /> <br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-52001744331693022682008-02-23T00:14:00.001-08:002008-02-23T00:41:57.022-08:00Hebatnya IndonesiaCap Go Me Singkawang<a href="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R7_aJSy2i7I/AAAAAAAAAJs/QoR01TptkqQ/s1600-h/Tatuuuuuuuung+(6).jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://1.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R7_aJSy2i7I/AAAAAAAAAJs/QoR01TptkqQ/s400/Tatuuuuuuuung+(6).jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5170090750443424690" /></a><br />Singkawang--Kalimantan Barat patut berbangga menjadikan Kota Singkawang sebagai icon pariwisata untuk menyonsong Indonesia Visit Year 2008, dan Kalimantan Barat Visit Year 2010. Selain kekayaan alam berupa pergunungan dan pantai, kota berjuluk seribu kelenteng ini kaya akan budaya. Kekayaan itu dapat membangkitkan perekonomian masyarakat. Satu diantaranya adalah perayaan Imlek dan Cap Go Me. <span class="fullpost"><br /><br />Dengan semangat membangun kota, semua elemen bergandeng tangan untuk mensukseskan. Perayaan dikemas begitu rapi dengan menyuguhkan beragam rangkaian acara yang dimulai pada perayaan malam imlek pada Rabu (6/2), hingga berpuncak pada Cap Go Me di hari ke lima belas penanggalan cina, atau Kamis (21/2) yang lalu. <br /><br />Bukan hanya unsur-unsur yang ada di Kota Singkawang, beberapa mentri seperti Meutia Hatta juga ikut menghadiri perayaan. Bersama suami dan rombongan lainnya, Meutia berkunjung ke Kota Singkawang. Meutia pada malam itu mendapatkan kehormatan untuk menyulut kembang api sebagai tanda dimulainya perayaan imlek. Meutia bangga dan kagum. Ia selalu menyelipkan ungkapan untuk warga Kota Singkawang untuk selalu menjaga persatuan. Saling menghargai dan berkerjasama dalam mebangun daerah.<br /><br />Tidak habis pada malam perayaan Imlek, untuk menghibur seluruh warga, pihak panitia menghadirkan naga raksasa milik Singshe Aleng. Naga dengan panjang 298 meter, tinggi kepala 8, 4 meter dengan berat 100 Kg, diameter badan 5 meter, dan berhasilkan memecahkan rekor muri itu mulai dipamerkan pada (14/2). Warga sangat terhibur, selain sebagai tempat untuk rekreasi, keberadaan naga tersebut dijadikan sarana untuk memohon kepada Tuhan Yang Meha Esa. Tentunya bagi mereka yang mempercayai. <br /><br />Memanjakan warga dengan menghadirkan naga tersebesar tidak cukup bagi panitian. Seperti tahu-tahun sebelumnya, pada malam ke tiga belas atau pada Selasa (19/2) digelar pawai ornament lampion. Ratusan kendaraan ikut berpartisipasi, beragam bentuk hiasan disuguhkan. Binatang tiruan untuk 12 sio juga dihadirkan. Pada malam itu Kota Singkawang terang benderang. <br /><br />Pada malam lampion itu, Kota Singkawang semakin mejadi pusat perhatian. Wartawan daerah dan national berdatangan. Semua berlomba untuk mendokumentasikan kemeriahan malam itu. Bukan hanya media cetak, beberapa televise nasional juga ikut ambil bagian. Dengan adanay perayaan itu, Singkawang menjadi kota penghias layar kaca. <br /><br />Walau sempat diguyur huja, pawai lampion tetap memikat hati warga. Ribuan dari mereka turun kejalan. Desak-desak untuk menyaksikan ornament-ornamen yang dipamerkan. Dengan kerja pantia dan besarnya antusias masyarakat, pada malam itu, Walikota Singkawang, Hasan Karman ikut berbangga. Didampingi Muspida, Hasan Karman mengatakan tujuan dari lampion tersebut sebagai penerang jalan bagi arwa leluhur untuk turun ke bumi, berinterkasi kepada tatung yang akan beraksi pada hari ke lima belas imlek. <a href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R7_bDyy2i8I/AAAAAAAAAJ0/LNqOw-GOIUw/s1600-h/sio+pada+malam++lampionn+(1).jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R7_bDyy2i8I/AAAAAAAAAJ0/LNqOw-GOIUw/s400/sio+pada+malam++lampionn+(1).jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5170091755465771970" /></a><br />Hasan Karman menyambut baik dan berterima kasih kepada panitia. Tidak lupa, ia menginginkan pada masyarakat Kota Singkawang untuk berlaku tertib, rapi dan menjaga keamanan. Ia juga bepesan agar perayaan lampion itu dilakukan dengan kesederhanaan tanpa mengurangi makna yang terkandung didalamnya.<br /><br />Untuk mensukseskan malam lampion, Hasan Karman bersama Wakil Walikota Singkawang, Edy R. Yacob dan Ketua DPRD Kota Singkawang, H. Zaini Nur melakukan pengawalan. Tiga tokoh itu menggunakan satu mobil dan berada di posisi terdepan. Tangan dilambai, senyum ditebar. <br /><br />Tidak cukup hanya dengan pawai lampion. Keesokan harinya, Rabu (20/2) atau bertepatan pada hari ke empat belas ilmek, ratusan tatung mulai berkeluaran dari sarang. <br /><br />Dari pagi hingga sore, para tatung mengitari kota. Keluar masuk gang. Menelusuri jalan jalan utama, dan melakukan ritual di masing-masing kelenteng yang ada. Seluruh tatung yang turun pada hari itu mampir ke kelenteng Tri Darma di Jalan Sejahterah, ia adalah kelenteng tertua di Kota Singkawang. <br /><br />Berdasarkan sejarah, turunnya tatung pada hari keempat belas tersebut berawal ketika pertambangan emas di Monterado diserang wabah penyakit, karena fasilitas kesehatan saat itu belum memadai. Diyakini penyebabnya adalah roh atau mahluk jahat. Untuk mengatasi itu, tatung atau loya turun kejalan masuk keluar kampong diiringi gendrang dan pembakaran gaharu yang tidak putus-putusnya, sehingga serangan roh atau mahluk jahat dapat dilawan dan perkampungan kembali menjadi tentram. <br /><br />Ramainya tatung bercampur aduk dengan ribuan manusia. Walaupun diselimuti rasa ngeri, warga tetap antusias. Tatung-tatung pasang aksi. Senjata-senjata tajam di tusuk-tusuk ke badan. Tatung tidak luka. Dipercayai karena dipengaruhi roh halus yang merasuk. Aksi tatung baru berakhir menjelang magrib. Pulang pada markas masing-masing, mempersiapkan diri untuk puncak perayaan Cap Go Me keesokan harinya.<br /><br />***<br /><a href="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R7_bwyy2i9I/AAAAAAAAAJ8/NA_gkVgxo7s/s1600-h/Ratusan+Manusia+pada+Pentas+Budaya.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://3.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R7_bwyy2i9I/AAAAAAAAAJ8/NA_gkVgxo7s/s400/Ratusan+Manusia+pada+Pentas+Budaya.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5170092528559885266" /></a><br />Malam harinya pentas seni budaya digelar. Masyarakat tidak lagi tegang. Masyarakat Kota Singkawang terhibur. Seni dari berbagai etnis di Kota Singkawang menyatu dalam dua panggung yang disediakan. Malam itu, masyarakat membuktikan tingginya harga persatuan. <br /><br />Semua sepaham, tanpa persatuan dan kesetuan kemajuan pembangunan akan mudah dicapai. Acara yang dimulai sekitar pukul 19.00 itu masih termasuk dalam rangkaian perayaan Imlek dan Cap Go Me 2559 di Kota Singkwang.<br /><br />Ribuan masyarakat tumpah pada lapangan terbuka di tengah pasar Kota Singkwang. Guyuran hujan yang sekali-kali turun tidak membuat masyarakat bubar. Dengan pakaian basah di badan, dengan antusias warga mengikuti semua rangkaian acara hingga usai. Semua bergoyang, menari, menikmati semua sajian acara yang dikemas dengan rapi oleh panitia penyelenggara. Semua elemen ikut mensukseskan, tidak terkecuali Walikota Singkawang, Hasan Karman.<br /><br />Dalam Sambutanya, Hasan Karman mengatakan, dengan tampilnya semua etnis yang ada di Kota Singkawang, baik Tiong Hoa, Melayu, Dayak, dan Jawa merupakan sebagai bukti besarnya persatuan dan kesatuan di Kota Singkawang. Selain itu, dengan adanya pergelaran seni budaya tersebut menjadi wujudkan bahwa perayaan Imlek dan Cap Go Me buka hanya milik satu etnis, akan tetapi semua etnis yang ada di Kota Singkawang.<br /><br />Di malam pentas seni budaya tersebut, Hasan Karman mengajak masyarakat Kota Singkawang untuk mengembangkan kebudayaan yang ada di Kota Singkawang, tentunya kebudayaan tersebut untuk mendukung majunya dunia pariwisata Kota Singkawang.<br /><br />“Sebagai kota pariwisata, saya berharap masyarakat Kota Singkwang dapat menjadi masyarakat yang ramah,” pinta Hasan.<br /><br />Salah satu bentuk keramahan tersebut adalah dengan menebar senyum. Kata Hasan setidaknya dengan keramahan yang dimiliki, para wisatawan domestic ataupun asing selalu ingat dengan Kota Singkawang, dan berkeinginan kembali untuk berkunjung ke Kota Singkawang. Hasan juga meminta kepada masyarakat untuk bersikap tertib dalam malam perayaan. Jangan berbuat keonaran serta merusak nama baik Kota Singkawang.<br /><br />Selain itu, sebagai kepala daerah Kota Singkawang, Hasan Karman dengan terbuka mengutarakan permohonan maaf kepada masyarakat atau pengunjung yang berasal dari Kota Singkawang. Dengan sikap goyon, Hasan Karman mohon kejelesan dapat dibicarakan dengan pihak penyelenggarann dan tidak membawa kekecewaan itu ke daerah luar. <br /><br />“Akan tetapi bila ada kebaikan silahkan,” ujar dia.<br /><br />Setelah rangkai sambutan disampaikan, satu persatu pergelaran dari masing-masing etnis, Tiong Hoa, Melayu, Dayak, dan Jawa disajikan. Gemulainya tangan, lembutnya badan, serta hentakan kaki penari membuat para pengunjung terkesima. Mereka berebut untuk mendokumentasikan.<br /><br />Bukan hanya tarian-tarian khas daerah, pada malam pentas seni budaya tersebut juga diramaikan atrakasi barongsai dari negera tetangga, Kucing Malaysia. Dengan kelincahan yang dimiliki, atraksi naga tersebut membuat kagum para pengunjung yang datang. acara usai, pergelaran pentas budaya berlangsung dengan kemeriahan walaupun beberapa kali diguyur hujan.<br /><br />***<br />Puncak perayaan Cap Go Me digelar pada Kamis (21/2). Pribahasa dimana ada semut disitu ada gula cukup untuk menggambarkan kondisi Kota Singawang pada hari itu. Ratusan manusia berjubel untuk menyaksikan setiap tatung yang melintas. Tatung tidak peduli. Bau harum dari bakaran gaharu yang dibawa oleh para pemandu sepertinya membuat tatung semakin terobsesi. Tandu parang diinjak dan digoyang. Senjata tajam ditusukkan ke badan. Mulut-mulutnya ditusuk dengan bebagai barang yang diruncingkan. Pengunjung takjub sekaligus merasa ngeri.<br /><br />Dengan menggunakan panggung di lapangan terbuka di tudio kota indah, secara resmi parade tatung dibuka disekitar pukul 10.00. Dihadiri Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis MH, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudaya Provinsi Kalbar, Rihat Natsir Silalahi, Penasehat Presiden Dr. Syahrir, Walikota Singkawang Hasan Karman, Ketua DPRD Kota Singkawang, Zaini Nur, serta jajaran Muspida se Kota Singkawang. <br /><br />Pada acara pembukaan tatung, panitia menyampaikan parade tersebut diikuti 291 tatung bertandu parang. Selain itu ada sekitar 136 tatung biasa dan kelenteng bertandu. 13 jelangkung, 12 sio juga ikut serta. <br /><br />Hasan Karman bersuara. Ia mengharapkan dengan adanya perayaan Imlek dan Cap Go Me berupa parade tatung terebut, merupakan salah satu asset wisata unggulan yang dimiliki Kota Singkawang. hal ini ini dikarenakan, tatung yang ada di Kota Singkawang mempunyai karakteristik yang khas.<br /><br />“Saya yakin tatung tersebut dapat mendukung pariwista di Kota Singkawang sebagai icon pariwisata Provinsi Kalimantan Barat,” ujar Hasan<br /><br />Selain asset wisata yang dimiliki, untuk menjadikan kota pariwisata, Hasan Karman meminta kepada masyarakat Kota Singkawang bersikap ramah kepada wisatawan, baik domestic ataupun asing. Karena dengan dengan keramahan, pariwisata tersebut akan merasa betah, dan tahun berikutnya diharapkan berkujung ke Kota Singkawang.<br /><br />Begitu juga dengan gubernur Kalimantan Barat, Cornelis MH. Sebelum membuka parade tatung tersebut, Crnelis mengatakan sangat mendukung parade tatung di Kota singkawang dan dijadikan sebagai salah asset pariwisata yang diunggulkan. Akan tetapi, untuk selanjutnya, Cornelis mengharapkan, parade tatung tersebut dikemas dengan rapi, sehingga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Kota Singkawang. <br /><br />Selain itu, Cornelis memandang parade tatung di Kota Singkawang milik semua suku di Kota Singkawang. Pasalnya, dari pengamatan yang dilakukan atrakasi tatung tersebut juga dikuti berbagai suku, termasuk mereka sebagai pemikul tandu. Dengan keikutsertaan beragam suku tersebut membuktikan Indonesia merupakan negara yang hebat.<br /><br />“Itulah hebatnya Indonesia, walau berbeda suku tetap satu jua, bhinneka tunggal ika,” jelas Cornelis. <br /><br />Parade dibuka. Kembang api meluncur ke angkasa. Ratusan tatung pun beraksi. Jalan utama mulai dari Diponegoro, Sejah Terah, Budi Utomo dan berbagai jalan utama lainnya ditelusuri. Tidak hanya menelusuri jalan, para tatung itu silih berganti menghampiri kelenteng Tri Dharma di Jalan Sejahterah, sebagai tatung tertua. Atraksi tatung pun berakhir hingga sore hari.<br /><br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-15437056700474063862008-02-15T09:04:00.001-08:002008-02-21T06:13:15.232-08:00Naga Muri Itu Dari Mimpi<a href="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R7XIyiy2izI/AAAAAAAAAIo/PAsfWTKbTvo/s1600-h/Memanjatkan+doa.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;" src="http://4.bp.blogspot.com/_fPe49ri52Uk/R7XIyiy2izI/AAAAAAAAAIo/PAsfWTKbTvo/s320/Memanjatkan+doa.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5167256918136621874" /></a> Naga raksasa, naga raksasa………., ucapan itu silih berganti keluar dari mulut ratusan manusia yang sejak salat isyah selesai telah berkumpul memenuhi ruang Indoor STIE Mulia Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Naga itu hanya diam, meliukkan badan, dan membiarkan warga yang mengabadikan lewat Hp kamera. Wartawan tidak mau ketinggalan, pret, pret, pret, kemilaun cahaya memenuhi ruangan. Naga besar itu hanyalah pajangan. <span class="fullpost"><br /><br />Dia hasil karya Singshe Aleng, putra asli Kalimantan Barat. Naga itu dikenal sebagai naga raksasa. Dicatat dalam rekor Muri Indonesia. Panjang badanya 298 meter, lebih panjang sepuluuh meter dari rencana pembuatan awal yang hanya 288 meter. Tinggi kepala mencapai 8,4 meter, lebih panjang 40 centimeter dari ukuram semula yang direncanakan hanya 8 meter. <br /><br />Naga itu memecahkan muri yang sebelumnya dicetak naga Kota Ungaran Kabupaten Semarang. Naga disana memiliki panjang badan 168 meter, tinggi kepala 2,5 meter, dan diameter badan sebesar 2 meter. <br /><br />Naga mendapatkan pengawalan. Tepat dibawa moncong mulut dan di depan dadanya berdiri Dewi Kwan Im. Dengan telapak tangan terbuka diatas dada, dewi yang dipercayai kaum kong hucu itu siap mengantarkan keinginan warga yang diajukan kepada sang pencipta. <br /><br />Tak hanya warga, untuk menyaksikan naga tersebut para pejabat provinsi dan kota pun ikut turun. Beragam ucapan terlontakan, rasa takjub dan penuh pujian diberikan. Singshe Aleng pun menyampaikan pandangan. <br /><br />Pria berambut panjang itu dihadapi puluhan wartawan. Perkataannya teratur walaupun sedikit terbata-bata saat menjabaw pertanyaan. Aleng mengatakan, pembuatan naga yang ia lakukan berawal dari mimpi yang diperoleh saat berkunjung ke Singapura. Dalam mimpinya, Aleng diminta untuk membuat naga diawal tahun tikus. Bukan hanya dilihat tapi naga itu akan bisa dimasuki ratusan manusia. <br /><br />Amanat mimpi ia jalankan, dengan uang empat ratus juta ia kerahkan belasan para pekerja, semunya putra terbaik Kalimantan Barat. Naga mulai dibuat dua bulan sebelum imlek 2559 dirayakan. <br /><br />“Awalnya naga ini akan kita pamerkan di Kota Pontianak,” ujar Aleng. Namun belakangan niat itu tidak terturutkan karena antara Walikota Pontianak, Buchary A Rahman dengan Walikota Singkawang, Hasan Karman, bersepakat untuk memamerkannya di Kota Singkawang <br /><br />Aleng mengatakan naga merupakan simbol kelahiran Nabi Khong Hocu. Dikarenakan, ketika nabi Khong Hocu lahir, sebua naga berada di atas kepalanya. Dan selanjutunya, naga selalui terpasang ditempat peribadatan Khong Hocu.<br /><br />“Dengan adanya naga ini saya harapkan dapat mendukung Pemerintah Kota Singkawang dalam membangun dunia pariwisata,” ujarnya.<br /><br />“Dengan naga raksasa tersebut diharapkan para turis dari luar datang ke Kota Singkawang,” tambahnya.<br /><br />Dengan naga itu, Gubernur Kalimantan Barat, Cornesli M H, pun bangga. Ia menyampaikan apresiasi yang tinggi atas karya Aleng. dibalik kebanggaan itu, Cornelis mengharapkan hasana yang baik dapat dimunculkan. <br /><br />Rasa bangga dengan adanya naga raksasa di Kota Singkawang juga diungkapkan Walikota Singkawang Hasan Karman. Hasan Karman mengatakan, dari filosofis yang ia ketahui, naga merupakan pelambang kebaikan dan kerukunan. Akan tetapi kata Hasan, dengan pengendalian diri yang dilakukan, sikap keburukan akan bisa dikendalikan semenimal mungkin, dan dapat meningkatkan kebaikan agar dapat hidup harmonis dalam perbedaan.<br /><br />Malam itu begitu ceria, piagam muri atas naga Aleng diberikan. Penguntingan pita dilakukan. Hasan Karman dan rombonhan melakukan peninjauan terhadap naga raksasa. Anak naga pun tidak mau ketinggi, liukan-liaukan halus diperagakan. Dua ekor barongsai menari menghadap undangan. Acarapun usai, semua berharap paada naga raksasa untuk mendatangkan kebaikan di Kalimantan Barat. <br /><br />***<br />Kesokan hari. Kehadiran Naga Raksasa Karya Aleng di Kota Singkawang tidak disiasiakan. Mulai pagi hingga malam, naga yang berhasil memecahkan rekor Muri tersebut dikunjungi puluhan, ratusan, bahkan ribuan warga. Hanya dua tujuan dibalik kunjugan itu, rekreasi dan memanjatkan doa.<br /><br />“Kebanyakan mereka yang datang kesini hanya untuk melihat dan memanjatkan doa,” kata salah seorang penjaga naga raksasa, Yap Miau Lin, saat saya temui<br /> <br />Miau mengatakan secara umum, doa yang dihaturkan para pengunjung tersebut berisikan permohonan penambhan rezeki, umur panjang, kesehatan, bahkan ada yang mengharapkan cepat mendapatkan jodoh. Menurut Miau, diterima atau tidaknya doa tersebut tergantung yang miminta dan yang maha kuasa.<br /><br />Untuk memudahkan pelaksanaan doa, dihadapan naga tersebut terdapat ratusan batang setanggi, dan geratis. Selain itu, di hadapan naga juga berdiri tegak Dewi Quang Im. Dihapannya terdapat sebuah kotak amal.<br /><br />“Siapa yang mau infak silakan, kita tidak memaksa,” jelas Miau. <br /><br />Apheng, 36, salah seorang pengunjung yang saya temui mengaku takjub dengan keberadaan naga raksasa tersebut. Bagi Apheng, keberadaan naga itu bukan hanya untuk dilihat, akan tetapi dapat dijadikan sebagai sarana untuk memanjatkan doa, meminta apa yang diinginkan. Apheng sendiri mengaku, dalam doa, ia meminta rezeki dan panjang umur. <br />Bukan hanya menyaksikan dari luar, para pengunjung silih berganti masuk ke dalam tubuh naga. Masuk, berjalan menelusuri lobang hingga ke ekor dan keluar. Tidak hanya orang dewasa, besarnya naga tersebut juga mengundang perhatian para pelajar.<br /><br />“Saya Cuma mau melihat naga besar itu,” kata seorang pelajar SMPN III Kota Singkawang, Jusin.<br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-35424387477200368142008-02-13T04:03:00.000-08:002008-02-13T04:05:16.486-08:00Melayu Tinggal NamaKelurahan Benua Melayu Darat. Dilihat dari namanya, orang langsung berasumsi, daerah tersebut didominasi orang Melayu. Pada kenyataan, kelurahan yang memiliki luas 47, 4 meter persegi ini, didiami penduduk Tionghoa dengan jumlah mencapai 70 persen. <br />Berdasarkan data kantor Kelurahan Bumi Melayu Darat, 2006, dari jumlah penduduk 26.829, jumlah penduduk Tionghoa mencapai 17.646. Penduduk Melayu, hanya sebesar 5. 728.<span class="fullpost"><br /><br />Awalnya kelurahan Benua Melayu Darat bernama Kampung Benua Melayu. Karena pertumbuhan penduduk, pada 1968-1969, Kampung Benua Melayu dipecah menjadi Kelurahan Bumi Melayu Darat dan Kelurahan Benua Melayu Laut.<br /><br />Kedua kampung itu memiliki batas geografis. Benua Melayu Laut, sebelah timur berbatasan dengan Sungai Kapuas, sisi barat berbatasan dengan Kelurahan Benua Melayu Darat. Bagian selatan, berbatasan bengan Kelurahan Bangka Belitung, dan sisi utara berbatasan dengan Parit Besar.<br /><br />Sementara itu, kelurahan Benua Melayu Darat, sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Barat Sekip. Bagian selatan berbatasan dengan Kelurahan Bangka Belitung. Bagian barat berbatasan dengan Parit Tokaya, dan sebelah timur berbatasan dengan Benua Melayu Laut.<br /><br />Mantan lurah Benua Melayu Darat priode 1995-2000, Sy. Yusuf Usman Husen, saat ditemui di kantor Kelurahan Benua Melayu Darat, Jalan Setia Budi, Selasa (22/05), mengatakan, sebelum 1980-an, 80 % orang Melayu mendiami kelurahan tersebut.<br /><br />Pada tahun itu, sepanjang Jalan Gajah Mada, Imam Bonjol, Hijas sangat mudah menemukan rumah suku Melayu dengan model rumah panggung. Rumah itu bentuknya panggung dan mempunyai kolong rumah cukup tinggi. Seringkali, anak-anak menggunakan kolong rumah, untuk bermain kelereng.<br /><br />“Dulu, saya sering main kelereng di bawah rumah,” kata Yusuf.<br /><br />Seiring berjalannya waktu, di atas tahun 80-an, keberadaan rumah panggung mulai berubah. Gedung bertingkat berpondasi dan bangunan dari semen mulai beridiri di sana. Sebagian besar gedung tersebut, dimanfaatkan untuk berdagang. Yang menepati gedung bukan lagi orang Melayu, orang Tionghoa.<br /><br />Lalu kemana orang Melayu?<br /><br />Menurut Yusuf, orang Melayu sejak awal dikenal sebagai suku yang bergelut di bidang pertanian atau perikanan. Mereka kemudian menjual tanah kepada orang Tionghoa sebagai suku pendatang. Setelah itu, orang Melayu pindah ke daerah lain.<br /><br />Berdasarkan data, 2006, sekitar 1.369 penduduk, termasuk orang Melayu, bekerja sebagai buruh. Sementara untuk pedagang, sekitar 1.756, sebagian besar digeluti orang Tionghoa. Dengan berkurangnya jumlah Orang Melayu, hilang pula identitas dan rumah bercirikan Melayu. Yusuf mengatakan, sebenarnya Kampung Benua Melayu, atau pun Benua Melayu Darat, sekarang ini tinggal nama saja.<br /><br />Rasmiah, Lurah Benua Melayu Darat, mengatakan, berdasarkan data 2006, penduduk Melayu yang mendiami Kelurahan Bumi Melayau Darat, terpusat di beberapa lokasi. Seperti, Gang Swiss, Jalan Hijas, Gang Pagar Alam, Jalan Ketapang dan Gang Baiduri, dengan jumlah penduduk Melayu, sekitar 80-70 persen. Sementara itu, orang Tionghoa, terkonsentrasi di sepanjang Jalan Siam, Gajah Mada, Agus salim, Tanjung Pura dan Hijas.<br /><br />Untuk mengetahui dimana orang Melayu berdomisili, Rasmiah mengatakan, kediaman orang Melayu berbentuk rumah biasa, sementara rumah Tionghoa bertingkat.<br /><br />Pernyataan Rasmiah dibenarkan David, AS, ketua RT 1 dan RW 19. Menurutnya, orang Melayu mulai berkurang sejak, 1978. Pria ini mengatakan, perpindahan penduduk dikarenakan faktor ekonomi. Karenanya, mereka memilih menjual tanah. Menurut David, kebanyakan mereka yang membeli tanah adalah orang orang Tionghoa.<br /><br />Ya, begitulah. Ketika suatu daerah yang mengikat identitas seseorang ditinggalkan, maka hilang pula identitas yang lain.□<br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6991625168390464774.post-89627368261750898362008-02-11T05:27:00.000-08:002008-02-12T09:43:52.996-08:00Kota InternationalSelama ini kota Pontianak sudah international. Pernyataan itu disampaikan Sekretaris Daerah Kota Pontianak, Hasan Rusbini. Ia saya temui di kantornya pada pertengahan tahun 2007 yag lalu. Terbukti dengan pelabuhan singhie, dari jaman penjajaha, pelabuhan ini menjadi pusat bongkar muat barang dagangan rakyat. Begitu juga dengan tugu khatulistiwa. <span class="fullpost"><br /><br />Tugu tersebut tersebut sebagai simbol, kota Pontianak satu-satunya kota di dunia yang dilewati garis 0 derajat. Kesan kota Pontianak yang telah menginternational menjadi ide Walikota Pontianak, Buchary A. Rahman. Ide tersebut kemudian dirumuskan menjadi visi kota Pontianak sebagai kota khatulistiwa berwawasan lingkungan sebagai pusat perdagangan dan jasa yang bertaraf international.<br /><br />Hasan Rusbini, Sekretaris Daerah Kota Pontianak, ditemui di ruang kerjanya, Sabtu (9/9), mengatakan karena ide tersebut, walikota kemudian melakukan perubahan tata ruang kota.<br /><br />Sesuai dengan visi yang diusung, tata ruang kota terus dibenah. Parit yang terlihat kumuh dengan sampah terus dibersihkan. Kios-kios PKL yang berada di atas selokan dan trotoar ditertibkan.<br /><br />Di bidang perdagangan, perombakan bangunan pasar dilakukan. Pasar-pasar yang tradisonal dibangun kembali menjadi pasar semi modern. Maksud dari pembangunan ini untuk mensejahterakan masyarakat.<br /><br />Pasar-pasar yang dibangun diantaranya pasar Mawar, Dahlia dan yang akan direncanakan pasar plamboyan. Pembangunan pasar berpihak pada masyarakat. Mereka yang menempati pasar tersebut diberi kemudahan dengan membayar uang muka sebesar 30 persen dari harga keseluruhan. Sisanya, pedagang melakukan pembayan dengan cara mencicil.<br /><br />Perdagangan skala modern, seperti pembangunan mall, pihak swasta diberi kesempatan untuk berinfetasi ke kota Pontianak. Salah satu bentuk infestasi itu antara lain pemerintah membrikan kesempatan ke pihak swasta untuk menggunakan aset tanah. Dalam kerjasama itu, pemerintah dan pihak sawasta melakukan pembagian hasil dengan sistem 40:60. 40 untuk pemerintah kota dan 60 untuk pihak swasta.<br /><br />Keikutsertaan pihak swasta dalam memajukan kota Pontianak begitu diperlukan. Bagi pihak swasata yang ingin melakukan pembangunan, pemerintah memberikan potongan harga dalam mengurus Ijin Membuat Bangunan.<br /><br />“Misalnya mereka dikenakan biaya sebesar 4 juta dalam membuat IMB, maka kita memberikan potongan sebesar 500 ribu,” kata Hasan Rusbini.<br /><br />Begitu juga dengan lamanya waktu penyewaan. Pemkot memberikan tambahan waktu penyewaan. Misalnya dalam kententuan, lama penyewaan selama 20 tahun. Maka pemkot menambah waktu menjadi 35 sampai 40 tahun.<br /><br /><br />Dalam mewujudkan visi tersebut, banyak kendala yang dihadapi Pemkot Pontianak. kendala pertama dalam melakukan pembangunan adalah permodalan. Contohnya, dengan pembangunan jalan. Untuk kota Pontianak Menurut Hasan, pelebaran jalan sulit untuk dialakukan. Kiri kana jalan dibatasi parit dan perumahan.<br /><br />Agar tidak terjadi kemacetan, satu-satunya cara yang dapat dilakukan dengan cara membuatan jalan baru. Salah satu plening kota Pontianak, adalah dengan cara membuat jalan lingkar untuk kota Pontianak. jalan lingkar tersebut dari Jalan Harapan Jaya, Kota Baru sampai ke Sungai Raya Dalam. Namun untuk memwujudkan sarana tersebut membutuhkan modal yang sangat besar.<br /><br />“Kita bersyukur, pembiayaan pembangunan jalan lingkar tersebut mendapat bantuan dari gubernur,” kata Rusbin.<br /><br />Hasan mengatakan, kondisi jalan yang bagus akan berdampak terhadap pendapatan masyarakat.<br /><br />Masalah kedua yang menjadi kendala pembanguna di kota Pontianak adalah, pola pikir masyarakat yang masih sederhana. Ia mencontohkan, bagai sikap terhadap keberadaan pasar dahlia. Ruko-ruko bagian atas pasar tradisional yang dibangun megah tersebut terlantarkan. Mengepa? Menurut Hasan, karena masyarakat tidak mau susah dan tidak mau sakit.<br />Bagi Hasan, pembangunan kota Pontianak harus dilanjutkan. Janganpedulikan omongan. Karena menurutnya untuk mencapai keberhasilan pasti dihalangi berbagai rintangan dan cobaan. Tidak ada keberhasilan yang dicapai.<br /><br /></span>Mujidihttp://www.blogger.com/profile/09906572531032618152noreply@blogger.com0